Indonesia adalah negara agraris terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Alasan Indonesia disebut sebagai negara agraris karena letak geografisnya berada di tengah garis khatulistiwa di mana Indonesia beriklim tropis dengan dua musim, yaitu hujan dan kemarau sehingga Indonesia selalu mendapatkan sinar matahari dan hujan yang sangat tinggi sepanjang tahun.
Selain itu, lokasi Indonesia yang berada di tengah ring of fire juga menjadikan banyak gunung vulkanik yang menghasilkan tanah vulkanik yang sangat subur dan mengandung unsur magnesium dan kalium.
Hal tersebut sangat mendukung dalam pengembangan sektor pertanian dan kehutanan. Oleh karena itu, berbagai macam tumbuhan bisa tumbuh dengan subur di Indonesia karena mendapatkan air, nutrisi, dan fotosintensis yang cukup.
Dengan keanekaragaman hayati tumbuhan di Indonesia, maka profesi petani menjadi dominan di Indonesia. Dilansir dari CNBC Indonesia, jumlah masyarakat Indonesia sekitar 40,69 juta bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kemudian, sektor pertanian juga telah menyumbangkan sekitar 12,4% untuk pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2022.
Sektor pertanian memiliki peran penting dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional. Adapun, alasan sektor pertanian menjadi kontribusi bagi pembangunan nasional adalah selain menyerap tenaga kerja, sektor pertanian menjadi kebutuhan primer bagi keberlangsungan hidup manusia.
Hasil pertanian bisa digunakan untuk bahan baku industri dan sumber pangan sebagai salah satu syarat utama dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial yaitu kebutuhan material menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009.
Menurut M.V.S. Rao, K. Porwit, dan N. Baster, kebutuhan material terpenuhi di negara berkembang, apabila rakyat di suatu negara tersebut mendapatkan pangan, kesehatan, rumah, sandang, dan transportasi. Pangan menjadi kebutuhan utama bagi manusia karena tanpa makanan, maka manusia tidak bisa bertahan hidup.
Namun, saat ini Indonesia sedang mengalami masalah kedaulatan pangan nasional. Masalah yang dihadapi oleh Indonesia dalam kedaulatan pangan nasional adalah ketergantungan impor dan konsumsi beras. Padahal, tidak semua suku-suku di Indonesia makanan pokoknya nasi, tetapi ada juga makanan pokoknya yaitu singkong. Perbedaan makanan pokok di setiap daerah tergantung dari karakteristik budaya dan lingkungannya.
Salah satu masyarakat yang masih mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok adalah masyarakat Kampung Adat Cireunde. Lokasi Kampung Adat Cireunde di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Kampung Adat Cireunde memiliki luas tanah ulayat sebesar 60 hektar untuk lahan pertanian dan 4 hektar untuk pemukiman. Jumlah penduduk masyarakat Kampung Adat Cireunde sekitar kurang lebih 1.200 jiwa.
Baca juga: Rasi Desa Cireunde, Bentuk Pemberontakan untuk Merdeka
Mayoritas masyarakat Kampung Adat Cireunde bekerja sebagai petani singkong dan umbi-umbian. Mereka masih memegang teguh pada falsafah Sunda Wiwitan yaitu “Ngindung ka waktu, mibapa ka jaman” yang artinya masyarakat Kampung Adat Cireunde memiliki cara, ciri, dan keyakinan masing-masing, tetapi mengikuti perkembangan teknologi sejauh tidak bertentangan dengan adat istiadatnya, seperti: televisi, smartphone, dan lampu.
Bahkan, masyarakat Kampung Adat Cireunde memiliki pengetahuan tradisional mengenai pertanian dan pelestarian ekosistem alam. Masyarakat Kampung Adat Cireunde membagi tiga konsep kampung adat, yaitu:
- Hutan terlarang (leuweung larangan) adalah hutan yang tidak boleh dibabat karena tujuannya untuk cadangan penyimpanan air di musim kemarau.
- Hutan reboisasi (leuweung tutupan) adalah hutan yang digunakan untuk reboisasi.
- Hutan pertanian (leuweung baladahan) adalah hutan yang digunakan untuk budidaya singkong, jagung, kacang tanah, dan sayuran.
