Dikutip dari buku Pengelolaan Sampah Organik dan Anorganik (2022), sampah anorganik adalah limbah yang diproduksi dari bahan-bahan nonhayati, sumber daya alam tidak terbarukan, dan hasil proses teknologi pengelolaan bahan tambang dan industri.
Pengelolaan sampah anorganik di Indonesia merupakan salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Ini karena sampah anorganik, yang meliputi plastik, logam, kaca, dan bahan-bahan non-biodegradable lainnya, membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai secara alami.
Berikut ini adalah lima masalah utama dalam pengelolaan sampah anorganik di Indonesia.
Kurangnya Infrastruktur Pengelolaan Sampah yang Memadai
Salah satu masalah terbesar dalam pengelolaan sampah anorganik di Indonesia adalah kurangnya infrastruktur yang memadai. Meskipun ada upaya dari pemerintah dan swasta untuk menyediakan tempat pembuangan sampah (TPS) dan fasilitas daur ulang, jumlahnya masih jauh dari cukup.
Banyak daerah, terutama di pedesaan dan kota-kota kecil, tidak memiliki akses ke fasilitas pengolahan sampah yang memadai. Akibatnya, sampah sering kali dibakar secara terbuka atau dibuang sembarangan, yang tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan.
Di kota-kota besar, walaupun terdapat fasilitas pengelolaan sampah, kapasitasnya sering kali tidak mencukupi untuk menangani volume sampah yang dihasilkan setiap hari.
Hal ini menyebabkan penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA), yang memicu masalah lingkungan lain seperti pencemaran tanah dan air.
Minimnya Kesadaran Masyarakat tentang Pentingnya Pengelolaan Sampah
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik masih rendah. Sebagian masyarakat belum sepenuhnya memahami dampak negatif dari sampah anorganik terhadap lingkungan.
Akibatnya, kebiasaan membuang sampah sembarangan masih sering ditemukan. Kurangnya program edukasi dan kampanye kesadaran yang berkelanjutan menjadi salah satu penyebab rendahnya kesadaran ini.
Selain itu, perilaku masyarakat yang kurang mendukung upaya daur ulang dan pengurangan penggunaan plastik menjadi tantangan tersendiri. Padahal, jika masyarakat lebih sadar dan berperan aktif dalam mengurangi sampah anorganik, akan berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Baca juga:Pengertian, Jenis dan Pengelolaan Sampah di Indonesia
Tidak Efektifnya Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu
Di banyak kota di Indonesia, sistem pengelolaan sampah belum berjalan secara terpadu dan efektif. Banyak daerah yang belum menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis segregasi, di mana sampah organik dan anorganik dipisahkan sejak awal.
Menurut data dari SIPSN, 30,99% atau sebanyak 8,153 juta ton sampah baik sampah anorganik atau organik, belum terkelola dengan baik.
Sistem pengumpulan sampah yang tidak teratur dan tidak merata juga menambah kompleksitas masalah ini. Sering kali, sampah anorganik yang seharusnya didaur ulang justru tercampur dengan sampah organik, sehingga sulit untuk diproses lebih lanjut.
Selain itu, kurangnya koordinasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mengelola sampah juga menjadi masalah tersendiri.
Keterbatasan Teknologi dan Pendanaan
Masalah lain yang dihadapi dalam pengelolaan sampah anorganik adalah keterbatasan teknologi dan pendanaan. Teknologi daur ulang yang canggih dan efisien membutuhkan investasi yang besar, baik dari sisi modal maupun sumber daya manusia. Sayangnya, banyak daerah yang belum memiliki akses ke teknologi ini karena keterbatasan dana.
Selain itu, pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan masih kurang mendapatkan dukungan yang memadai. Padahal, dengan teknologi yang tepat, banyak jenis sampah anorganik yang dapat didaur ulang dan diolah menjadi produk baru yang berguna.
Keterbatasan pendanaan juga seringkali menjadi hambatan dalam menjalankan program-program pengelolaan sampah yang efektif.
Tingginya Volume Sampah Anorganik yang Dihasilkan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan volume sampah anorganik yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 28,3% sampah di Indonesia adalah sampah sisa makanan, dan sampah plastik berada di urutan kedua dengan 15,72%.
Pertumbuhan populasi yang pesat, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup masyarakat menjadi faktor utama yang menyebabkan peningkatan volume sampah anorganik setiap tahunnya. Tingginya konsumsi produk berbahan dasar plastik sekali pakai semakin memperburuk situasi ini.
Mengatasi masalah pengelolaan sampah anorganik di Indonesia membutuhkan upaya kolaboratif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Diperlukan investasi dalam infrastruktur dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan demi lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News