Membaca karya sastra berarti membaca perkembangan masyarakat serta budaya dan peristiwa-peristiwa yang meliputinya dalam setiap perkembangan zaman. Termasuk peristiwa-peristiwa kelam yang terjadi di masa lalu.
Jika buku sejarah cenderung menyoroti kehidupan suatu negara, wilayah dan kelompok yang mempengaruhi banyak hal untuk memberi informasi sejarah, maka novel sastra yang mengangkat latar sejarah tidak hanya ditulis untuk menambah pengetahuan pembaca, melainkan juga untuk mempengaruhi perasaan batin dan emosi pembaca melalui tokoh-tokoh yang dikisahkan.
Beberapa buku novel sastra Indonesia berlatar sejarah berikut, dapat menambah pengetahuan sejarah Kawan GNFI tentang Indonesia, loh. Apa saja itu? Mari, simak artikelnya.
1. Novel Pulang - Leila S. Chudori
Siapa yang tak kenal Leila S. Chudori? Salah satu karya best sellernya “Laut Bercerita”, telah sukses menjangkau pembacanya lebih luas. Tak terkecuali pula dengan “Novel Pulang”, yang telah mengalami cetak ulang ke-26 dengan cover terbaru.
Terkenal sebagai penulis yang selalu mengandalkan riset mendalam dalam karyanya, Novel “Pulang” menjadi salah satu novel berlatar sejarah miliknya yang begitu kompleks mengangkat peristiwa kelam 65.
Novel ini mengisahkan gambaran kehidupan para eksil politik dampak 30S/PKI yang tidak dapat pulang ke Indonesia karena dipersulit oleh pemerintahan Indonesia yang menjabat saat itu.
Tidak hanya mengangkat isu sejarah, pembaca juga akan dibuat terhanyut dengan kisah romansa Dimas Suryo, salah satu tokoh utama dalam cerita tersebut yang mau tidak mau harus melanjutkan hidup di negara asing sampai menjalin hubungan pernikahan dengan perempuan asal Prancis, Vivienne Deveraux.
Dari hasil pernikahannya, mereka dikaruniai anak perempuan bernama Lintang. Perjuangan Dimas Suryo untuk kembali ke Indonesia tetap berlanjut melalui Lintang.
Kisah romansa yang rumit dan kondisi negara yang pelik saat itu membuat novel ini menjadi sangat menarik untuk dibaca bagi Kawan yang belum membacanya.
2. Novel Amba - Laksmi Pamuntjak
Novel Amba merupakan salah satu Novel karya Laksmi Pamuntjak yang terbit pertama kali tahun 2012. Novel yang telah memenangkan penghargaan sastra di Jerman pada tahun 2016 ini juga menyinggung isu sejarah 65.
Riset Laksmi begitu luas, sebab ia tidak hanya mendeskripsikan bagaimana situasi Kediri dan Yogyakarta akibat dampak peristiwa 65 melalui kisah percintaan Amba. Ia juga menghadirkan bagaimana kesedihan hidup orang-orang yang diasingkan di Buru akibat dampak 65 beserta patahan peristiwa kelam yang pernah terjadi di kota Ambon.
Kepiawaian Laksmi dalam membingkai kata-kata dalam novelnya membuat pembaca tidak hanya terharu dengan kisah romansa yang menyedihkan, tapi juga tercerahkan oleh gambaran kondisi politik Indonesia pasca kemerdekaan. Bagaimana tiap latar tempat dideskripsikan, begitu detail. Novel ini sangat sayang untuk Kawan lewatkan.
Baca Juga: Inilah Beberapa Novel Terbaik Indonesia yang Harus Kamu Baca
3. Novel Orang-orang Oetimu - Felix K.Nesi
Novel yang diterbitkan pertama kali di tahun 2019 ini ditulis oleh seorang sastrawan asal Timur Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Tanpa menghilangkan unsur kedaerahannya, Felix mengambil latar tahun 1990-an untuk mengangkat gambaran kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah pelosok kecil NTT, Oetimu, dengan mengaitkannya pada ketegangan situasi politik di era Soeharto. Di mana pada masa itu pula, sedang terjadi gejolak pergerakan Timor-Timur yang hendak memisahkan diri dari Indonesia.
Pembaca tidak hanya diajak untuk melihat bagaimana dampak situasi politik dan kepercayaan akan tradisi kuno mempengaruhi daerah pelosok Timur Nusa Tenggara di masa itu, melainkan juga ketertindasan yang dialami perempuan dan etnis lain yang menetap di sana.
Meski demikian, novel berlatar sejarah yang kritis ini penuh sarkasme yang jenaka, sehingga cukup membuat pembaca akan terkekeh-kekeh ketika membacanya.
4. Novel Segala Yang Dihisap Langit - Pinto Anugrah
“Segala yang Dihisap Langit” merupakan novel yang mengangkat latar sejarah dari pulau Sumatra. Novel terbitan Bentang Pustaka yang juga ditulis oleh seorang sastrawan asal Sumatra ini, mengajak pembaca untuk melihat bagaimana rupa adat Minangkabau di masa pra-Islam.
Wajah adat Minangkabau di masa sebelum masuknya syariat Islam diwarnai oleh konflik-konflik perang saudara antara kaum Padri dan kaum adat di abad ke-18.
Baca juga: Kisah Perang Padri: Berawal dari Perang Saudara Berakhir Melawan Belanda
Kaum Padri adalah sebutan untuk sekelompok masyarakat yang menegakkan syariat Islam dalam tatanan masyarakat Minangkabau.
Konflik utama dalam novel ini begitu menegangkan. Sebab kaum Padri sebelum datangnya Imam Bonjol adalah kaum yang dengan anarkis atas nama agama, berani menumpas orang-orang adat dengan kekerasan dan membunuh.
Rupa adat Minangkabau diwakilkan dengan jelas melalui tokoh perempuan bernama Bungo Rabiah, seorang keturunan ketujuh bangsawan yang konon harus menikahi bangsawan pula agar dapat melahirkan anak perempuan. Alasannya, hanya dengan begitu generasi kaumnya tidak akan terputus.
Meskipun isu sejarah lokal yang diangkat begitu kompleks, Kawan tidak akan menyadari jika dapat menghabiskan bacaan 134 halaman ini dengan sekali duduk.
Itulah beberapa novel karya penulis Indonesia berlatar sejarah yang bisa Kawan jadikan sebagai daftar bacaan sekaligus menjadi media penghubung alternatif bagi Kawan, juga tiap-tiap generasi yang ingin mempelajari sejarah lewat kisah-kisah hidup orang lain.
Referensi:
- https://jatengpos.co.id/baca-novel-sejarah-seribu-manfaat/arif/
- https://www.telkomsel.com/jelajah/jelajah-lifestyle/mengenal-leila-s-chudori-biodata-dan-buku-bukunya
- https://www.kompas.id/baca/figur/2022/02/19/felix-nesi-provokasi-si-provokator
- https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/16/073000279/siapakah-kaum-adat-dan-kaum-padri-?page=all
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News