Tujuan pembagian konsep tersebut adalah menjaga keseimbangan ekosistem alam dan mencegah terjadinya bencana alam, seperti tanah longsor, banjir, dan kekeringan.
Sebelum bercocok tanam, masyarakat Kampung Adat Cireunde melaksanakan ritual upacara adat namanya Upacara Suraan yang diadakan setiap 1 Sura. Upacara adat tersebut dilaksanakan dengan menyerahkan sesaji hasil bumi sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena hasil panennya melimpah serta memohon agar panen berikutnya juga melimpah.
Masyarakat Kampung Adat Cireunde masih mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok hingga sekarang karena dulu masyarakat Kampung Adat Cireunde memiliki ide bagaimana mereka bisa bertahan hidup walaupun terjadi perubahan iklim yaitu melaksanakan budidaya singkong. Tanaman singkong mampu bertahan hidup baik di musim hujan maupun musim panas. Sedangkan, tanaman padi hanya bertahan di musim hujan saja.
Selain itu, pada zaman kolonial Belanda dan Jepang, Pemerintah Kolonial Belanda dan Jepang memonopoli beras sebagai komoditas utama bagi para penjajah sehingga terjadilah wabah kelaparan bagi golongan Bumiputera.
Kemudian melihat kondisi itu, masyarakat Kampung Adat Cireunde terus melakukan budidaya singkong sebagai simbol perjuangan melawan kolonialisme.
Singkong yang telah dipanen diolah dengan cara diparut, disaring, diperas, dan dijemur di bawah sinar matahari. Setelah kering, ampas singkongnya diayak, dikukus, dan dijadikan seperti bentuk nasi. Sehingga, disebut sebagai rasi. Cara penyajiannya dengan sayur lalapan, sayur asem, lauk-pauk, dan sambal.
Dengan demikian, masyarakat Kampung Adat Cireunde tidak pernah mengalami kekurangan pangan bagaimana pun kondisinya. Mereka memiliki prinsip bahwa:
“Teu boga sawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat.” (Bahasa Sunda)
“Tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat.” (Terjemahan Bahasa Indonesia)
Budidaya singkong yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Adat Cireunde bisa menjadi contoh kedaulatan pangan nasional bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Singkong bisa menjadi solusi pangan alternatif, jika terjadi perubahan iklim dan konflik. Seperti yang telah dijabarkan di atas, tanaman padi cenderung hanya bisa bertahan di musim hujan sehingga harga beras cenderung tidak stabil setiap tahun.
Dilansir dari kompas.com, singkong memiliki indeks glikemik singkong lebih rendah rendah yaitu 46 daripada nasi putih yaitu 73 sehingga makanan pokok ini ramah bagi penderita diabetes.
Kemudian, gizi singkong juga tinggi, yaitu 191 kalori; 1,5 gram protein; 3 gram lemak; 40 gram karbohidrat; 2 gram serat; 20% vitamin C; 12% tembaga; 7% tiamin; 6% folat; 6% vitamin B6; 6% kalium; 5% magnesium; dan 5% niasin.
Sumber:
- https://www.cnbcindonesia.com/research/20230516074542-128-437635/ketahanan-pangan-ri-di-bawah-rata-rata-dunia-begini-faktanya#:~:text=Indonesia%20merupakan%20negara%20agraris%2C%20dengan,ke%20perekonomian%20Indonesia%20hanya%2012%25
- https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/08/163200423/kenapa-tanah-vulkanik-subur-#:~:text=Pasalnya%2C%20tanah%20vulkanik%20adalah%20tanah,menghasilkan%20tanah%20yang%20sangat%20subur
- https://cimahikota.go.id/index.php/artikel/detail/1139-mengenal-kampung-adat-cireundeu
- https://www.mongabay.co.id/2022/07/04/singkong-tanaman-ajaib-yang-adaptif-terhadap-perubahan-iklim/
- https://www.kompas.com/food/read/2021/08/16/133507175/4-sumber-karbohidrat-pengganti-nasi-menurut-ahli-gizi
- V. S. Rao dkk. 1978. Indicators of Human and Social Development: Report on The State of The Art. Tokyo: The United Nations University.
- Wulandari, Ratna Rizky, dkk. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu dalam Perspektif Kebudayaan. TEDC, 18(2), 116-118.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News