Siapa sangka, selain arah mata angin, Penanggalan Jawa juga mengatur jadwal pasar tradisional di beberapa daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta? Ada keunikan tersendiri dalam sistem penjadwalan hari pasar.
Pasar tradisional atau pasar rakyat bukan sekadar tempat transaksi jual beli, melainkan pusat gravitasi kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Selain memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasar tradisional berfungsi sebagai ruang publik yang dinamis, tempat masyarakat berinteraksi, bertukar informasi, dan mempererat tali silaturahmi.
Keberadaan pasar tradisional dengan sistem penanggalan Jawa adalah bukti nyata tentang kelanggengan tradisi dan kearifan lokal di tengah gempuran modernitas. Sistem ini bukan sekadar peninggalan sejarah, melainkan bagian hidup masyarakat Jawa yang terus relevan hingga kini.
Baca juga: Menelusuri Kisah Pasar Gede Solo Menuju Satu Abad
Sejarah Penamaan Pasaran Jawa
Sejarah penamaan pasaran Jawa merujuk pada sistem penanggalan tradisional yang telah digunakan sejak zaman kerajaan-kerajaan Jawa kuno. Nama-nama pasaran atau disebut pancawara berasal dari konsep kalender Jawa yang menggabungkan unsur kosmologi, astronomi, dan spiritualitas.
Kalender Jawa merupakan hasil sintesis dari berbagai sistem penanggalan yang ada pada masanya, terutama kalender Saka dan Hijriah. Dicanangkan oleh Sultan Agung pada abad ke-17, kalender ini bertujuan menyelaraskan perayaan-perayaan adat Jawa dengan hari besar Islam.
Keputusan Sultan Agung hanya berlaku di wilayah Mataram yang meliputi hampir seluruh Jawa dan Madura. Wilayah-wilayah pesisir utara seperti Batavia dan Banten, yang berada di bawah pengaruh Belanda, serta pulau-pulau seperti Bali dan Sumatra, tidak termasuk dalam wilayah penerapan penanggalan baru ini.
Penggunaan tahun Saka yang berkelanjutan, meski dengan sistem perhitungan yang baru, menunjukkan kecermatan dalam transisi budaya ini. Dengan demikian, tidak mengganggu kontinuitas sejarah dan adat istiadat masyarakat Jawa.
Sistem Penanggalan Jawa dan Pengaruhnya pada Pasar Tradisional
Sistem Penanggalan Jawa, dengan akar budaya yang mendalam, memiliki peran krusial dalam mengatur ritme kehidupan masyarakat Jawa, termasuk dalam aktivitas perdagangan di pasar tradisional.
Salah satu aspek unik dari penanggalan Jawa adalah siklus lima hari pasaran, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing adalah setiap hari pasaran memiliki karakteristik dan makna tersendiri dalam kepercayaan masyarakat Jawa.
Siklus lima hari pasaran ini tidak sekadar pembagian waktu semata, melainkan memiliki pengaruh signifikan terhadap hari operasional pasar tradisional. Banyak pasar tradisional di Jawa yang menyesuaikan jadwal bukanya dengan hari pasaran tertentu. Misalnya, pasar yang dominan menjual hasil bumi atau pertanian cenderung lebih ramai pada hari-hari yang diyakini membawa keberuntungan dalam bidang pertanian.
Hari Pon, sebagai contoh, sering dianggap sebagai hari yang baik untuk bercocok tanam. Dengan begitu, pasar yang menjual bibit, pupuk, atau peralatan pertanian akan lebih ramai pada hari tersebut.
Selain itu, hari pasaran juga dikaitkan dengan jenis barang yang diperdagangkan. Beberapa jenis barang tertentu diyakini lebih laku jika dijual pada hari pasaran tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat bahwa hari pasaran tertentu memiliki energi atau aura yang cocok dengan jenis barang tersebut.
Misalnya, hari Kliwon sering dianggap sebagai hari yang sakral, sehingga barang-barang yang berkaitan dengan ritual atau upacara keagamaan cenderung lebih banyak dicari pada hari ini.
Baca juga: Memperkenalkan Keunikan Pasar Mingguan di Kabupaten Kampar
Relevansi Penanggalan Jawa di Era Modern
Sistem Penanggalan Jawa, dengan akarnya yang dalam dalam budaya dan kepercayaan masyarakat, tetap relevan hingga kini. Meskipun dihadapkan pada modernisasi dan globalisasi, banyak masyarakat Jawa yang masih menganut dan mempraktikkan sistem penanggalan ini dalam kehidupan sehari-hari.
Pasar tradisional, sebagai salah satu manifestasi budaya Jawa, menjadi bukti nyata dari kelestarian tradisi ini. Pasar-pasar tradisional di Jawa, seperti kebanyakan pasar di Yogyakarta, masih mengikuti siklus lima hari pasaran.
Hari Pon di Pasar Godean, pasaran Legi ada di Pasar Kotagede, pasaran Pahing ada di Pasar Sleman yang berada di Berbah, dan juga Pasar Kliwon di Cebongan, Mlati.
Istianto Ari Wibowo, peneliti dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan inisiator Sekolah Pasar Rakyat, menjelaskan bahwa konsep hari pasaran juga bertujuan untuk meratakan aktivitas ekonomi di pasar.
Dengan sistem ini, suatu pasar hanya ramai pada hari-hari tertentu, sesuai dengan siklus pasaran. Hal tersebut berkaitan dengan jumlah penduduk yang masih sedikit dan frekuensi belanja yang tidak terlalu sering. Ketika hari pasaran tiba, berbagai macam pedagang akan berkumpul di pasar.
Sistem ini juga memungkinkan pedagang dari luar daerah untuk bergiliran berjualan. Dengan demikian, sistem hari pasaran ini secara tidak langsung mengatur distribusi ekonomi dan memberikan kesempatan bagi lebih banyak pedagang untuk berjualan.
Untuk menjaga kelestarian pasar tradisional, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, pelaku pasar, dan masyarakat untuk melakukan inovasi dan adaptasi terhadap perkembangan zaman. Dengan begitu, pasar tradisional tidak hanya tetap eksis. Namun, juga semakin berkembang dan menjadi daya tarik wisata budaya yang unik.
Pasar-pasar ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat ekonomi, tetapi juga menjadi ruang pelestarian nilai-nilai budaya Jawa, di mana interaksi sosial dan gotong royong masih sangat kental. Dengan demikian, Penanggalan Jawa tidak hanya menjadi penanda waktu, tetapi juga menjadi simbol identitas dan kesinambungan generasi.
Baca juga: Wajah Baru Pasar Jongke, Bergaya Kolonial dengan Campuran Jawa yang Habiskan Rp138 Miliar
Referensi
Demokrasi Ekonomi di Pasar Rakyat, oleh Hempri Suyatna, Mashita Firdaus, Istianto Ari Wibowo, Puthut Indroyono, Awan Santosa.
https://www.gramedia.com/literasi/mengenal-hari-pasaran-jawa-dan-asal-usul-penanggalan-jawa/
https://tirto.id/harbolnas-dan-sejarah-pasar-di-jawa-tempo-dulu-dbMG
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News