Cerita ini terinspirasi dari panel relief candi Nusantara. Cerita termasuk ke dalam Jataka, yaitu kumpulan fabel tertua di India dan termasuk sub kelas cerita Pancatantra atau dongeng binatang berbingkai yang berisi ajaran moralitas.
Cerita ini berdasarkan sumber-sumber ilmiah yang dapat dibaca pada referensi (referensi terlampir pada akhir cerita). Kisah tersebut sedikit dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan pembaca ramah anak, dengan tidak menghilangkan esensi moral di dalamnya.
Lala si Pelatuk dan Rahu si Singa
Dikisahkan terdapat negeri yang penduduknya dihuni oleh para hewan-hewan yang unik. Keunikan mereka karena memiliki sifat-sifat seperti layaknya manusia. Sifat rendah hati, marah, kebaikan, kerakusan membuat negeri ini dijuluki negeri dongeng.
Negeri ini dipenuhi oleh hewan cantik dan eksotis. Salah satu hewan yang terkenal di kalangan negeri itu adalah seekor burung pelatuk bernama Lala. Lala adalah primadona oleh para hewan, terutama burung. Selain memiliki suara yang merdu, Lala juga terkenal sangat baik hati karena dia sering menolong banyak hewan.
Berbeda dengan burung pelatuk lainnya yang memakan hewan kecil, Lala hanya makan bunga, daun, dan buah-buahan agar tidak menyakiti hewan-hewan kecil tersebut. Bagi dia, kasih sayang dan kebaikan akan selalui menyertainya jika dia melakukan kebaikan kepada makhluk hidup lainnya.
Ibaratkan dua mata koin, begitu juga dengan prilaku terdapat sifat kebajikan dan kejahatan. Perilaku kejahatan tergambarkan dari seekor hewan yang merasa dirinya di atas segalanya, yaitu sang singa yang bernama Rahu. Perilakunya sangat berkebalikan dengan Lala. Dia ingin selalu mendominasi, rakus, dan memiliki harga diri yang tinggi.
Dengan tempat tinggal berbeda seperti langit dan bumi. Lala yang selalu terbang dan Rahu yang selalu di daratan membuat mereka jarang berpapasan. Namun, takdir bisa bertindak lebih untuk menghubungkan mereka berdua.
Rakus dan Rendah Hati
Rahu tidak segan-segan untuk menyergap dan mengejar mangsanya dengan ganas. Kerakusannya membuat dia selalu lapar dan selalu merasa tidak cukup. Bahkan satu rusa tidak cukup baginya. Hasrat lapar yang tinggi membuat dia menjadi handal dalam memangsa.
Suatu ketika Rahu mendapatkan keberuntungan, dia berhasil menangkap tiga rusa dalam sehari. Pikirnya bahwa makanan kali ini sangat istimewa dan akan membuatnya kenyang. Satu rusa habis dalam sekali lahap. Dia masih belum merasa kenyang. Karena itu, akhirnya rusa kedua dia makan dan habiskan, tetapi lagi-lagi dia belum puas.
Sebelumnya dia berpikir untuk memakan rusa yang terakhir besok, tetapi sifat rakusnya mengalahkan pikirannya. Akhirnya dia memakan rusa yang ketiga. Namun, nahasnya saat suapan terakhir ternyata tulang dari rusa tersebut tersangkut di tenggorokannya. Hingga dia mengaum kesakitan dan mencoba mengeluarkannya, tetapi pupus.
Baca juga: Legenda Cerita Rakyat Candi Nusantara: Durbudi Si Kura-Kura Terbang
Akhirnya dia mengerang untuk meminta pertolongan. Para hewan memang mendengarkan pertolongannya, tetapi para hewan pun takut karena berpikir bahwa Rahu akan berbohong dan malah menyantap mereka.
Erangan kesakitan Rahu sangat menggema di sepenjuru hutan dan tidak sengaja terdengar oleh Lala. Perasaan menolong yang besar membuat Lala akhirnya menemui suara tersebut.
Saat Lala menghampiri Rahu, dia menanyakan mengapa suara Rahu menggelegar hingga penjuru hutan. Rahu sinis melihat burung itu dan berpikir mana bisa burung itu menyelamatkannya, “Sudahlah burung kecil, kau tidak akan bisa membantuku!” jawab Rahu sambil menahan sakit.
