#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung
Indonesia adalah negeri yang kaya akan budaya dan seni tradisional yang sangat beragam. Salah satu warisan budaya yang memikat dan memesona adalah tembang macapat, sebuah bentuk sastra lisan yang berasal dari Jawa Tengah. Tembang macapat menggambarkan harmoni antara kata-kata yang indah, melodi yang merdu, dan makna yang mendalam. Tembang Macapat adalah kelompok tembang atau lagu yang hingga kini tetap dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Tembang ini terdiri dari sebelas jenis yang masing-masing memiliki karakter, ciri khas, dan aturan penulisan sendiri.
Asal-Usul Tembang Macapat
Masyarakat Jawa Tengah meyakini bahwa tembang ini sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit, ketika agama Islam mulai memasuki tanah Jawa. Pada era Walisongo, Tembang Macapat digunakan sebagai media dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam di Jawa. Tembang macapat telah memberikan pengaruh yang signifikan dalam seni dan budaya Jawa Tengah. Misalnya, pengaruh tembang macapat dapat ditemukan dalam seni pertunjukan tradisional seperti wayang kulit, tari, dan musik gamelan. Melalui irama dan gaya tembang macapat, seni-seni ini menjadi lebih indah dan bermakna.
Struktur dan Jenis Tembang Macapat
Tembang macapat memiliki struktur yang unik. Penulisan tembang macapat memiliki aturan dalam jumlah baris, jumlah suku kata, ataupun bunyi sajak akhir tiap baris yang disebut guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan yang berbeda di tiap jenisnya.
Tembang Macapat dipandang sebagai penggambarnya proses kehidupan manusia, dari awal hingga akhir yang tercermin dalam sebelas jenis tembang macapat. Berikut adalah cerita kehidupan manusia dalam filosofi Jawa berdasarkan Tembang Macapat:
- Maskumambang (Janin)
Maskumambang, bagian awal dalam kumpulan tembang Macapat, menandai awal dari kehidupan manusia di dunia. Tembang ini menggambarkan janin dalam kandungan ibu selama kehamilan. Ada yang mengartikan Maskumambang sebagai "emas yang terapung" atau "emas yang terhanyut." Tembang ini sering digunakan untuk mengungkapkan perasaan seperti kecemasan, kesedihan, dan ketidakpastian di hadapan kehidupan.
- Mijil (Terlahir)
Tembang Mijil menggambarkan saat seorang anak lahir ke dunia, melambangkan keberhasilan keluar dari rahim ibu. Mijil juga disebut sebagai waktu ketika "jabang bayi" terlahir dari rahim ibunya, suci dan tanpa cela. Tembang ini memiliki pesan tentang welas asih, harapan, kepedulian, dan cinta, serta sering digunakan untuk memberikan nasihat, menceritakan kisah cinta, dan memberikan ajaran tentang kekuatan dan ketabahan dalam menjalani kehidupan.
- Sinom (Muda)
Sinom, yang artinya "masih muda," menggambarkan fase kehidupan ketika seseorang berada di usia muda dan penuh semangat. Tembang ini mencerminkan masa yang penuh harapan, impian, dan energi sebelum mencapai usia dewasa. Sinom sering digambarkan sebagai "daun muda" yang segar. Tembang ini ditandai dengan semangat, kebijaksanaan, dan digunakan untuk mengajar dan membimbing.
- Kinanthi (Dipandu)
Kinanthi, berasal dari kata yang berarti "diarahkan," menggambarkan proses pendampingan yang diberikan kepada remaja menuju dewasa. Ini adalah fase di mana remaja mencari identitas dan jati diri mereka. Mereka dipandu oleh lingkungan dan pergaulan mereka. Tembang ini menyiratkan perasaan senang, kasmaran, dan cinta, dan sering digunakan sebagai sarana untuk memberikan nasihat, mengungkapkan cinta, dan memberikan ajaran.
