perilaku profesional humas indonesia seperti apa - News | Good News From Indonesia 2024

Perilaku Profesional Humas Indonesia, Seperti Apa?

Perilaku Profesional Humas Indonesia, Seperti Apa?
images info

Apa yang membedakan seseorang profesional atau tidak? Pertama, jelas keahliannya. Seorang profesional pastinya mahir dan ahli dalam suatu bidang. Ia memiliki kompetensi dan skill yang mumpuni dalam bidang yang dikuasainya.

Hal itu berlaku umum untuk semua profesi, termasuk humas alias hubungan masyarakat. Tanpa keahlian spesifik, tidak mungkin seseorang bisa menjadi humas profesional.

Namun, memiliki keahlian saja tidak cukup untuk menjadi seorang profesional humas. Hal berikutnya yang mencirikan seorang humas profesional adalah perilakunya. Maksudnya bagaimana?

Seseorang yang berprofesi humas tidak bisa bertindak sembarangan, semaunya sendiri. Sama seperti profesi-profesi lainnya secara umum, profesi humas juga memiliki pedoman yang mengatur tingkah laku para pelaku profesi humas. Pedoman itu dirumuskan sebagai kode etik profesi.

Humas vs Algoritma Digital: Tantangan Nyata Praktisi Komunikasi di Era Dominasi AI

Kode Etik Profesi Humas

Betul, tak hanya dokter yang punya kode etik. Profesi humas pun punya. Apa isinya, dan untuk apa?

Rujukan paling umum kode etik kehumasan Indonesia adalah kode etik Perhumas. Kode etik ini dirumuskan oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas).

Kode etik Perhumas cukup ringkas, isinya hanya empat pasal. Keempat pasal itu pada dasarnya mengatur perilaku seorang profesional humas terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan profesinya, termasuk klien atau atasan, masyarakat, media massa, dan rekan sejawat.

Standar Moral dan Reputasi Tinggi

Perilaku atau sikap pribadi seorang profesional humas diatur dalam Pasal I Kode Etik Kehumasan Indonesia, mengenai komitmen pribadi. Pasal ini menyatakan bahwa anggota Perhumas memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi yang tinggi dalam menjalankan profesi humas.

Profesional humas juga harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini tercantum pada ayat kedua dan ketiga. Kedua ayat ini menyatakan kewajiban untuk berperan nyata dalam upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia, serta mengembangkan hubungan antarwarga negara untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia.

Prinsip Integritas, Trust, & Respect

Pasal II Kode Etik Kehumasan Indonesia mengatur perilaku terhadap klien atau atasan. Pasal ini berfokus pada integritas, conflict of interest, prinsip kepercayaan, dan respect.

Integritas termaktub dalam ayat pertama, yakni berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan. Prinsip conflict of interest atau konflik kepentingan terkandung dalam ayat kedua, yaitu tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau bersaing tanpa persetujuan pihak-pihak yang terkait.

Pekerjaan Humas di Era Digital, Apakah Tergantikan oleh AI?

Ayat ketiga mengharuskan jaminan menjaga rahasia dan menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan, baik yang aktif saat ini maupun yang pernah berhubungan sebelumnya, alias eks-klien atau eks-atasan. Sementara prinsip respect atau saling menghormati dibahas pada ayat keempat, yaitu tidak merendahkan martabat klien atau atasan, baik dalam bentuk tindakan ataupun ucapan.

Selanjutnya pada ayat kelima dan keenam, dibahas juga prinsip integritas dalam hal pemberian jasa dan imbalannya. Prinsipnya, imbalan atau pembayaran atau komisi adalah berdasarkan jasa yang diberikan kepada klien atau atasan dengan kejelasan lengkap.

Antihoaks

Sesuai namanya, masyarakat adalah sentral dari humas, dan merupakan stakeholder utama. Oleh karena itu, kepentingan masyarakat harus diutamakan, termasuk harga diri anggota masyarakat. Hal ini tercantum dalam Pasal III mengenai perilaku terhadap masyarakat dan media massa.

Prinsip yang terdapat pada ayat pertama tersebut diperkuat dengan ayat keempat yang mengutamakan kepentingan masyarakat dalam skala lebih besar, yakni kepentingan Indonesia.

Pasal III juga menitikberatkan integritas informasi, termasuk masalah hoaks. Ayat kedua melarang manipulasi integritas sarana dan jalur komunikasi massa, sedangkan ayat ketiga melarang penyebarluasan informasi tidak benar atau menyesatkan. Pelanggaran terhadap ayat ketiga ini bahkan disebut dapat menodai profesi kehumasan.

Penjegalan Sejawat

Ada sebuah ungkapan yang sudah sangat dikenal, “Sesama bus kota dilarang saling mendahului.” Apa hubungannya dengan profesi humas? Ungkapan itu mengandung makna saling mendukung dan bekerja sama, tidak saling menjatuhkan.

Prinsip serupa terdapat dalam Pasal IV Kode Etik Kehumasan Indonesia, yakni mengenai perilaku terhadap sejawat. Bila menggunakan jargon bus kota tersebut, mungkin begini bunyinya, “Sesama praktisi kehumasan dilarang saling menjegal, dan harus saling membantu.”

Kode Etik Penulis dan Hoaks

Lebih tepatnya terdapat pada ayat pertama yang mengatur mengenai tindakan merusak dan mencemarkan reputasi rekan sejawat. Kemudian, ayat kedua mengatur spesifik bahwa praktisi kehumasan Indonesia tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya.

Ayat selanjutnya dalam Pasal IV sekaligus ayat paling akhir dari Kode Etik Kehumasan Indonesia mengharuskan praktisi kehumasan saling membantu dan bekerja sama dengan sejawat di seluruh Indonesia, untuk menjunjung tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan Indonesia.

Dijiwai Pancasila dan UUD 1945

Kode Etik Kehumasan Indonesia dirumuskan oleh Perhumas dengan dijiwai oleh Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan tata kehidupan nasional. Selain itu, juga diilhami oleh Piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai landasan tata kehidupan internasional, dan Deklarasi ASEAN sebagai landasan pemersatu bangsa-bangsa Asia Tenggara.

Kode Etik Kehumasan Indonesia berpedoman pada cita-cita dan tekad untuk mengamalkan sikap dan perilaku kehumasan profesional.

Walaupun Kode Etik Kehumasan Indonesia secara khusus mengikat anggota Perhumas, dan sanksi atas pelanggarannya pun berlaku spesifik untuk anggota Perhumas, tetapi praktisi kehumasan di Indonesia secara umum juga didorong untuk mematuhinya. Idealnya memang demikian, bukan?

Dengan demikian, seorang praktisi humas yang tidak mematuhi Kode Etik Kehumasan Indonesia sudah jelas tidak dapat diakui sebagai seorang profesional humas. Ia pun tidak dapat menyebut dirinya sebagai seorang profesional humas, sebagaimana pun ahlinya.

 

Sumber:

https://www.perhumas.or.id/sejarah/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.