Lala tidak menggubris perkataan Rahu dan terus mengamati penyebab sakitnya. Bagi Lala yang paling penting adalah keselamatan Rahu. Akhirnya, ia menemukan penyebab sakitnya Rahu dan mengatakan kepadanya “Wahai singa, aku mengetahui kenapa engkau menerang kesakitan, karena ada tulang yang tersangkut di dalam tenggorokanmu”.
Rahu hanya diam dan tetap sinis kepada Lala. Akhirnya Lala berkata “Aku akan menolongmu mengeluarkan tulang itu, walaupun tubuhku kecil tetapi paruhku bisa membantu mengeluarkan tulang itu, jika tidak disingkirkan maka sirna pula nyawamu.” Mendengar hal tersebut membuat Rahu berpikir dan menimbang dan akhirnya membuka mulutnya untuk Lala masuki.
Keberaniannya yang besar mengalahkan rasa takut akan dimakan oleh Rahu. Dia dengan cepat masuk kedalam mulut hingga tenggorokannya Rahu dan mematuk dan mengambil tulang yang tersangkut di tenggorokan Rahu. Sang singa hanya pasrah, karena dia merasakan kesakitan luar biasa dari tulang itu.
Akhirnya Lala berhasil mengeluarkan tulang tersebut. Tanpa mengucapkan terima kasih ke Lala, Rahu langsung pergi meninggalkan Lala. Dia malu dengan apa yang telah terjadi dan menjatuhkan harga dirinya yang tinggi sebagai puncak rantai makanan. Ditolong oleh seekor burung membuatnya merasa jatuh.
Baik hatinya Lala, dia hanya tersenyum tulus melihat Rahu sembuh dan tidak mengharapkan terima kasih juga. Lala senang sudah bisa berbuat baik kepada hewan lain sekuat apapun hewan tersebut.
Air Susu dibalas Air Tuba
Takdir memang memilukan, mereka berdua ternyata bertemu lagi. Ketika kekeringan melanda membuat banyak makhluk hidup kesulitan. Situasi ini membuat Lala sulit untuk mencari makanan. Dia selalu kekurangan makanan, membuat dia harus kesana kemari.
Tetapi tidak bagi Rahu, justru saat kekeringan membuat dia bisa memangsa lebih cepat karena fokus hewan-hewan seperti rusa dan kancil menurun akibat kekeringan ini. Bahkan dia bisa mendapatkan 3 ekor rusa lagi.
Ketika Lala menelusuri penjuru hutan untuk mencari makanan, dia tidak sengaja melihat Rahu yang asik menyantap daging buruannya. Kelaparan membuat Lala memberanikan diri untuk meminta bagi sedikit makanan singa itu. “Wahai singa, apakah aku boleh meminta sedikit makanan mu untuk ku, kekeringan ini membuat ku sulit mencari makanan” tanya Lala ke Rahu.
Sinis wajah Rahu kepada Lala, karena ia tahu persis bahwa Lala yang sebelumnya menolongnya. Namun, harga diri yang tinggi dan ego yang tinggi juga membuat Rahu melupakan rasa terima kasih kepada penolongnya dan akhirnya berbohong kepada Lala.
“Wahai burung pelatuk, aku tau kau sebelumnya menyelamatkanku. Tetapi aku tidak ingin mebagikan makananku karena aku sulit mencari makanan ini. Sebaiknya kau pergi saja sebelum kau menjadi santapan berikutnya!!”
Mendengar perkataannya tidak membuat Lala marah atau membenci Rahu. Justru membuat Lala mendapatkan pealajaran hidup dan berbicara dalam hati, “Sebaiknya aku berusaha lebih keras dahulu, mungkin sekarang aku belum mendapatkannya tetapi kesabaran akan menuntunku menjadi lebih baik”.
Akhirnya Lala pergi melanjutkan perjalanan diiringi senyum tulus ke Rahu. Tidak berselang lama karma itu muncul kepada Rahu, dia tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya setelah memakan banyak makanan. Bahkan sakitnya membuat ia tidak bisa berteriak dan hingga nyawa Rahu tidak tertolong. Karena perilaku semasa hidupnya, Rahu dikenang sebagai hewan yang mati karena karma atas kerakusan, kebohongan, dan kekejamnnya.
Referensi
https://jsrw.ikj.ac.id/index.php/jurnal/article/view/172
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News