5 permainan tradisional yang mulai hilang ditelan waktu - News | Good News From Indonesia 2024

5 Permainan Tradisional yang Mulai Hilang Ditelan Waktu

5 Permainan Tradisional yang Mulai Hilang Ditelan Waktu
images info

Di masa lalu, sebelum gadget dan internet menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita, ada begitu banyak permainan seru yang sering dimainkan anak-anak. Permainan-permainan ini tidak hanya mengisi waktu luang tetapi juga mengasah kreativitas dan keterampilan sosial.

Namun, seiring berjalannya waktu, banyak dari permainan tradisional ini mulai dilupakan. Oleh karena itu, kita akan membahas lima permainan tradisional yang kini mulai jarang kita temui, seakan hilang ditelan waktu. Berikut daftarnya!

1. Engklek

Engklek adalah salah satu permainan tradisional yang sederhana tapi penuh tantangan. Permainan ini biasanya dimainkan di halaman atau lapangan, dengan kotak-kotak yang digambar di atas tanah atau aspal menggunakan kapur atau batu.

Cara mainnya mudah, Kawan GNFI harus melompat dari satu kotak ke kotak lain dengan satu kaki, mengikuti urutan angka yang sudah ditentukan. Jika berhasil melewati semua kotak tanpa menjatuhkan kaki kedua, Kawan GNFI bisa melanjutkan ke babak berikutnya. Tapi kalau terjatuh atau salah langkah, giliran pemain lain yang melanjutkan.

Dulu, Engklek sering dimainkan oleh anak-anak di sore hari. Namun, sekarang permainan ini sudah jarang terlihat. Anak-anak lebih sibuk dengan gadget, dan ruang terbuka yang dulu jadi tempat bermain pun mulai tergantikan oleh bangunan atau jalan raya.

2. Galah Asin

Galah Asin, yang juga dikenal sebagai gobak sodor di beberapa daerah, adalah permainan tradisional yang seru dan penuh strategi. Permainan ini dimainkan oleh dua tim, masing-masing biasanya terdiri dari lima hingga sepuluh orang. 

Tujuan dari permainan ini adalah untuk melewati garis-garis penjagaan yang dibuat oleh tim lawan dan mencapai garis akhir tanpa tertangkap. Permainannya cukup sederhana, satu tim bertugas menjaga garis dengan bergerak maju mundur atau ke samping, sementara tim lain mencoba melewati mereka. 

Jika salah satu pemain dari tim penyerang berhasil melewati semua garis penjagaan tanpa tersentuh, tim mereka akan mendapat poin. Namun, jika tertangkap, giliran tim mereka selesai, dan tim penjaga mengambil alih sebagai penyerang.

Dulu, Galah Asin sering menjadi pilihan anak-anak di waktu istirahat sekolah atau sore hari di lapangan terbuka. Namun, seiring berkurangnya lahan bermain dan meningkatnya ketertarikan pada permainan digital, Galah Asin kini jarang dimainkan.

4. Congklak

Congklak adalah permainan tradisional yang penuh strategi dan perhitungan. Permainan ini menggunakan papan khusus dengan 14 lubang kecil dan 2 lubang besar di setiap ujungnya, serta biji congklak yang biasanya berupa kerang kecil, biji sawo, atau batu kerikil.

Cara bermainnya, dua pemain bergantian memasukkan biji congklak ke dalam lubang-lubang di papan, memutar searah jarum jam. Setiap kali pemain mengambil biji dari salah satu lubang kecil di sisinya, mereka harus memasukkan satu biji ke setiap lubang berikutnya, termasuk lubang besar miliknya sendiri. 

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin biji di lubang besar milik masing-masing pemain. Permainan berakhir ketika semua biji di lubang kecil sudah habis, dan pemenangnya adalah pemain yang memiliki biji terbanyak di lubang besar mereka.

Dulu, permainan ini sangat populer di kalangan anak-anak perempuan, terutama saat waktu senggang di sekolah atau di rumah. Kini, congklak lebih sering ditemukan sebagai barang pajangan atau suvenir, ketimbang dimainkan.

4. Benteng

Benteng adalah permainan tradisional yang penuh dengan aksi dan strategi, di mana dua tim bersaing untuk menyerang dan mempertahankan "benteng" mereka masing-masing. Benteng biasanya dimainkan di lapangan terbuka, dengan dua titik sebagai "benteng" yang biasanya berupa tiang, pohon, atau objek lain yang disepakati oleh kedua tim.

Permainan dimulai dengan kedua tim menjaga benteng mereka sendiri sambil mencoba merebut benteng lawan. Setiap pemain harus lincah dan cerdas dalam mengatur taktik. Sebab, jika mereka tersentuh oleh pemain lawan di area lawan, mereka akan "tertangkap" dan ditempatkan di area penjara tim lawan.

Kemenangan diperoleh ketika salah satu tim berhasil menyentuh benteng lawan sambil meneriakkan kata "Benteng!" dengan keras. Ini menandakan bahwa mereka telah berhasil merebut benteng lawan dan memenangkan permainan.

Permainan ini dulu sangat populer di kalangan anak-anak, terutama pada sore hari setelah pulang sekolah. Namun, sekarang, dengan semakin sempitnya ruang terbuka dan berubahnya minat anak-anak ke arah permainan digital, benteng mulai jarang dimainkan.

5. Lompat Tali

Lompat Tali adalah permainan sederhana. Namun, menyenangkan yang sering dimainkan oleh anak-anak perempuan. Permainan ini memerlukan seutas tali panjang, yang biasanya terbuat dari karet atau benang, dan dua orang pemain yang memutar tali secara bersamaan, sementara pemain lainnya melompat di atasnya.

Cara mainnya adalah dengan satu pemain berdiri di tengah sementara tali diputar oleh dua orang di samping. Pemain yang melompat harus menghindari tali yang berputar dan melompat di atasnya tanpa tersangkut. Tali biasanya diputar lebih tinggi seiring dengan kemampuan pemain meningkat, mulai dari posisi rendah hingga tinggi.

Permainan ini sering dimainkan di halaman rumah, sekolah, atau area terbuka lainnya. Lompat Tali bukan hanya seru, tetapi juga bermanfaat untuk melatih kelincahan, keseimbangan, dan koordinasi tubuh.

Permainan tradisional adalah bagian penting dari warisan budaya kita yang sering kali terlupakan di tengah arus perubahan zaman. Meski banyak dari permainan ini mulai jarang dimainkan, mereka menyimpan nilai-nilai dan pelajaran berharga tentang kerja sama, strategi, dan keterampilan fisik. 

Menghidupkan kembali permainan-permainan ini tidak hanya sebagai cara untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai upaya untuk melestarikan kekayaan budaya kita. Dengan mengenalkan kembali permainan tradisional kepada generasi muda, kita tidak hanya merayakan masa lalu, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan mengajarkan nilai-nilai positif yang mungkin sulit ditemukan di dunia digital saat ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.