Kawan, Selamat Datang di Kota Surakarta atau Kota Solo di Jawa Tengah! Ya, Kota Surakarta adalah salah satu kotamadya yang menyimpan banyak potensi wisata budaya dan peradaban sejarah masa lalu. Banyak dari publik yang masih salah kaprah dengan penyebutan Kota Solo atau Surakarta. Pada intinya, masa sekarang ini Kota Surakarta untuk entitas yang sifatnya formal, sementara penyebutan Kota Solo lebih kepada terminologi kultural atau bersifat informal.
Kota yang populer dengan lagu keroncong Bengawan Solo ini memiliki slogan Berseri, yaitu Bersih, Sehat, Rapi dan Indah. Solo juga memiliki slogan "The Spirit of Java", yang artinya bahwa Solo adalah intisari atau inti jiwa yang mampu merepresentasikan masyarakat Jawa. Kekayaan dan khasanah budaya di Surakarta ini terbilang sangatlah kaya. Salah satunya terbukti dari banyaknya artefak bangunan berdiri yang notabene bernuansa keraton istana jawa. Termasuk di dalamnya adalah Pura Mangkunegaran yang tak lain merupakan tempat istana resmi Kadipaten Mangkunegaran. Mangkunegaran, salah satu destinasi wisata favorit yang dihuni oleh para kasta aristokrat dan berdarah biru alias klan bangsawan.
Kota asal Presiden ketujuh Republik Indonesia ini memiliki segudang kekayaan budaya, sejarah, kuliner maupun destinasi wisata. Jika hendak berkunjung ke Surakarta, silahkan saja masukkan kata kunci "Wisata di Surakarta" di mesin pencari pada telepon pintar. Maka kita tidak akan kesusahan mencari referensi obyek wisata, event budaya, wisata kuliner dan pilihan obyek cagar budaya yang menarik dikunjungi. Semua varian tersaji lengkap dan terpulang kembali pilihan kita masing-masing, seperti obyek mana yang mau dipilih untuk dieksplorasi.
Berwisata di Surakarta, Inilah 5 Destinasi Menarik yang Wajib Kamu Kunjungi
Solo Balapan, Dulu Arena Balapan Kuda, Sekarang menjadi Stasiun Penghubung Kota
Stasiun paling besar dan bersejarah di Kota Solo memang pantas disematkan pada Stasiun Solo Balapan. Stasiun ini didirikan sejak tahun 1873 yang notabene merupakan stasiun tertua di Solo sejak zaman kolonial.
Pada era pertengahan menuju akhir abad ke-19, Kota Solo sedang mengalami arus perubahan dan perkembangan. Perubahan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Didukung pula oleh perkembangan masyarakat pola pedesaan menuju masyarakat pola perkotaan.
Secara historis, ide perubahan itu datang secara top down dari Pemerintah Kolonial Belanda kepada masyarakat Kota Solo. Salah satunya menyangkut perkembangan pola transportasi darat kereta api. Secara tidak langsung, ide-ide perubahan menuju pola perkotaan yang lebih modern ini juga menyentuh soal sarana dan prasarana umum.
Stasiun Solo Balapan ini kini memiliki monumen di bagian haluan stasiun. Berada di jalur kereta api yang menghubungkan kota Bandung, Jakarta, Surabaya dan Semarang. Stasiun Balapan berlokasi di Jalan Wolter Monginsidi No. 112, Kestalan, Banjarsari.
Uniknya di monumen Solo Balapan ini, dihiasi sebuah lokomotif klasik historis pabrikan Jerman era 1962. Sebagai salah satu landmark kota Solo, lokomotif ini sangat mudah dilihat dari pinggir jalan. Lokomotif diesel ini berperan sebagai suatu ikon magnet kota Surakarta yang tampak jelas.
Kemudian, sejarah berdirinya Stasiun Solo Balapan tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan Keraton Mangkunegaran. Mengapa? karena lahan yang sekarang digunakan menjadi Stasiun Solo Balapan dahulunya adalah merupakan Alun-Alun Utara milik Keraton Mangkunegaran. Di dalam alun-alun terdapat pacuan kuda Balapan, pada masa kepemimpinan Mangkunegoro IV.
Legenda Kampung Jagalan di Surakarta yang Menjadi Asal Usul Tempat Penyembelihan Hewan
Melihat potensi ekonomi dan strategisnya wilayah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda sudah menggagas jalur rel kereta api dari Semarang (sebagai Ibu Kota Provinsi) menuju Solo. Sehingga Kota Solo harus punya stasiun kereta api. Lokasi lapangan pacuan kuda balapan dianggap paling cocok dan sesuai untuk menjadi sebuah stasiun, karena jalur rel bisa langsung mengarah ke Semarang.
Akhirnya, pacuan kuda itu diubah menjadi sebuah stasiun, dan nama Balapan tetap dipertahankan. Jadi kawan GNFI, Stasiun Solo Balapan ini dahulunya adalah arena balap pacuan kuda, dan sekarang menjadi stasiun penting penghubung Kota Solo dengan pelbagai kota lain.
Jadi Stasiun Solo Balapan digagas, dibangun, dan dikembangkan sebagai sarana pendukung infrastruktur transportasi darat di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Solo Balapan "sukses" menjalankan tupoksi sebagai fasilitas penunjang inter konektivitas antarkota maupun antarprovinsi di Pulau Jawa. Terbukti, rerata 10 ribu-an jiwa pengguna kereta api ramaikan Stasiun Solo Balapan untuk setiap harinya.
Kini, stasiun ini biasanya jadi pemberhentian kereta api (KA) kelas bisnis atau eksekutif. Sementara itu KA kelas ekonomi biasanya berhenti di dua stasiun lain, yakni Stasiun Purwosari dan Stasiun Solo Jebres. Stasiun-stasiun itu terhubungkan oleh rel-rel yang melewati tengah kota. Salah satu buktinya adalah jalur rel yang ada di tepi jalan protokol Slamet Riyadi, jalur rel ini masih digunakan hingga sekarang.
Jadi, dahulu kompeni alias Pemerintah Kolonial Belanda sudah punya andil dan peran besar dalam mengembangkan sarana infrastruktur KA di Solo. Lantas apa tugas kita saat ini?
Tentu tugas kita semua anak bangsa adalah menjaga, merawat, dan memelihara aset sarana transportasi bangsa yang juga adalah aset negara. Bangunan-bangunan cagar budaya perkeretaapian tersebut tidak hanya menjadi aset milik PT Kereta Api Indonesia, tapi juga menjadi amanah bagi bangsa negara.
Jelajah Pasar Gede, Suatu Akulturasi Kolonial Belanda dengan Budaya Keraton Jawa Surakarta
Karena bangunan ini sarat akan nilai historis, ilmu pengetahuan dan nilai seni yang harus dijaga agar senantiasa dapat dinikmati hingga generasi anak cucu kita kelak.
Salam Solo Balapan!
Sumber referensi :
- Situs web Pemerintah Kota Surakarta (https://surakarta.go.id)
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News