Legenda Telaga Bidadari merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Kisah tentang legenda yang satu ini merujuk kepada Telaga Bidadari yang bisa Kawan jumpai ketika berkunjung ke daerah tersebut.
Seperti namanya, legenda tentang cerita rakyat ini berkaitan dengan sosok bidadari yang turun ke muka bumi. Dari segi cerita, legenda Telaga Bidadari tersebut memiliki kemiripan dengan kisah Jaka Tarub yang berasal dari daerah Jawa Tengah.
Bagaimana cerita yang terdapat legenda Telaga Putri berasal dari Kalimantan Selatan tersebut?
Asal Usul Komodo dan Legenda Si Gerong
Legenda Telaga Bidadari
Dikutip dari artikel Agus Yulianto yang berjudul "Legenda Telaga Bidadari dan Legenda Jaka Tarub Sebuah Kajian Struktural Sastra Bandingan," legenda Telaga Bidadari ini menceritakan seorang tokoh yang bernama Awang Sukma. Tokoh ini digambarkan sebagai sosok pemuda yang memiliki paras tampan dan gagah.
Dalam kesehariannya, Awang Sukma memiliki kegemaran untuk mengembara ke berbagai hutan belantara. Kegemarannya ini muncul karena dirinya memiliki ketertarikan terhadap berbagai macam kehidupan lain yang bisa dia temukan ketika mengembara di dalam hutan.
Berkat kegemarannya inilah Awang Sukma memutuskan untuk membangun sebuah rumah di dahan pohon besar yang ada di dalam hutan tersebut. Perlahan-lahan orang-orang lain juga mulai membuat rumah di sekitar kediaman yang dibangun oleh Awang Sukma tersebut.
Seiring berjalannya waktu, wilayah di sekitar rumah Awang Sukma perlahan-lahan berkembang menjadi sebuah pemukiman. Akhirnya masyarakat sekitar mengangkat Awang Sukma untuk menjadi penguasa di wilayah tersebut.
Menjadi seorang penguasa membuat Awang Sukma tidak lagi mengembara ke dalam hutan belantara seperti dulunya. Dirinya lebih sering berkeliling untuk melihat masyarakat yang ada di wilayah tersebut.
Pada suatu hari, Awang Sukma pergi ke telaga yang berada tidak jauh dari pemukimannya. Ketika sedang beristirahat di telaga tersebut, mata Awang Sukma tertuju kepada tujuh orang gadis yang sedang bermain air di sana.
Awang Sukma terpana dengan kecantikan para gadis tersebut. Dirinya pun meyakini bahwa ketujuh gadis tersebut merupakan bidadari yang turun dari kayangan.
Pada saat para gadis ini sedang bermain air, Awang Sukma mengambil salah satu selendang yang ada di pinggiran telaga. Namun hal ini justru membuat para gadis tersebut kaget atas kehadiran Awang Sukma dan mengambil selendangnya masing-masing.
Kemudian para gadis ini terbang kembali ke kayangan karena terkejut dengan kehadiran Awang Sukma. Namun, salah satu dari gadis tersebut, yakni Putri Bungsu tidak bisa terbang karena kehilangan selendangnya.
Fakta Kelimutu, & Legenda Didalamnya Yang Harus Kamu Tahu
Awang Sukma yang mengambil selendang tersebut lantas menyembunyikannya sembari menghampiri Putri Bungsu tersebut. Awang Sukma menghampiri Putri Bungsu dan berkata bahwa tidak perlu takut terhadap dirinya.
Justru Awang Sukma menawarkan pertolongan kepada Putri Bungsu asalkan dirinya mau tinggal bersamanya. Putri Bungsu yang tidak memiliki siapa-siapa lagi pada akhirnya menerima tawaran dari Awang Sukma tersebut.
Seiring berjalannya waktu, tumbuh rasa cinta antara Awang Sukma dengan Putri Bungsu. Rasa kagum Awang Sukma terhadap kecantikan Putri Bungsu pada akhirnya disambut oleh bidadari tersebut.
Akhirnya kedua pasangan ini menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Kumala Sari. Awang Sukma dan Putri Bungsu kemudian menjalani kehidupan bahagia sebagai sebuah keluarga seutuhnya.
Namun semua ini buyar ketika Putri Bungsu melihat seekor ayam hitam yang sedang mengais-ngais tempat penyimpanan barang. Putri Bungsu yang penasaran dengan hal tersebut dan membuka tempat penyimpanan tersebut.
Alangkah kagetnya Putri Bungsu ketika mengetahui barang yang ada di tempat penyimpan tersebut ternyata merupakan selendang yang dia cari-cari dulunya. Putri Bungsu pun marah kepada suaminya karena menyembunyikan selendang tersebut dari dirinya selama ini.
Awang Sukma yang melihat kejadian tersebut hanya bisa terpana. Dirinya meminta maaf atas kesalahan menyembunyikan selendang dari Putri Bungsu tersebut.
Meskipun demikian, Putri Bungsu membulatkan tekad untuk kembali ke kayangan dengan selendangnya. Dirinya berpesan kepada Awang Sukma agar bisa merawat anak mereka, Kumalasari dengan baik hingga dewasa nanti.
Putri Bungsu juga berpesan jika Kumalasari rindu dengan dirinya, bisa mengambil tujuh biji kemari dan memasukkannya ke dalam bakul untuk digoncang-goncangkan sembari diiringi lantunan seruling. Jika Kumalasari melakukan hal tersebut, Putri Bungsu akan turun dari kayangan untuk menemui anak tercintanya.
Akhirnya Awang Sukma berpisah dengan istrinya akibat kejadian tersebut. Sejak saat itu, Awang Sukma melarang anak keturunannya untuk memelihara ayam hitam karena dianggap bisa mendatangkan kesialan nantinya.
Sumber:
- Yulianto, Agus. "Legenda Telaga Bidadari dan Legenda Jaka Tarub Sebuah Kajian Struktural Sastra Bandingan." UNDAS: Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra 12.2 (2016): 79-90.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News