Musik adalah tradisi yang tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat Jawa. Kawan GNFI pasti sudah tidak asing lagi dengan gamelan. Seperangkat alat musik tradisional Jawa ini telah ditetapkan sebagai warisan tak benda oleh UNESCO pada 2021 lalu.
Namun, apakah Kawan GNFI mengenal lagu-lagu yang biasa diiringi oleh gamelan tersebut? Di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat sebuah seni pertunjukan yang diiringi oleh beberapa instrumen gamelan. Pada 2021, kesenian ini ditetapkan oleh Kemendikbud sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Kesenian yang dimaksud adalah Santiswara Larasmadya.
1. Sejarah
Munculnya kesenian ini adalah ketika masa pemerintahan Paku Buwana ke-V, tepatnya pada abad ke-17 hingga 18 Masehi. Sumber sejarah kesenian ini terdokumentasikan dalam Serat Wedhapradangga karya R.Ng. Pradjapangrawit.
Serat tersebut berisi tentang sejarah gamelan dan gending-gending Jawa. Pada masa pemerintahan Paku Buwana ke-X, Larasmadya mengalami penambahan jenis tetembangan.
Baca juga: Gamelan: Ritual Keagamaan Orang Jawa?
2. Arti dan Makna
Dilansir dari referensi.data.kemdikbud.go.id, arti ”Santiswara” adalah doa (santi) dengan lagu atau suara (swara). Adapun arti ”Larasmadya” adalah irama (laras) yang bersahaja (madya). Dengan demikian, arti dari Santiswara Larasmadya adalah doa yang dilantunkan dalam senandung lagu dalam irama yang bersahaja. Makna bersahaja dalam hal ini adalah kesederhanaan dalam hal penyajiannya.
Isi dari Santiswara Larasmadya adalah untaian syair-syair indah berbahasa Jawa yang dialunkan dengan hikmat. Syair tersebut berisi doa-doa dan nasihat-nasihat bijak ajaran agama Islam. Selain itu, di dalamnya juga mengandung puji-pujian kepada Allah SWT dan selawat bagi Nabi Muhammad SAW.
Saat ini, Santiswara Larasmadya tidak hanya digunakan dalam dakwah agama Islam tetapi juga dimainkan di dalam gereja untuk fungsi yang sama yakni sebagai media penyampampaian ajaran agama dan puji-pujian kepada Tuhan.
3. Pementasan
Santiswara Larasmadya tidak menggunakan seluruh instrumen gamelan untuk mengiringinya tetapi hanya tiga instrument dasar yang digunakan seperti Kemanak, Kendang, dan Trebang. Kendang berfungsi sebagai pengatur tempo dan tekanan di tengah-tengah alunan Kemanak dan Trebang yang saling bersahutan.
Namun, dalam beberapa pementasan juga terdapat tambahan instrumen gamelan yang lain seperti Slenthem, Gender, dan Gong yang berfungsi sebagai variasi. Instrumen-instrumen tersebut menciptakan nuansa sakral dan magis sehingga sangat menenangkan ketika mendengarnya.
Selain instrumen gamelan, juga terdapat tiga macam alat musik rebana yang digunakan. Pertama adalah dhodhog, sejenis kendang kecil yang dipotong pendek; kempul, yang ukurannya lebih besar daripada dhodhok; dan terbang, yang ukurannya lebih besar lagi daripada kempul.
Meskipun penyebutannya satu, Santiswara dan Larasmadya memiliki perbedaan syair. Santiswara menggunakan syair-syair yang berasal dari teks Macapat seperti Pocung, Mijil, Gambuh, Kinanthi, Dhandhangula, dll. Adapun Larasmadya syair-syairnya diambil dari tembang Macapat.
Baca juga: Tembang Macapat, Filosofi Kehidupan dalam Musik Jawa
Sebelumnya, apakah Kawan GNFI tahu apa itu tembang Macapat? Dilansir dari Jurnal Humaniora (1989), pengertian dari Macapat adalah jenis tembang yang digunakan dalam gubahan puisi dalam karya sastra Jawa Baru yang menggunakan metrum tembang Jawa. Singkatnya, Macapat adalah puisi berbahasa Jawa yang dilagukan.
Meskipun keduanya memiliki perbedaan dari segi syair, baik Santiswara maupun Larasmadya menggunakan irama yang sama. Pada saat pementasan pun, keduanya dipentaskan bersamaan, tidak ada pemilahan tertentu. Oleh karena itu, penyebutannya pun menjadi tunggal, Santiswara Larasmadya.
Santiswara Larasmadya mengajarkan kita bahwa ajaran agama tidak hanya dapat tersampaikan melalui mimbar-mimbar ceramah di tempat ibadah saja. Ajaran luhur yang berguna sebagai petunjuk hidup dapat disampaikan tanpa harus menggurui.
Referensi:
https://referensi.data.kemdikbud.go.id/budayakita/wbtb/objek/AA001288
Darusuprapta. (1989). Macapat dan Santiswara. Humaniora, 15-32.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News