Halo, Kawan GNFI! Indonesia dikenal dengan adat dan budayanya yang sangat beragam. Apalagi terkait dengan sejarah peninggalan budaya yang selalu menjadi salah satu hal menarik yang ada di Indonesia. Salah satunya yaitu Petilasan Tratas Angin yang sampai saat ini masih jarang diketahui oleh masyarakat luas.
Petilasan Tratas Angin terletak di Desa Jetis, Sambirejo, Sragen, Jawa Tengah. Lokasinya juga sangat mudah untuk ditemukan dan memiliki akses jalan yang memadai untuk berkunjung ke Tratas Angin. Tratas Angin memiliki luas kurang lebih 140 cm x 90 cm.
Untuk menuju ke Tratas Angin, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 200 m dari makam umum Dukuh Kepoh karena terletak di atas bukit yang tinggi. Memiliki pemandangan alam yang sangat bagus, pengunjung dapat melihat sebagian Desa Jetis dari atas bukit, melihat rapinya barisan pohon karet, dan melihat beragam tanaman di sepanjang jalan menuju lokasi.
Kemudian, di sebelah Petilasan Tratas Angin juga terdapat pohon tinggi dan nampak sudah berumur tua.

Akan tetapi, apakah Kawan GNFI sudah tahu terkait sejarah Tratas Angin? Kira-kira, mitos apa yang ada di Tratas Angin? Yuk, Kawan GNFI simak sejarah Tratas Angin dari liputan KKN-PPM UGM Merapah Sambirejo 2024 berikut ini.
Liburan ke Kuningan? Inilah 6 Tempat Wisata Alam di Kuningan yang Wajib Kamu Kunjungi!
Sejarah Singkat Petilasan Tratas Angin
Menurut Gito Suwarno, salah satu sesepuh di Desa Jetis yang lahir pada tahun 1938 dan dibantu oleh Siti Mardiyah selaku Bayan Mulyorejo untuk menerjemahkan dari bahasa Jawa halus ke bahasa Indonesia, pada zaman para wali, ada peninggalan pentungan (tongkat) yang merupakan peninggalan Syekh Maulana Maghribi.
Pentungan tersebut dikubur di Tratas Angin dan saat ini sudah menjadi petilasan. Dahulu, warga setempat sering menjadikan tempat Tratas Angin ini sebagai tempat melakukan tradisi “Sadranan” sebelum dan sesudah panen. Tratas Angin juga tak jarang didatangi oleh orang-orang dari luar Desa Jetis untuk melakukan meditasi atau ritual karena memiliki permohonan atau hajat tertentu.
Kemudian, Gito juga menyampaikan bahwa semakin besar permohonan yang diinginkan, maka sesajen yang dibawa juga harus besar. Begitu pula ketika permohonan yang diinginkan sudah tercapai, maka jangan lupa untuk mengadakan syukuran. Permohonan atau permintaan yang diinginkan akan dikabulkan dengan cepat atau secepat angin menjadi cikal bakal nama Tratas Angin, yang berarti permohonan yang dikabulkan secepat angin.

Mitos Petilasan Tratas Angin
Berdasarkan cerita dari Gito, mitos yang ada di Tratas Angin adalah ketika pusaka yang dikubur tersebut dicabut atau dibuka maka akan terjadi suatu bencana di wilayah Jetis. Di mana sampai saat ini, bencana tersebut tidak ada yang tau akan seperti apa.
Oleh karena itu, sampai saat ini pusaka tersebut masih dikubur dan tidak ada satupun warga setempat yang berani untuk mencabut atau membukanya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan terjadi.
Rejosari Piyungan, Menggali Potensi Sumber Daya dan Pesona Wisata Alam Budaya
Munawar, salah satu tokoh agama di Desa Jetis yang kerap menyebarkan ajaran islam dari zaman belum adanya masjid hingga saat ini sering melakukan pengajian rutin, ditemui di tempat lain menuturkan,
“Untuk saat ini, warga setempat sudah tidak melakukan sesembahan seperti dulu lagi. Sebab, sudah percaya bahwa rezeki datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa.”
Munawar juga berpesan untuk tidak menjadikan petilasan tersebut sebagai sesembahan untuk meminta sesuatu karena termasuk perbuatan syirik.
Penulis: Muhammad Farid, Alifia Zahra Khoirunnisa, Muhammad Firman Al-Khawarismi
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News