alunan simfoni kala malam di malioboro - News | Good News From Indonesia 2024

Alunan Simfoni Kala Malam di Malioboro

Alunan Simfoni Kala Malam di Malioboro
images info

"Musisi jalanan mulai beraksi. Seiring laraku kehilanganmu. Merintih sendiri. Ditelan deru kotamu." Penggalan bait dalam lagu berjudul Yogyakarta karya Kla Project tersebut, rasanya cocok untuk menggambarkan suasana malam di Malioboro.

Terangnya lampu kota mengiringi langkah pejalan kaki yang hilir mudik menikmati malam. Ditengah riuhnya orang, terdengar nan jauh simfoni yang memaksa untuk mendekat.

Tampak musisi jalanan mulai beraksi, dengan bersenjatakan gitar dan seperangkat alat musik, dinyanyikannya lagu yang menemani nuansa malam kala itu. Sabtu, 7 September 2024, bandinikamiaku tengah menampilkan kepiawaiannya di Café Loko yang berada persis di samping Stasiun Tugu. Getaran harmoni disambut sorak sorai pendengar, menjadi pertunjukan menarik ditengah riuhnya jalanan Malioboro.

Ikon kota Yogyakarta tersebut memang menjadi sarana musisi jalanan menampilkan kepiawaian, sekaligus mencari nafkah untuk menyambung hidupnya. Soegatri nama panggung dari Agus Tri (36), vokalis sekaligus frontman bandinikamiaku melakukan hal tersebut setiap harinya sedari duduk di bangku sekolah menegah.

“Saya mulai ngamen dari SMK di Malioboro, awalnya untuk mencukupi kebutuhan buat bayar uang sekolah. Sehari bisa dapat 70 ribu,” ungkap Agus.

Semejak 2021, pasca pandemi yang melelahkan, Agus merasa sedikit kebingungan untuk menyambung hidupnya menjadi musisi jalanan. Di tengah ketidakpastian, Agus mencoba memberanikan diri untuk menawarkan jasanya kepada pihak Café Loko.

“Pertama kali main di Café Loko, saya ga dibayar sama pihak Café, ini juga karena pihak Café sedikit kedatangan pengunjung, jadi saya hanya mendapat uang dari tip pengunjung saja,” ujar Agus.

Bersama band-nya, sekarang Agus menjadi ikon dari Café Loko tersebut. Bandinikamiaku selalu menampilkan hiburan musik setiap harinya, dari pukul 7 sampai 10 malam.

Ia merasa sangat bersyukur bisa mendapat tempat ngamen yang strategis. Café yang berada tidak jauh dari Stasiun Tugu tersebut, setiap harinya selalu padat oleh pengunjung yang ingin menikmati Malioboro sembari bersantai.

“Café loko itu tempat yang strategis untuk bernyanyi, berada di dekat Maliboro dan Stasiun Tugu membuat banyak wisatawan yang bakal melihat kami bermain.” ucap Agus

Kemampuan entertain baginya merupakan hal wajib untuk setiap musisi jalanan. Tak hanya pandai bernyanyi sembari memainkan alat musik, musisi jalanan perlu untuk menguasai selera serta interaktif dengan pendegar. Agus merasa Malioboro tidak hanya sekedar tempat wisata. Lebih dari itu, Malioboro merupakan tempat unjuk gigi untuk jenjang karir bermusiknya.

“Saya pernah bertemu produsen musik, seniman dari daerah lain, dan musisi musisi yang punya kompetensi. Saya pernah diajak untuk membuat lagu ketika saya bertemu dengan mereka, di akun musik digital saya bernama soegatri,” Agus bercerita.

Ketika sedang memainkan musiknya, tak sedikit pengunjung ikut serta dalam berdendang. Tak hanya berdendang, beberapa orang ikut bergoyang selaras dengan alunan irama.

Kala itu lagu Bento karya Iwan Fals sedang ditampilkan. Dengan alunan gitar, bass, dan dentuman drum, Bento dinyanyikan dengan penuh sorak-sorai.

Malam itu Malioboro ramai dengan alunan simfoni musisi jalanan. Tidak hanya di Café Loko, beberapa titik di Maliboro seraya ikut berdendang menyemarakan nuansa malam minggu.

Alunan musik terdengar di Selasar Malioboro, ketika musisi jalanan bernyanyi menemani pengunjung yang sedang menikmati hidangan angkringan. Bahkan ketika jam menuju pukul 11 malam, Teras Malioboro 2 masih menampilkan musisi jalanan memainkan musik dangdut.

Alunan simfoni di sepanjang Jalan Malioboro mengingatkan Nanda, seorang mahasiswa perantauan dari Bali, tentang nuansa khas Kota Yogyakarta.

Ramainya pejalan kaki dan alunan simfoni musisi jalanan, selalu teringat tatkala dirinya pulang ke kampung halaman.

“Rasanya Malioboro memiliki ikatan magis untuk perantau, saya kalau meninggalkan Yogya, selalu teringat dengan ramainya Malioboro kala malam hari,” ujar Nanda.

Dirinya juga sangat menikmati pertunjukan musisi jalanan. Walaupun dia mengakui bukan orang yang ahli dalam musik, namun ia sangat menyukai ketika lagu Sheila On 7 dibawakan kala menikmati malam di Malioboro.

“Saya suka lagu Sheila On 7, mungkin karena asalnya dari Yogyakarta, dan jika dimainkan kala di Malioboro, semakin membuat nuansa memori yang kental,” terang Nanda.

Agus juga sempat mengatakan, bahwa menjadi musisi jalanan tidak sekedar memainkan musik lalu selesai. Lebih dari itu, musisi jalanan harus bisa memberikan kesan pada musik yang mereka bawakan.

“Musik harus dimainkan dengan kesan yang mendalam, kesan itu akan tertanam dalam telinga pendengar dan akan menjadi alasan untuk dirinya kembali,” ucap Agus.

Ia menceritakan, bahwa lewat musik-lah banyak orang mengenalinya dan kembali untuk mendengarnya. Kembali ke Café Loko, dan melihatnya melakukan hal yang sama, yaitu bernyanyi.

Persis apa yang disampaikan dalam penggalan lirik lagu Sesuatu di Jogja karya Adhitia Sofyan. "Terbawa lagi langkahku ke sana, Mantra apa entah yang istimewa, Kupercaya, selalu ada sesuatu di Jogja."

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.