- Asmaradhana (Api Asmara)
Asmaradhana adalah tembang yang menggambarkan gejolak asmara dalam hidup manusia, di mana cinta dan kasih sayang memiliki peran sentral. Tembang ini memandang cinta sebagai api yang membara. Itu mengajarkan bahwa cinta dapat memotivasi perbuatan luar biasa. Tembang ini digunakan untuk mengungkapkan beragam perasaan cinta, baik itu kesedihan karena patah hati, kekecewaan karena cinta yang tidak terwujud, kebahagiaan dalam hubungan yang bahagia, atau harapan dalam cinta.
- Gambuh (Sepaham/Cocok)
Gambuh adalah tembang yang berisi ajaran tentang cara menjalin hubungan yang seimbang antara manusia. Dalam banyak konteks, Gambuh diartikan sebagai mencapai kesepahaman, kecocokan, dan berlaku dengan bijak. Ini mencerminkan kemampuan untuk memposisikan sesuatu pada tempat yang tepat dan berlaku adil.
- Dhandang Gula (Manisnya Kehidupan)
Tembang Dhandang Gula mencerminkan harapan indah dalam hidup. Namanya diambil dari kata-kata yang berarti "cita-cita," "angan-angan," dan "kebahagiaan." Tembang ini merayakan momen saat pasangan berhasil melampaui tantangan dalam pernikahan mereka dan mencapai impian mereka. Dalam satu interpretasi, Dhandang Gula juga menggambarkan kesukaan yang manis setelah melewati kesedihan, seperti burung gagak yang melambangkan kesedihan dan manis yang mewakili kebahagiaan.
- Durma (Mundurnya Tata Krama)
Durma menggambarkan fase di mana manusia lupa akan etika dan tata krama setelah menikmati segala kenikmatan yang diberikan Tuhan. Tembang ini sering menggambarkan sifat marah, pemberontakan, dan semangat perang. Ini mencerminkan perilaku manusia yang cenderung egois dan ingin mencapai kemenangan sendiri.
- Pangkur (Menarik Diri)
Pangkur sering dimaknai sebagai fase ketika seseorang mencoba mengurangi hawa nafsunya dan mengundurkan diri dari urusan dunia. Ini adalah saat ketika manusia mulai memasuki fase tua, mencerminkan pemikiran tentang diri mereka, masa lalu, spiritualitas, dan lain-lain. Pangkur digunakan untuk menyampaikan pesan tentang penyesalan, kesedihan, dan kebahagiaan.
- Megatruh (Sakaratul Maut)
Megatruh menggambarkan saat manusia menghadapi sakaratul maut. Tembang ini berfokus pada proses pemisahan antara jiwa dan tubuh. Ini mencerminkan momen tegang dan penuh kesedihan, di mana manusia sering merasa menyesal.
- Pocung (Kematian/dipocong)
Tembang Pocung mengingatkan manusia akan kematian, menggambarkan proses penguburan jenazah. Ini mengajarkan bahwa di akhir hidup, manusia harus meninggalkan segala sesuatu yang dicintai selama hidup. Walaupun diisi dengan unsur jenaka, tembang ini tetap menyampaikan pesan tentang pentingnya hubungan harmonis antara manusia, alam, lingkungan, dan Tuhan.
Kesimpulan
Tembang Macapat bukan hanya sekadar lagu atau puisi, tetapi juga mengandung filosofi kehidupan yang dalam. Ini adalah cara orang Jawa untuk merenungkan dan menghargai setiap fase kehidupan manusia. Tembang Macapat adalah warisan budaya yang berharga, mengajarkan nilai-nilai dan hikmah yang relevan bagi masyarakat Jawa, serta bagi siapa pun yang ingin memahami lebih dalam tentang kebijaksanaan dan kehidupan.
Tembang macapat adalah salah satu permata budaya Jawa Tengah yang kaya akan keindahan kata-kata dan melodi. Lebih dari sekadar bentuk lagu, tembang macapat mengandung makna, nilai, dan pesan yang mendalam. Pengaruhnya dalam seni dan budaya Jawa Tengah sangat besar, dan pelestariannya menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga kekayaan budaya yang begitu berharga ini agar tetap hidup dan berkembang. Tembang macapat adalah warisan budaya yang mempesona, yang harus terus dijaga dan dihargai.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News