Gol A Gong adalah novelis Indonesia yang dikenal dengan banyak karyanya. Sudah 130 karya buku diterbitkannya di mana magnum opusnya ialah Balada Si Roy yang menjadi best seller pada awal 1990-an.
Keterlibatan sosok bernama asli Heri Hendrayana Harris di jagat literasi Indonesia sangatlah besar. Buktinya ia didaulat sebagai Duta Baca Indonesia periode 2021-2025 oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Sebagai penulis buku, Gol A Gong memiliki semangat mempopulerkan kegiatan membaca secara masif. Selain lewat kunjungan ke sekolah-sekolah, gerakan mengkampanyekan membaca juga bisa dilihat dari Rumah Dunia yang ia dirikan di Kota Serang, Banten.
Terinspirasi Ali Sadikin
Menurut situs resminya, Rumah Dunia didirikan oleh Gol A Gong beserta istinya Tias Tatanka dengan dibantu kerabatnya, Toto S.T. Radik, Rys Reyolta, dan Andi Trisnahadi. Tempat itu didirikan sebagai sanggar yang menyediakan rumah baca dan tempat berkesenian.
Sosok mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin adalah inspirasi dari Gol A Gong dalam mendirikan Rumah Dunia. Memang pada masanya, tokoh yang kerap disapa Bang Ali itu mendirikan banyak bangunan dan fasilitas untuk aktivitas muda-mudi ibu kota. Salah satu yang terkenal ialah Gelanggang Remaja Bulungan yang diresmikan pada 16 April 1970.
Sedari bangku SMA, Gol A Gong sudah berharap impian menjadi penulis sukses bisa terwujud. Ia pun bernazar, jika mimpinya terkabul maka nanti siap membayarnya dengan mendirikan gelanggang remaja seperi Ali Sadikin lakukan di Jakarta. Janji itu ia lakukan karena minimnya fasilitas gratis untuk bertukar ilmu untuk para anak-anak remaja Banten.
“Jadi waktu SMA saya bertransaksi, ‘Ya Allah sukseskan aku jadi penulis, maka akan aku bangun apa yang Ali Sadikin bangun di Jakarta, gelanggang remaja di Banten agar orang-orang Banten di masa depan tidak sesulit saya untuk belajar sastra, jurnalistik, dan film,” ucap Gol A Gong kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Namun, setelah menjadi penulis sukses Gol A Gong tidak langsung memenuhi nazarnya. Pengalaman spiritual pun ia rasakan saat mengunjungi New Delhi, India.
“Tapi saya lalai. Udah sukses masih lalai. Saya terakhir itu diingatkan tahun 90 di New Delhi. Datang sosok tubuh yang tinggi besar. Saya anggap itu malaikat Izrail. Saya sampai lari keluar. Saya janji, salat, karena saya jadi hippies di India sampai Nepal,” ucapnya.
Kegelisahan dibawa Gol A Gong saat pulang ke Indonesia. Ia pun bercerita ke orang tuanya yang kemudian mengingatkan apa ada nazar yang belum dibayarkan.
Sontak Gol A Gong teringat. Gelanggang remaja yang menjadi nazarnya belum ditunaikannya. Ia pun baru melunasi nazar itu setelah menikah dan menamakannya “Rumah Dunia” usai kelahiran anak pertamanya.
Gol A Gong tidak mencari untung mendirikan Rumah Dunia. Ia iklhas mengeluarkan pendapatannya sebagai penulis agar fasilitas penuh manfaat itu bisa eksis dan membantu anak-anak yang haus akan literasi. Nilai-nilai keikhlasan itu sendiri didapatkannya dari ayah dan guru ngajinya.
“Besok saya mati juga kan. Bapak saya bilang begini bahasa Sunda: 'Nyak Maneh lamun arek ngabantu jelema kudu siga modol di kebon’, ‘Kalau mau bantu orang seperti orang buang air di kebon.’ Terus guru ngaji saya, ‘Kalau kamu nyumbang tangan kanan, tangan kiri kamu enggak boleh tahu’, ‘ustaz tangan kiri saya enggak ada’,” ucap Gol A Gong sambil tertawa dan memperlihatkan tangan kirinya yang sudah diamputasi sejak kecil.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News