Musim pancaroba merupakan salah satu waktu yang kerap membuat perasaan tidak nyaman oleh masyarakat adat Jawa. Bukan tanpa alasan, mereka menganggap bahwa pancaroba adalah musim dengan banyak musibah berdatangan. Tak terkecuali di Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara. Mayoritas warganya masih hidup dengan adat dan budaya Jawa yang sangat kental.
Musim pancaroba biasanya diawali pada tanggal 1 Suro dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam. Namun, alih-alih tertimbun dengan rasa takut, warga menyambut kedatangan musim yang dipercaya akan penuh dengan musibah itu dengan perayaan, pawai, dan pengajian akbar serta semangat yang membara.
Desa Karanggondang yang terletak di sebelah utara Kecamatan Mlonggo dan berbatasan langsung dengan lautan melalui Pantai Pailus dan Pantai Empu Rancak memiliki sebuah komposisi masyarakat yang unik. Eksistensi adat dan budaya Jawa masih sangat kental dan membentuk kehidupan sehari-hari masyarakat dengan kepercayaan 51% masyarakat menganut agama Islam dan 49% menganut Kristen Protestan.
Meskipun berbeda, masyarakat hidup damai berdampingan, dan saling melengkapi seperti yang disampaikan oleh Inggih, Kepala Desa Karanggondang. Persatuan masyarakat ini dapat dilihat dalam upacara perayaan Tahun Baru Islam 1446 Hijriah atau Malam Satu Suro tersebut.
Kolaborasi Mahasiswa KKN-PPM UGM dalam Perayaan Malam Satu Suro di Desa Jagara, Kuningan
Pada Hari Minggu, 7 Juli 2024 petang, tepatnya pukul 19.00 WIB, masyarakat sudah berkumpul di depan Masjid Al Amin Kemangi untuk mempersiapkan sekaligus menonton pawai Tahun Baru Islam. Berbagai elemen masyarakat ikut meramaikan dengan pawai-pawaian. Pawai obor diikuti oleh wanita-wanita di desa tersebut, sedangkan remaja laki-laki mengikuti pawai miniatur masjid yang sudah dikonstruksikan lebih dari satu bulan sebelum acara dimulai.
Acara juga kian ramai dengan banyaknya penjaja camilan-camilan. Masyarakat nonmuslim pun ikut meramaikan acara tersebut dengan menjadi penonton. Toleransi beragama juga makin terlihat saat pemuda Kristen turut membantu karang taruna dan kepolisian dalam menjaga ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
30 menit kemudian, pawai dimulai dari Masjid Al Amin Kemangi dengan rute mulai dari melewati Pasar Tawar, melintas di depan Balai Desa Karanggondang, hingga akhirnya mencapai titik akhir di Masjid Kalimasyada. Di saat peserta pawai mulai berjalan, suasana bertambah ramai dengan para peserta pawai yang mulai menunjukkan kebolehannya sambil berjalan dari titik mulai ke titik akhir.
Seiring itu juga warga mulai berkumpul di pinggir jalan rute pawai, baik dengan berjalan kaki maupun naik motor dari titik awal ke titik akhir.
"Kemeriahan ini sudah menjadi acara tahunan di Desa Karanggondang", ujar Yusuf, salah seorang warga yang turut menonton. Pengakuan lain juga diberikan oleh Evi Nur, warga yang terlibat. Diwawancaranya, ia memberitahukan bahwa acara ini sudah terlaksana turun-temurun sejak beberapa generasi lalu. Namun, baru mulai terasa lebih hidup dan ramai setelah runtuhnya Orde Baru.
7 Tempat Wisata yang Menjadi Lokasi Ritual di Malam Satu Suro
Bagi lapisan masyarakat tertentu, pawai ini memberikan manfaat dan keberkahan khusus. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Afif, seorang peserta pawai miniatur masjid, yang merasa bahwa acara ini memberikan kesempatan bagi dirinya untuk berkreasi.
Dalam proses kreatifnya, ia mampu mengeksplorasi tata kelola konstruksi dan elektronika melalui pembuatan miniatur masjid. Hal itu diakuinya sangat menambah pengalaman dan keterampilan untuk mengejar karier masa depan dalam bidang arsitektur.
Di sisi lain, bagi Rianawati, seorang penjual camilan, event tersebut membawa kelimpahan rezeki. Rianawati yang sehari-harinya membuka warung dapat merangkap menjadi penjual camilan dalam acara ini. Ia mengaku bisa mendapatkan omzet setara seminggu berjualan di warung hanya dengan satu malam berjualan.
Antusiasme warga dalam merayakan Malam Satu Suro atau Tahun Baru Hijriyah ini mampu menaklukan rasa mencekam yang normal diasosiasikan dengan kisah seram Malam Satu Suro di tanah Jawa. Perpaduan dan kolaborasi dari budaya, agama, dan berbagai lapisan masyarakat mampu menciptakan suatu keunikan dan kebersamaan di Desa Karanggondang.
Perayaan ini merupakan salah satu contoh sinergi dan kolaborasi yang menjadi hasil perpaduan hingga membuahkan semangat gotong royong, nilai luhur budaya bangsa kita.
Malam Satu Suro yang Keramat bagi Masyarakat Jawa
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News