Habib Hasan bin Thoha merupakan tokoh sayyid yang berkiprah di Keraton Yogyakarta pada masa Sultan Hamengkubuwono II. Sayyid sendiri merupakan gelar yang disematkan kepada keturunan Arab dari silsilah Nabi Muhammad SAW.
Ditulis mahasiswa sejarah UIN, Siti Fatimah menjelaskan Habib Hasan lahir di Cirebon. Dia mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya, Habib Thoha. Kemudian dia memperdalam ilmu agama ke India hingga Timur Tengah.
“Sehingga ia mendapatkan banyak pengalaman baik dalam hal agama, politik, maupun budaya, kemudian ia mendapatkan izin dari gurunya untuk mengajar ke Indonesia sekitar tahun 1780-an,” ucapnya dalam tesis berjudul Peran Habib Hasan bin Thoha (KRT Sumodiningrat) Dalam Melestarikan Tradisi Islam Di Keraton Yogyakarta Hadiningrat Pada Masa Sultan Hamengkubuwono II (1792-1819 M).
Sekolah Tamanan, Ruang Pendidikan Anak-anak Keraton Yogyakarta Sejak 1757
Perjuangan politik serta keluasan ilmu dari Habib Hasan sampai terdengar oleh Sultan Hamengkubuwono II. Karena mengagumi sosok Habib Hasan, Sultan lantas meminangnya menjadi menantu.
Habib Hasan kemudian menikah dengan putri sulung HB II yang bernama Bendoro Mas Ayu Rantam Sari. Dirinya juga mendapatkan perlindungan dan keselamatan dan daerah yang diberikan kepada Habib Hasan.
“Melalui ikatan perkawinan dapat ditemukan adanya asimilasi antara keturunan Arab dan penduduk Jawa. Habib Hasan diberi gelar Kanjeng Raden Tumenggung Sumodiningrat,” jelasnya.
Melawan kolonial
Habib Hasan merupakan tokoh ulama kharismatik yang juga teguh dalam melawan penjajah kolonial. Karena kegigihan dan garangnya melawan penjajah, Habib Hasan mendapatkan julukan Singa Barong.
“Beliau ini tokoh ulama sekaligus pejuang kemerdekaan bangsa yang sangat gigih,” jelas Solichin yang adalah Ketua Yayasan Keluarga Sayyid Kramat Depok dinukil dari Jawa Pos.
Topeng Panji Yogyakarta, ketika Watak Dipahat dalam Topeng
Pada 1790, Habib Hasan mengamankan perbatasan Jateng dan Yogyakarta. Dirinya begitu ditakuti oleh perampok hingga penjajah, karena itulah Sultan HB II mengangkatnya sebagai kepala pasukan.
“Begitu awal masuknya Habib Hasan ke dalam keluarga keraton,” jelasnya.
Hijriah ke Semarang
Habib Hasan hijriah ke Semarang setelah diutus oleh Sultan Hamengkubuwono III untuk menyelesaikan kekacauan yang dibuat oleh Adipati Semarang. Tetapi setelah urusanya tuntas, Habib Hasan malah bertani di wilayah tersebut.
Hasil pertanian dari tanah beliau tidak digunakan untuk kepentingan pribadi. Tetapi selalu dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Itulah sebabnya masyarakat sekitar begitu mencintainya.
Menelusuri Perbedaan Keraton Solo dan Yogyakarta
Habib Hasan meninggal dunia pada 1818 Masehi. Dari garis keturunannya, lahir dua tokoh penting Pangeran Diponegoro dan Sentot Prawirodirjo. Beberapa anak cucu beliau juga menjadi tokoh penting.
“Salah satu cucu beliau dikenal sebagian besar masyarakat adalah Habib Muhammad Lutjfi bin Yahya,” tandasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News