tarian mistis bantengan perayaan budaya yang diliput kkn ppm ugm bromo bestari - News | Good News From Indonesia 2024

Tarian Mistis Bantengan, Perayaan Budaya yang Diliput KKN-PPM UGM Bromo Bestari

Tarian Mistis Bantengan, Perayaan Budaya yang Diliput KKN-PPM UGM Bromo Bestari
images info

Desa Gubugklakah merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Desa ini masuk ke dalam kawasan Bromo, Tengger, Semeru yang memiliki banyak potensi dari segi agrikultur, wisata, dan budaya.

Budaya masyarakat Tengger yang masih kental membuat Desa Gubugklakah memiliki kesenian daerah. Sebagai contoh, tarian dan musik persembahan masyarakat Tengger yang khas. Di mana pada umumnya dimainkan dalam berbagai acara hajatan maupun upacara adat.

Salah satu kesenian daerah yang ada di Desa Gubugklakah adalah tarian bantengan. Tarian bantengan merupakan salah satu kesenian sakral khas Suku Tengger yang umumnya bermukim di wilayah Pegunungan Bromo. Desa Gubugklakah yang disinggahi tim KKN-PPM UGM Bromo Bestari merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan budaya “Bantengan” dalam keseharian bermasyarakat.

Tarian bantengan dilaksanakan secara rutin pada acara bersih-bersih desa dan malam Satu Suro atau dikenal sebagai malam Tahun Baru Hijriyah.

Tari Ronggeng Blantek, Tarian Kreasi Dari Betawi

Selain itu, kesenian ini juga dilakukan secara tentatif jika terdapat hajatan dari warga desa tersebut sehingga tarian bantengan dapat terlaksana 10 kali dalam setahun.

Foto 2: Futikha Nur Azizah/ KKN sub unit Gubugklakah
info gambar

Tarian bantengan umumnya dibawakan oleh laki-laki yang tergabung dalam suatu sanggar yang telah diwariskan pada beberapa generasi. Pada kondisi tertentu, tarian tersebut diperagakan oleh wanita sesuai permintaan sang pemilik hajat.

Kesenian ini digemari oleh berbagai kelompok umur mulai dari anak-anak hingga dewasa yang membuat tarian Bantengan dapat bertahan dan lestari di Desa Gubugklakah.

Saat melakukan survei pada masyarakat sekitar, kami melihat beberapa anak kecil yang membuat miniatur banteng yang serupa layaknya kesenian bantengan itu sendiri. Miniatur itu sendiri kemudian dijual sebagai cendera mata bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Gubugklakah.

Miniatur tersebut dikelola oleh komunitas penggiat kesenian bantengan yang bernama Putro Banteng Suro (PBS) yang dikelola oleh sekelompok anak Sekolah Dasar (SD).

Tari Cangget, Tarian Pesta Pernikahan Asal Lampung

Selain itu, kelompok anak pembuat miniatur bantengan atau dikenal sebagai bantengan junior juga memiliki pertunjukan bantengan sendiri yang mana pemainnya berasal dari kalangan anak usia sekolah dasar.

Dari pertunjukan tersebut, mereka dapat memperoleh uang yang digunakan untuk modal membuat miniatur bantengan. Hal ini menggambarkan ikatan yang tidak terpisahkan antara masyarakat dan kesenian bantengan sedari dini.

Foto 3: Muhammad Nawal Firjatullah/ KKN sub unit Gubugklakah
info gambar

Pada malam tanggal 10 juli 2024, tim KKN-PPM UGM Bromo Bestari turut menyaksikan kesenian bantengan yang diadakan dalam rangka menyambut Satu Suro. Acara berlangsung meriah didukung antusiasme masyarakat dalam meramaikan festival tersebut.

Terdapat dua kelompok bantengan yang menjadi bintang tamu utama dalam acara ini, yaitu Lembu Semeru dan Suro Rejo Joyo. Kedua kelompok bantengan tersebut tampil bergantian dengan dua lagu untuk tiap gilirannya.

Tarian bantengan terdiri dari beberapa fase dalam teknis tariannya yang mencakup fase awal. Ada ritual nyuguh atau sandingan, fase pertengahan yaitu karak’an dan ndadi atau pementasan sampai kesurupan, dan fase terakhir yaitu nyuwuk dengan tujuan memulangkan arwah leluhur yang merasuki sebelumnya agar kembali ke tempat asalnya.

