Sebagai usaha guna memaksimalkan pemanfaatan tanaman lokal di Desa Sarwodadi, Kecamatan Pejawaran, Banjarnegara, mahasiswa KKN-PPM UGM sosialisasikan langkah fitoterapi guna meningkatkan taraf kesehatan masyarakat setempat. Fitoterapi sendiri merupakan upaya pemanfaatan tanaman obat sebagai media pencegahan, pemeliharaan dan pengobatan suatu penyakit.
Kegiatan ini terlaksana sejak tanggal 17 Juli 2024 dan dilakukan secara bertahap pada tiap-tiap dusun di Desa Sarwodadi yang bertempat di rumah salah seorang warga yang sedang menggelar perkumpulan pengajian rutin Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Setiap pertemuan dihadiri 40 peserta serta disaksikan langsung oleh Kepala Desa Sarwodadi, Budi Sampurno. Antusiasme masyarakat dalam kegiatan ini sangat tampak dari keaktifan masyarakat Sarwodadi dalam bertanya dan berinteraksi selama proses sosialisasi berlangsung.
Mahasiswa Arsitektur UGM dan PT Jatim Prasarana Utama Modernisasi Prasarana Wisata Informatif Desa Wringinanom
Daerah Banjarnegara menjadi daerah penyangga kawasan wisata Dieng yang berada di ketinggian 900—1.600 mdpl, sehingga menjadi salah satu kawasan yang memiliki tanah dengan tingkat kesuburan tinggi. Kesuburan tanahnya menjadikan kawasan ini memiliki variasi tanaman yang beragam termasuk tanaman obat.
Data survei pada beberapa titik di Desa Sarwodadi menunjukkan adanya variasi jenis tanaman obat yang memiliki potensi besar untuk digunakan dalam fitoterapi. Berbagai jenis tanaman seperti ginseng, kencur, kunyit, pegagan, gingko biloba, jinten hitam, kecubung, meniran, keji beling, tempuyung, adas, lidah buaya, hingga tembakau dapat ditemui di desa ini.
Tumbuh-tumbuhan potensial tersebut kebanyakan tumbuh liar dan bukan hasil budidaya sehingga sering kali warga menganggapnya sebagai gulma dan jarang dimanfaatkan.
Pemanfaatan tanaman lokal untuk tindakan pencegahan penyakit baik ringan maupun berat oleh masyarakat Desa Sarwodadi sebenarnya sudah cukup banyak dilakukan. Akan tetapi, implementasi fitoterapi warga hanya terbatas pada beberapa jenis tanaman yang memang sudah dipercaya secara turun temurun.
Selain keterbatasan jenis tanaman yang digunakan, cara penggunaan tanaman obat untuk mengatasi permasalahan kesehatan oleh masyarakat masih belum cukup optimal sehingga target terapi seringkali sulit tercapai.
Hal tersebut tercermin dari pernyataan seorang warga bahwa mereka sering mengonsumsi air rebusan daun yang dimasak menggunakan panci alumunium berulang kali pada air mendidih.
Padahal, proses perebusan tanaman sangat tidak disarankan menggunakan wadah berbahan alumunium atau besi karena adanya kandungan Fe atau Al dapat mengikat zat aktif tanaman. Terlebih lagi jika direbus dalam suhu tinggi kandungan senyawa ekstrak tanaman cenderung akan rusak.
Mahasiswa KKN PPM UGM Sosialisasikan Bahaya Berita Hoax dan Penipuan Online di Jetis, Sambirejo, Sragen
Masalah ini dapat menjadi semakin kompleks jika sampai menimbulkan korban jiwa akibat kesalahan pengolahan atau penggunaan tanaman obat untuk pengobatan mandiri.
Beberapa alasan yang mendasari masyarakat lebih memilih menggunakan tanaman dalam mengatasi penyakit mereka di antaranya adalah minimnya efek samping, harga lebih terjangkau, mudah dicari, perasaan sembuh dan peningkatan daya tahan tubuh setelah mengonsumsi tanaman obat, serta tidak tersedianya obat konvensional yang diinginkan di fasilitas kesehatan terdekat.
Dari sisi sains, penggunaan tanaman obat untuk mendukung pencegahan, pemeliharaan atau penyembuhan penyakit memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan obat konvensional.
1. Rentang Dosis Lebar
Tidak seperti obat konvensional yang memiliki ukuran dosis kecil, sebagian besar tanaman obat memiliki rentang dosis yang lebar sehingga penggunaanya tidak terlalu beresiko jika terjadi kelebihan dosis atau kesalahan penggunaan.
Dosis timbulnya efek samping akibat penggunaan obat berbahan tanaman juga relatif lebih besar dibandingkan obat konvensional.
2. Resiko Efek Samping Kecil
Obat dari tanaman relatif memiliki efek samping kecil karena zat aktif yang terkandung di dalamnya merupakan gabungan dari beberapa senyawa dan bukan satu zat aktif yang terkonsentrasi. Hal tersebut sangat menguntungkan jika digunakan untuk penyakit jangka panjang seperti hipertensi atau diabetes.
Inovasi Garam Fortifikasi Flavored Salt dan Garam Lulur Beraroma KKN UGM dan Tirta Bahari
3. Efisiensi yang Cukup Tinggi Jika Tepat Penggunaan
Efektivitas tanaman obat dalam upaya fitoterapi dapat tercapai jika penggunaannya tepat. Namun sebaliknya, efek toksik ataupun kegagalan fitoterapi juga dapat terjadi jika salah menggunakannya.
Sebagai langkah optimalisasi penggunaan tanaman obat di sekitar warga dan untuk menghindari kesalahan penggunaan tanaman obat yang dapat berakibat pada ketidakefektifan pengobatan atau justru terjadi progresifitas penyakit, tim KKN-PPM UGM subunit Desa Sarwodadi berusaha membantu masyarakat dalam memanfaatkan tanaman obat lokal yang tersedia di sekitar.
Tindakan tersebut untuk pencegahan, pemeliharaan, dan pengatasan penyakit. Sebab, pada dasarnya implementasi fitoterapi perlu diimbangi dengan pengetahuan yang baik untuk memastikan tindakan pengobatan telah benar.
Kegiatan sosialisasi ini tidak hanya berfokus pada peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Namun, juga upaya pemanfaatan tanaman lokal desa. Dengan demikian, tanaman yang sebelumnya dianggap gulma dapat dimaksimalkan manfaatnya.
Harapannya, setelah program ini berjalan masyarakat akan lebih mengenal jenis-jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk upaya fitoterapi dan bagaimana cara penggunaanya agar tidak terjadi hal-hal buruk akibat kesalahan pemakaian. (/noor)
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News