tradisi menyuapi calon raja aceh yang bertahan lima abad dipercaya warga bawa keberkahan - News | Good News From Indonesia 2024

Tradisi Menyuapi Calon Raja Aceh yang Bertahan Lima Abad, Dipercaya Warga Bawa Keberkahan

Tradisi Menyuapi Calon Raja Aceh yang Bertahan Lima Abad, Dipercaya Warga Bawa Keberkahan
images info

Pada momen Covid-19 lalu, masyarakat Aceh tetap melaksanakan tradisi Seumeuleung yang telah berusia lima ratus tahun. Tradisi ini merupakan simbol dari peneguhan atau penabalan raja dengan menyuapinya.

Dimuat dari Kompas, tradisi ini pertama kali dilaksanakan oleh Raja Inayat Syah saat menobatkan anaknya, Alaudin Riayat menjadi Raja Daya pada tahun 1480 M. Kemudian tradisi tersebut diwariskan oleh Kerajaan Aceh Darussalam (1703-1726).

Ekspedisi Sabang: Penyelamat Mahkota Hutan Lereng Gunung Api Jaboi

“Ini sebagai identitas, di mana tradisi yang telah berlangsung lima abad masih dapat dilaksanakan mereka yang memegang amanah. Ini bisa menjadi modal Aceh sebagai salah satu tempat di Indonesia yang masih menjaga kelestarian budaya,” kata Peneliti Tradisi Budaya Kerajaan Negeri Daya Aceh, Teuku Minjar Nurlizai.

Prosesi 

Dinukil dari BBC, prosesi tradisi ini dilakukan di dekat kompleks makam Sultan Alaiddin Riayat Syah, sultan Aceh ke-10 yang berkuasa di abad ke-16. Pada tahun-tahun sebelumnya, tradisi ini dilaksanakan di sebuah gedung permanen bak istana raja.

Pada momen ini, para keturunan raja dari seluruh Aceh dan juga pemerintah daerah di undang. Masyarakat juga ikut memadati lokasi, tidak saja untuk menonton atau berdagang namun juga memperebutkan sisa nasi suapan raja.

Pemandian Kolam Air Panas Jaboi, Daya Tarik Wisata yang Populer di Sabang, Aceh

Seumeuleung bermakna menyuapi, karena dalam puncak upacara raja baru, pewaris estafet kepemimpinan, akan disuapi nasi dan lauknya oleh tetua upacara adat. Ini merupakan simbol dari pemberian selamat pada raja baru.

Rangkaian adat menyuapi dan rebutan nasi suapan ini sekaligus bermakna menyatunya raja dengan rakyat. Dipercaya pula memakna nasi suapan sisa raja akan membawa berkah. Proses tradisi ini juga untuk mengenang kembali kegiatan pada masa kejayaan Aceh.

Membawa keberkahan

Pada momen ini, para pedagang ikut serta menjajakan barang dagangannya. Dari tahun ke tahun mereka mendulang rezeki setiap kali tradisi Seumeuleung digelar. Biasanya mereka berjualan sejak hari Idul Adha sampai tujuh hari setelahnya.

“Di sini yang diutamakan untuk berjualan adalah warga Desa Lamno. Saya jualan sudah beberapa tahun, sebelumnya menggunakan payung kecil, kalau cuacanya gak mendung bisa dapat Rp1 juta sampai Rp1,2 juta omzet per hari, kalau biasanya jualan di pasar Rp800.000 per hari,” jelas Zahara.

Cut Meutia, Pahlawan Wanita Indonesia Mutiara Aceh yang Sosoknya Diabadikan di Uang Seribu

Selain pedagang yang mencari keuntungan, warga juga berbaris untuk memenuhi balai tempat acara. Beberapa orang di antaranya sembari menggendong bayi. Tujuannya hanya dua hal yaitu mendapatkan sisa nasi dan menunggu giliran kain putih di kepala.

Seorang pengunjung yang rela datang dari Kota Banda Aceh, Marlina mengatakan niatnya datang ialah untuk melepaskan nazar, karena sering mengalami sakit pada bagian kepala. Dia ingin sembuh dengan mengikuti tradisi tersebut.

“Sering sakit kepala, jadi hajatnya (nazar) ke sini makannya dililitin kain putih tadi, ada orang kampung yang bilang cobalah bernazar ke Poe Teumeureuhom gitu, ya udah kami bernazar ke sini tahu-tahunya sembuh, makannya balik lagi ke sini,” kata Marlina.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.