Pada momen Maulid Nabi Muhammad S.A.W, Banyuwangi begitu meriah dengan lantunan sholawat. Tidak hanya berlangsung pada tanggal 12 Rabiul Awal, perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W ini berlangsung selama satu bulan.
Kabupaten di ujung timur di Pulau Jawa ini memiliki tradisi unik untuk merayakan Maulid Nabi yaitu endog-endogan. Tradisi ini yaitu menghias telur dengan kembang kertas menggunakan berbagai motif.
Mengenal Lebih Dekat Tradisi Ziarah Ngabungbang di Desa Cimande, Jawa Barat
Nantinya telur itu akan ditancapkan ke pelepah pisang atau disebut jodhang. Kemudian, telur-telur yang dihias dengan berbagai kreasi tersebut diarak mengelilingi kampung menggunakan kendaraan, sembari diiringi sholawatan.
“Tradisi ini merupakan bentuk ekspresi kecintaan masyarakat Banyuwangi kepada Nabi Muhammad. Sebagai ungkapan rasa syukur, kami dengan tetangga meski hanya berupa telur dan nasi,” ungkap Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani yang dimuat Detik.
Sejak abad-19
Dalam catatan sejarah, tradisi endog-endogan dicetuskan pertama kali oleh K.H. Abdullah Faqih pada abad ke-19. Endog-endogan yang terdiri dari telur, bumbu kering, serta hiasan bunga memiliki filosofi tersendiri.
Telur merupakan simbol dari kelahiran, sedangkan bumbu berarti tempat yang kering dan bunga memiliki arti kehidupan, yang akan membawa manusia dari zaman kegelapan menuju kebahagian.
“Endog-endogan di Banyuwangi diprakarsai oleh KH Abdullah Faqih yang memiliki filosofi yang cukup dalam, di mana kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa kebahagian dan keberkahan bagi seluruh umat,” ungkap budayawan Banyuwangi, Hasan Basri.
Tradisi Panjang Mulud, Perayaan Maulid Nabi Warisan dari Sultan Banten
Telur pada tradisi ini memiliki makna sendiri yaitu terdapat tiga lapisan mulai dari kulit, putih telur dan kuning telur melambungkan iman, Islam, dan ihsan. Sementara batang pohon pisang yang dapat tumbuh kembali, memiliki makna pantang menyerah.
“Telur memiliki makna tersendiri, yakni iman, Islam, dan ihsan yang merupakan tiga bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam diri manusia,” jelasnya.
Patut dilestarikan
Karena kuatnya tradisi ini, Ipuk berharap masyarakat terus melestarikannya. Karena bukan hanya sebagai bentuk ekspresi religi, tetapi juga memperkuat kekuatan sosial dan paguyuban di tengah masyarakat.
“Inilah bentuk nyata dari nilai utama Pancasila tentang gotong royong. Semua masyarakat terlibat dalam menyukseskan kegiatan,” terangnya.
Menikmati Tradisi Nasi yang Disholawatkan untuk Peringati Maulid Nabi
Ada sebagian daerah di Banyuwangi yang melakukan kirab endog-endogan dari Dusun Glondong, Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Desa Sraten, Kecamatan Cluring, dan di Desa Genteng Wetan.
“Ini dilakukan selama bulan Mulud (Rabiul Awal) bahkan di bulan Bakda Mulud (Rabiul Akhir),” jelasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News