Analisis terbaru tentang sentimen publik di negara-negara ASEAN menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam pandangan terhadap calon mitra strategis. Data survei dari Pusat Studi ASEAN di Institut ISEAS–Yusof Ishak mengindikasikan meningkatnya preferensi terhadap China sebagai mitra strategis utama, mengalahkan Amerika Serikat. Perubahan ini menandakan pergeseran dalam lanskap geopolitik Asia Tenggara.
Survei yang dilakukan antara 3 Januari dan 23 Februari oleh lembaga think tank yang berbasis di Singapura ini melibatkan 1.994 responden dari berbagai sektor, termasuk akademisi, bisnis, pemerintah, masyarakat sipil, dan media. Responden mewakili negara-negara anggota ASEAN, dengan jumlah peserta terbanyak berasal dari Singapura dan Indonesia.
Tren Baru dalam Pilihan Kemitraan Strategis
Hasil survei menunjukkan bahwa pada tahun 2024, 50,5% responden di sepuluh negara ASEAN lebih memilih China, sementara 49,5 persen memilih Amerika Serikat sebagai mitra strategis.
Perubahan ini sangat mencolok dibandingkan data tahun lalu, ketika 38,9% memilih China dan 61,1& lebih memilih Amerika Serikat. Dukungan terhadap AS sebagai mitra strategis juga turun menjadi 49,5%, dari 61,1% tahun lalu.
Untuk pertama kalinya sejak 2020, Beijing telah mengungguli Washington dalam survei tahunan ini. Selain itu, selama empat tahun berturut-turut, China dan ASEAN telah menjadi mitra dagang utama satu sama lain, dengan volume perdagangan total mencapai $911,7 miliar pada tahun 2023.
Popularitas China Meningkat di Kalangan Warga ASEAN
China mengalami lonjakan popularitas yang signifikan di Asia Tenggara, dengan dukungan meningkat dari 38,9% tahun lalu menjadi 50,5% tahun ini. Peningkatan dukungan ini terutama terlihat di negara-negara seperti Malaysia (75,1%), Indonesia (73,2%), Laos (70,6%), Brunei (70,1%), dan Thailand (52,2%).
Terutama, Indonesia, Laos, dan Malaysia—negara-negara yang sangat diuntungkan dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) China dan hubungan perdagangan yang kuat—menunjukkan peningkatan dukungan lebih dari 20 poin persentase dibandingkan tahun lalu.
Di Kamboja, dukungan untuk China naik sekitar 18 poin persentase menjadi 45% pada tahun 2024, meskipun masih di bawah 50 persen secara keseluruhan. Situasi serupa juga terlihat di Thailand dan Myanmar, di mana dukungan meningkat sekitar 10 poin persentase di setiap negara, dengan Myanmar mencapai tingkat dukungan 42,3% pada tahun 2024.
Namun, bayang-bayang dominasi China mengkhawatirkan banyak responden, dengan 45,5% mengungkapkan kekhawatiran tentang potensi ancaman Beijing terhadap kedaulatan nasional mereka.
Kekhawatiran ini terutama dirasakan di negara-negara seperti Filipina (90,2%) dan Vietnam (72,5%), yang menghadapi tindakan agresif China di Laut Cina Selatan.
Tiga Negara ASEAN Pertahankan Dukungan untuk AS
Sementara itu, dukungan untuk Amerika Serikat telah menurun lebih dari 10% dibandingkan tahun lalu. Meski begitu, AS masih menikmati dukungan mayoritas di Filipina (83,3%), Vietnam (79,0%), Singapura (61,5%), Myanmar (57,7%), dan Kamboja (55,0%). Dukungan ini menunjukkan ketahanan AS di beberapa negara, meskipun ada penurunan secara keseluruhan.
Di Filipina, kepercayaan terhadap AS bahkan meningkat signifikan dari 78,8% tahun lalu menjadi 83,3% tahun ini, mencapai titik tertinggi sepanjang masa. Kenaikan ini sejalan dengan penguatan aliansi keamanan Filipina dengan AS sebagai respons terhadap agresi China di Laut Cina Selatan.
Negara-negara lain yang terus menunjukkan dukungan kuat untuk AS termasuk Vietnam (79%) dan Singapura (61,5%). Di ketiga negara ini, dukungan untuk AS tetap stabil dibandingkan dengan tahun 2023.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News