Sarabba merupakan salah satu minuman tradisional khas Makassar. Rasanya yang khas ditambah akar sejarah dan budaya yang kuat menjadikannya tetap eksis hingga saat ini.
Dewasa ini, tampak banyak sekali kebudayaan luar yang muncul dan masuk ke Indonesia, terlebih dalam bidang kuliner minuman. Minuman-minuman asing yang dimaksud antara lain seperti kopi kekinian, bubble tea, thai tea, dan lain-lain.
Jika dilihat dari perspektif kebudayaan, deretan minuman asing tersebut tampak mengancam eksistensi minuman-minuman tradisional. Terlebih, saat ini banyak coffee shop berjejeran di jalanan yang menjual berbagai minuman asing ini.
Kepopulerannya tampak menghalangi keberadaan minuman tradisional, termasuk sarabba. Maka dari itu, apakah minuman tradisional sarabba sebagai kekhasan masyarakat Makassar dapat sepopuler minuman asing seperti kopi dan teman-temannya? Yuk, baca tulisan ini biar tahu!
Sekilas Mengenai Sarabba
Sarabba merupakan salah satu minuman tradisional Indonesia yang berasal dari Makassar. Minuman ini memiliki rasa yang sangat khas karena terbuat dari rempah-rempah pilihan.
Adapun rempah-rempah yang dibutuhkan untuk membuatnya antara lain jahe, gula aren, merica bubuk, santan, dan kuning telur. Selain itu, tampak masyarakat biasa menambahkan kayu manis dan cengkeh dalam segelas sarabba untuk menambah aroma minuman ini yang khas.
Minuman ini sudah ada di Makassar sejak lama. Menurut beberapa literatur, minuman ini berasal dari Arab, tepatnya Makkah. Orang-orang Makkah biasa membagikan minuman yang katanya serupa dengan sarabba kepada para jamaah umrah ketika berbuka puasa di sana.
Sumber lain pun juga mengatakan bahwa penamaan minuman tradisional ini berasal dari kata kerja bahasa Arab ‘syariba yasyrabu’ yang artinya ’meminum’. Pendapat tersebut memperkuat temuan bahwa sarabba memang berasal dari tanah Arab.
Inovasi Sarabba
Zaman semakin berkembang. Banyak budaya lama yang bertransformasi menyesuaikan perkembangan zaman, termasuk minuman tradisional sarabba. Sarabba banyak dikembangkan oleh orang-orang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik dari segi kemasan, bentuk, maupun rasa.
Saat ini, untungnya sarabba masih dengan mudah ditemui di kedai-kedai lokal di Makassar. Sarabba yang dijual biasanya dapat langsung diminum sembari berbincang-bincang asik.
Seiring berkembangnya teknologi, kini sarabba juga telah merambah banyak aplikasi online agar memudahkan pembeli. Hal tersebut berdampak pada perubahan kemasan sarabba. Yang tadinya menggunakan gelas-gelas biasa, kini menggunakan paperglass beserta tutup dan sedotannya, sebagaimana terdapat di kedai-kedai kopi kekinian.
Selain itu, sarabba juga telah mengalami perkembangan dari sisi bentuk. Untuk memudahkan distribusinya, kini banyak pihak yang menjual sarabba dalam bentuk bubuk. Dengan bentuk tersebut, pembeli dapat dengan mudah menikmati secangkir sarabba hangat di manapun dan kapanpun.
Selain itu, inovasi ini juga memudahkan masyarakat di luar Pulau Sulawesi untuk menikmati sarabba. Hal tersebut sebagaimana yang kita tahu bahwa sarabba masih sulit ditemui di luar Pulau Sulawesi.
Adapun dari segi rasa, sarabba juga telah mengalami perubahan untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh, beberapa kedai di Makassar menjual sarabba dengan varian rasa moka, susu, coklat, regal, dan bahkan chocochips.
Tiap rasa memiliki peminatnya tersendiri. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa orang tua lebih menyukai sarabba rasa original, sedangkan anak-anak dan remaja lebih banyak membeli sarabba dengan varian rasa lain.
Apakah Sarabba Bisa Sepopuler Kopi?
Kopi sebagaimana yang kita tahu merupakan minuman yang banyak digemari masyarakat, terutama para remaja. Nyaris di tiap-tiap jalanan kita akan mudah menemukan kedai yang menjual kopi. Kopi seolah telah menjadi bagian dari rutinitas keseharian para remaja.
Bahkan, saat ini muncul istilah ‘ngopi’ di kalangan remaja, yang maknanya kurang lebih adalah kegiatan meminum kopi. Istilah ini biasa digunakan para remaja untuk mengajak teman-temannya menikmati kopi bersama sembari berbincang-bincang.
Sebagaimana kopi, sarabba tampaknya juga memiliki potensi untuk dapat menjadi bagian dari rutinitas masyarakat. Hal tersebut disebabkan tidak ada ritual, adat, atau jam tertentu untuk mengonsumsi minuman ini.
Terdapat sebuah penelitian yang membandingkan antara kopi dan sarabba dari tiga sisi, yakni harga, khasiat, dan rasa. Dari segi harga, sarabba tampak lebih unggul karena harganya lebih terjangkau dari kopi kekinian, yakni kisaran Rp5.000 hingga Rp15.000.
Adapun dari segi khasiat, kopi sebagaimana yang kita tahu mengandung kafein yang dapat mengurangi rasa ngantuk. Namun, jika dikonsumsi secara berlebih, kafein dapat meningkatkan tekanan darah, yang akan berdampak bahaya bagi orang yang mengalami hipertensi.
Berbeda dengan kopi, sarabba yang terbuat dari rempah-rempah alami cenderung lebih banyak manfaat, seperti melindungi daya tahan tubuh, menyembuhkan flu, menghangatkan badan, dan lain-lain.
Terakhir, dari segi rasa tampaknya kopi lebih unggul. Sarabba mengadung bahan utama jahe yang tidak semua orang tahan terhadap rasanya yang pedas. Sedangkan kopi saat ini telah memiliki lebih banyak variasi sehingga tiap orang bisa menyesuaikan dengan seleranya masing-masing. Hal ini membuat kopi lebih mudah diterima oleh banyak orang.
Walaupun sarabba lebih memiliki banyak keunggulan, tampaknya tetap sulit untuk melampaui kepopuleran kopi. Itu disebabkan kopi telah lama menjadi rutinitas dalam masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Meskipun begitu, sarabba tetap memiliki potensi menjadi minuman populer. Akan tetapi, hal tersebut tampaknya dapat terjadi dalam ruang lingkup yang lebih terbatas, yakni Makassar.
Referensi:
https://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/sosedu/article/view/15102/pdf
https://yoursay.suara.com/ulasan/2023/11/20/104042/sarabba-minuman-khas-sulawesi-selatan-yang-cocok-diminum-saat-musim-hujan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News