Foto 4: Muhammad Nawal Firjatullah/ KKN sub unit Gubugklakah
info gambar

Berdasarkan kepercayaan warga sekitar, para pemain bantengan mengalami kesurupan ketika memainkan tari tradisional ini. Topeng kepala banteng yang dibawa oleh para pemain di atas kepala mereka dipercayai telah diisi oleh roh nenek moyang. Dengan demikian, para pemain seolah-olah digerakkan kepala banteng yang telah “terisi”.

Ketika pementasan, banyak penonton yang membunyikan peluit untuk menarik perhatian para pemain yang telah “terisi”, sehingga mereka akan berlari ke arah peniup peluit dan menyerang.

Terdapat suatu hal yang unik. Konon, katanya ketika pendatang (bukan warga lokal) meniup peluit, akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk dikejar oleh penari dibandingkan dengan warga lokal. Hal inilah yang menjadi keseruan tersendiri bagi penonton bantengan karena dapat memacu adrenalin.

Tari Pendet, Pesona Tarian Tradisional Bali di Event Internasional

Anggota tim juga ikut mewawancarai beberapa warga mengenai tanggapannya terhadap kesenian ini.

“Bantengan ini cukup banyak tersebar di Jawa Timur. Bersama dengan jaran kepang dan tari topeng ini merupakan peninggalan yang tidak boleh dihilangkan serta harus tetap lestari di kehidupan tanah Jawa. Layaknya lagu Wong Jowo Ojo Ilang Jawane yang biasanya digunakan sebagai lagu iringan dalam bantengan,” ujar Yul yang antusias dengan kesenian khas Jawa Timur ini.

“Kaget saat tiba-tiba datang menyeruduk saat berot. Setelah itu juga agak takut tiba-tiba pemeran bantengannya makan arang. Seram, tapi seru dan menegangkan,” ujar Futikha yang merupakan salah satu wisatawan yang singgah menikmati pertunjukan bantengan.

Berot yang disinggung pada kutipan di atas memiliki makna brutal, susah diatur, dan memberontak dalam bahasa Tengger. Pada fase berot, dukun meletakkan arang di tengah pentas, kemudian arang tersebut dimakan oleh pemeran-pemeran bantengan yang dirasuki (diisi) oleh roh leluhur.

Selain arang, roh leluhur yang merasuki banteng juga memakan bunga, sesajen, dan boreh.

Foto 5: Futikha Nur Azizah/ KKN sub unit Gubugklakah
info gambar

Pemegang cambuk kemudian akan memilih banteng-banteng yang telah lama dirasuki untuk memulangkan roh leluhur jika sudah melewati durasi normal kerasukan. Umumnya, terdapat satu atau dua dukun tergantung kelompok bantengannya.

Menjadi dukun bantengan memiliki berbagai persyaratan yang bertahap. Jika dukunnya meninggal, ilmu tidak akan diwariskan ke anaknya. Sebab, kemampuan menjadi dukun tersebut bukan bawaan dari fisik dirinya, melainkan dirasuki oleh arwah dukun. Ada suatu kasus di mana orang tersebut sudah indigo sejak lahir, sehingga tidak perlu dirasuki atau diisi untuk menjadi dukun bantengan.

Selain itu, jika ada orang yang keluar dari pentas dan memberi makanan kepada penonton berupa kelapa, menurut mitos, jika penonton meyakini pemberian tersebut adalah obat, maka kelapa tersebut akan manjur menyembuhkan penyakit yang sedang dialaminya.

  • Penulis: Muhammad Nawal Firjatullah, Frizzky Jannahfirra Adelia A., Wisnu Narendra, Futikha Nur Azizah
  • Foto 1: Muhammad Nawal Firjatullah/ KKN sub unit Gubugklakah
  • Foto 2: Futikha Nur Azizah/ KKN sub unit Gubugklakah
  • Foto 3: Muhammad Nawal Firjatullah/ KKN sub unit Gubugklakah
  • Foto 4: Muhammad Nawal Firjatullah/ KKN sub unit Gubugklakah
  • Foto 5: Futikha Nur Azizah/ KKN sub unit Gubugklakah

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KU
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.