Sebuah survei terbaru oleh Ipsos, perusahaan riset pasar dan konsultasi multinasional, mengungkapkan kekhawatiran signifikan di Malaysia. Menurut survei tersebut, 71% responden sangat mendukung larangan penggunaan media sosial oleh anak-anak di bawah usia 14 tahun, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Angka ini menempatkan Malaysia di urutan kedua setelah Indonesia, yang memiliki persentase tertinggi sebesar 79%. Tingkat dukungan Malaysia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 60%.
Survei yang melibatkan wawancara online dengan 23.754 orang dewasa dari 30 negara antara 21 Juni dan 5 Juli tahun ini, termasuk 500 responden dari Malaysia yang berusia 18 hingga 74 tahun.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden Malaysia, yaitu 51%, mendukung larangan penggunaan telepon seluler di sekolah.
Selain itu, kekhawatiran tentang kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT mulai muncul, dengan 29% responden Malaysia setuju bahwa penggunaan ChatGPT di kalangan pelajar harus dibatasi.
Tanggung Jawab Guru yang Semakin Meningkat
Mayoritas warga Malaysia, yaitu 64%, percaya bahwa guru bertanggung jawab untuk memastikan anak-anak memperoleh keterampilan literasi dan numerasi dasar. Sementara itu, hanya 31% responden yang sepenuhnya mempercayakan tanggung jawab ini kepada orang tua. Setengah dari warga Malaysia juga percaya bahwa guru harus memainkan peran utama dalam mengajarkan literasi digital dan keselamatan online, dengan 56% responden menyetujui hal ini.
Dalam konteks ini, kepercayaan warga Malaysia terhadap sistem pendidikan nasional relatif tinggi, dengan 44% responden memberikan penilaian positif, di atas rata-rata global sebesar 33%.
Tren Global dalam Pembatasan Media Sosial untuk Anak
Meskipun Malaysia melaporkan dukungan 71% untuk melarang media sosial bagi anak di bawah usia 14 tahun, banyak negara maju juga menunjukkan dukungan signifikan.
Sebagian besar negara ini memiliki tingkat dukungan di atas 50%, kecuali Jerman yang sebesar 40%. Dukungan tinggi terlihat di Jepang (52%), Swedia (53%), Korea Selatan (57%), Singapura (59%), Amerika Serikat (60%) dan Belanda (66%). Prancis menempati urutan teratas dengan tingkat dukungan tertinggi sebesar 80%. Angka-angka ini mencerminkan tren global mengenai kekhawatiran dampak media sosial terhadap anak-anak.
Risiko Tersembunyi dari Smartphone dan Media Sosial bagi Anak-anak
Menurut laporan dalam Canadian Medical Association Journal berjudul "Smartphones, Social Media Use, and Youth Mental Health," penggunaan smartphone dan media sosial terbukti meningkatkan stres psikologis, perilaku menyakiti diri sendiri, dan kecenderungan bunuh diri di kalangan remaja, dengan dampak terbesar pada perempuan.
Media sosial sering memengaruhi persepsi diri dan hubungan interpersonal melalui perbandingan sosial dan interaksi negatif, seperti perundungan siber, serta sering menormalkan perilaku berisiko. Selain itu, penggunaan smartphone yang berlebihan menyebabkan kekurangan tidur kronis, yang berdampak negatif pada kognisi, kinerja akademis, dan fungsi sosial-emosional.
Kampanye kesadaran publik dan kebijakan sosial yang mendukung lingkungan rumah dan sekolah yang mendukung sangat penting untuk membantu remaja menghadapi tantangan saat ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News