Biasanya, sebuah perayaan pernikahan dikelilingi oleh aroma bunga yang menyegarkan, di mana pengantin pria mengenakan beskap hitam yang elegan, sementara pengantin wanita tampil anggun dalam kebaya berbordir emas. Tentu normal bila berbagai prosesi dilakukan secara berbeda berdasarkan adat masing-masing di Indonesia.
Namun, tahu nggak, Kawan? Menariknya, adat manten pegon di Surabaya bukan hanya mempertahankan ciri khas budaya Jawa dengan budaya Eropa (Belanda), Arab, dan Cina. Ini juga merupakan hasil dari akulturasi yang menggabungkan berbagai unsur budaya lokal dan luar. Kenali lebih dalam, yuk!
Apa Itu Adat Manten Pegon?
Adat manten pegon adalah sebuah bentuk perayaan pernikahan yang menggambarkan akulturasi antara budaya Jawa dengan budaya Eropa (Belanda), Arab, dan Cina. Nama "Pegon" merujuk pada sistem penulisan Arab gundul yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa.
Dalam konteks adat manten pegon, ini berarti bahwa ritus dan upacara pernikahan menggabungkan elemen-elemen budaya Jawa yang diadaptasi ke dalam kerangka budaya lainnya, termasuk Islam.
Uniknya, ada sistem penulisan pegon yang merupakan adaptasi dari aksara Arab tanpa vokalnya, menjadikannya relevan untuk menulis bahasa Jawa yang memiliki sistem fonetik yang berbeda. Ini menunjukkan bagaimana pengaruh budaya luar dapat diadaptasi secara lokal untuk memenuhi kebutuhan komunikasi budaya.
Struktur dan Prosesi Adat Manten Pegon
Upacara pranikah dimulai dengan njodokno/nelisik, yaitu proses pencarian informasi tentang calon mempelai dari keluarga pihak perempuan. Kemudian dilanjutkan dengan ndelok/nontoni, di mana pihak lelaki mengunjungi rumah calon mempelai wanita untuk melihat langsung kondisi calon pengantin.
Setelah itu, dilaksanakan nakokno/ngelamar, sebuah tahap formal di mana lamaran resmi disampaikan.
Selanjutnya, peningsetan adalah upacara pertunangan yang menandai komitmen antara kedua belah pihak. Malam sebelum pernikahan, malam manggulan (midodareni) menjadi momen penting di mana calon pengantin perempuan dikelilingi oleh para wanita terdekat untuk menerima nasihat dan doa. Proses upacara langkahan adalah tahap akhir dari upacara pranikah, menandakan persetujuan akhir sebelum memasuki hari pernikahan.
Rangkaian acara adat manten pegon berlanjut dengan berbagai prosesi yang menonjol, dimulai dari lorek, di mana penari-penari memeriahkan suasana dengan gerakan yang penuh warna.
Kemudian, loro pangkon melibatkan dua tokoh utama yang membawa ayam jago sebagai simbol keberanian dan ketahanan. Adu parikan adalah ajang berbalas pantun antara perwakilan kedua mempelai, diikuti oleh adu silat, sebuah pertarungan pencak silat untuk memperebutkan ayam jago yang berisi uang dan perhiasan.
Jodhang, juga dikenal sebagai upacara seserahan, berisi berbagai barang tradisional seperti jajan pasar, makanan, pakaian, dan perhiasan untuk mempelai wanita. Puncak dari acara ini adalah panggih, di mana kedua mempelai dipertemukan dan diakhiri dengan sungkeman, sebuah gestur penghormatan dari istri kepada suami sebagai tanda bakti.
Dalam setiap langkahnya, adat manten pegon menyajikan elemen-elemen yang kaya akan simbolisme:
- Rontek: Tiruan bunga manggar yang dihiasi kertas warna-warni, melambangkan harapan dan pencapaian.
- Payung Kebesaran: Sebagai simbol perlindungan dan pengayoman kepada keluarga.
- Jagoan/Loro Pangkon: Pembawa ayam jago yang mencerminkan sifat gagah berani.
- Lerok: Penari yang berdandan menyerupai monyet, menandakan bahwa penilaian terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan penampilan.
- Adu Parikan dan Adu Silat: Menggambarkan pertarungan intelektual dan fisik yang penuh warna.
- Jodhang: Seserahan yang melambangkan keseriusan dan komitmen.
Busana Pengantin dalam Adat Manten Pegon
Busana pengantin adalah elemen penting dari adat manten Pegon. Pengantin pria biasanya mengenakan beskap atau baju kurung, sementara pengantin wanita mengenakan kebaya yang dihiasi dengan aksesoris tradisional.
Oh, ada fakta unik, nih. Busana pengantin dalam adat pegon mengalami evolusi dari masa ke masa. Misalnya, kebaya yang awalnya sederhana kini sering dihiasi dengan bordir emas dan permata, mencerminkan perkembangan estetika sambil tetap mempertahankan elemen-elemen tradisional.
Meskipun Surabaya merupakan kota yang terbilang maju, tetap ada upaya signifikan untuk melestarikan tradisi seperti adat manten pegon.
Menjaga dan melestarikan adat manten pegon di Surabaya menjadi bentuk penghormatan terhadap warisan budaya yang berharga. Tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai ritual pernikahan tetapi juga sebagai jembatan antara generasi lama dan yang baru, serta sebagai simbol akulturasi budaya yang berhasil.
Tradisi ini juga berfungsi sebagai sarana untuk mentransfer nilai-nilai dan pengetahuan antar generasi, memungkinkan generasi muda untuk memahami dan menghargai warisan budaya mereka meskipun mereka hidup di era modern.
Dengan memahami keunikan serta nilai-nilai yang terkandung dalam adat ini, masyarakat dapat lebih menghargai kekayaan budaya yang ada di sekitar mereka. Pernikahan ini bukan hanya sebuah upacara, tetapi juga sebuah perayaan keberagaman dan keutuhan budaya yang patut dipertahankan dan dipelajari.
Maka dari itu, di tengah-tengah perkembangan Surabaya, tradisi ini tetap bersinar sebagai contoh akulturasi antara tradisi lokal dan nilai-nilai budaya lain, menjadikannya sebuah warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Sumber
https://suryatravel.tribunnews.com/2021/02/25/pengantin-pegon-tradisi-pernikahan-asli-surabaya-yang-padukan-4-budaya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News