Terletak di tengah keheningan hutan dan rimbunnya pepohonan, tersembunyi sebuah warisan budaya yang belum banyak diketahui orang, Candi Watugenuk. Lokasi tersebut bak permata tersembunyi yang menunggu untuk dikenal dan diungkap.
Candi ini menyimpan keindahan dan sejarah yang sangat menarik untuk diulas. Indahnya arsitektur bangunan candi tersebut menjadikan Candi Watugenuk menjadi destinasi wisata religi yang dapat memikat para rohaniawan ataupun penjelajah.
Terletak di area perkebunan warga pada sebuah desa kecil yang jarang dikunjungi, Candi Watugenuk bersembunyi dari hiruk pikuknya keramaian kota Boyolali.
Area sekitar bukit masih asri dengan pepohonan liar dan perkebunan tumpangsari warga. Plataran candi kini ditumbuhi oleh pohon akasia yang tinggi dan besar seolah menjadi penjaga Candi Watugenuk. Situs Candi Watugenuk dipercaya merupakan peninggalan pada abad ke-8—9 Masehi atau sebelum adanya Candi Prambanan.
Hal ini menarik perhatian pemerintah sehingga pada tahun 2016 dilakukan ekskavasi pertama oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). Pada proses ekskavasi pertama, ditemukan sebuah Yoni yang diperkirakan merupakan candi induk dalam struktur denah Candi Watugenuk.
Mengungkap Fakta Candi Prambanan yang Tidak Dibuat dalam Satu Malam
Yoni ini masih dalam kondisi baik dan utuh. Di depan Yoni tersebut terdapat sebuah arca Dewa Krisna yang sedang bertapa di atas kura-kura. Dengan adanya upaya ekskavasi, betapa beruntungnya kami ketika mengunjungi situs Candi karena bertemu dengan salah satu warga pemerhati situs candi ini.
Beliau adalah Sriyono. Lantas kami melakukan wawancara singkat dengan beliau untuk mengetahui lebih dalam tentang situs Candi Watugenuk.
Beliau adalah Sriyono, seorang tokoh agama Hindu satu-satunya di dusun Kragilan yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai pemerhati Candi Watugenuk. Menuurt keterangan Sriyono, Candi Watugenuk merupakan salah satu peninggalkan sejarah dari kerajaan Slembi yang saat ini menjadi Desa Tambak, Mojosongo Boyolali.
Candi Watugenuk diyakini sebagai sarana pemujaan atau sanggar pamujan. Sejak ditemukannya situs Candi Watugenuk banyak rohaniawan dari berbagai kota datang berkunjung untuk melakukan ibadah. Hal tersebut merupakan salah satu wujud pelestarian budaya hindu yang menambahkan pesona multireligiusitas di Desa Kragilan.
Seiring berjalannya cerita tentang Candi Watugenuk, kami menemukan fakta bahwa masih terdapat banyak persebaran candi-candi yang ada di Kecamatan Mojosongo. Candi-candi ini berkaitan dengan sejarah Kerajaan Slembi dan Candi Watugenuk.
“Konon katanya apabila ditarik secara horizontal dari Desa Tambak hingga Candi Watugenuk akan menjadi garis lurus, diibaraktakan sebagai jalan untuk menuju tempat ibadah pamujan. Dahulu, dipercaya bahwa rakyat Kerajaan Slembi melakukan perjalanan religi untuk ke Candi Watugenuk haruslah melewati gerbang Candi Nganten dan juga melakukan pesucian diri di Candi Watugenthong untuk dapat melakukan pamujaan di Candi Watugenuk,” kata Sriyono saat ditemui di kawasan situs Candi Watugenuk Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Kamis (11/07/2024).
Tradisi Rasulan Gunungkidul di Candi 7, Jatiayu, Karangmojo, Syukuran Pasca Panen
Hal ini tentunya menjadi salah satu pesona daya tarik keindahan sekaligus misteri yang ada pada Candi Watugenuk. Candi Watugenuk belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah dan masyarakat umum meskipun ditemukan.
Tidak ada infrastruktur yang memadai untuk mencapai candi dan perawatan situs sejarah ini sangat terbatas. Ini membuat Candi Watugenuk menjadi destinasi tersembunyi yang perlu digali dan dijaga keberadaannya.
Namun, dengan meningkatnya minat terhadap wisata religius dan sejarah, diharapkan Candi Watugenuk akan semakin dikenal dan dihargai. Diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk menjaga dan mempromosikan candi. Dengan demikian, lebih banyak orang dapat menikmati keindahan dan sejarahnya.
Penulis dan fotografer: Hana Gita Melinda
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News