Kec. Tambak, Kab. Gresik (4/7/2024) – Tradisi pajimatan merupakan budaya turun-temurun yang dijaga oleh masyarakat Dusun Carabaka, Desa Kepuh Legundi, Pulau Bawean. Kebiasaan ini telah berlangsung selama kurang lebih satu abad dan tetap dijaga hingga sekarang.
Pelaksanaan pajimatan dilakukan pada bulan Dzulhijah, tepatnya setelah Hari Raya Iduladha dan sebelum bulan Dzulhijah berakhir, biasanya pada hari Senin atau Kamis.
Dusun Carabaka, pada masa lampau, diyakini sebagai dusun keramat yang sangat kental dengan budayanya.
Pajimatan adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Carabaka, Desa Kepuh Legundi, untuk menghormati leluhur mereka. Pada pelaksanaannya, terdapat peninggalan sejarah berupa artefak dan banyak kearifan lokal yang bisa diteladani dari tradisi ini.
Tradisi pajimatan mencakup beberapa kegiatan seperti pembacaan Surah Yasin, tahlil, Al-Fatihah, doa, pembagian air suci, dan makan bersama. Budaya ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial di antara masyarakat, tetapi juga sebagai momen untuk merefleksikan nilai-nilai spiritual dan historis yang diwariskan oleh para leluhur.
Pada momen tersebut, terdapat benda atau pusaka yang digunakan, di antaranya adalah batu panaber, kain, tongkat, buku, atau kitab yang berisi informasi tentang raja-raja, keris, dan air suci.
Mengenal Sejarah dan Tradisi Desa Tegowanuh, Kaloran
Pusaka yang digunakan dalam pajimatan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air lahang. Air lahang adalah minuman alami yang diperoleh dari pohon aren. Proses pembersihan tersebut dianggap penting untuk menjaga kesakralan dan keaslian pusaka.
Selain itu, terdapat makanan berupa ketan, tumpeng, dan ayam putih yang dibagikan kepada masyarakat Dusun Carabaka. Makanan-makanan ini juga memiliki makna simbolis sebagai bentuk rasa syukur dan kebersamaan.
Air suci yang digunakan dalam tradisi pajimatan mengandung batu penaber yang dipercaya mampu menetralkan penyakit, sehingga disebut sebagai air suci. Batu tersebut tidak bisa dibuka sembarangan dan hanya dapat digunakan ketika pajimatan berlangsung. Di mana menunjukkan tingginya penghormatan dan kekhidmatan terhadap tradisi ini.
Pengambilan Air Suci Pajimatan
Pengambilan air dilakukan oleh keturunan dari penjaga Dusun Carabaka secara turun-temurun. Proses pencarian air suci dilakukan dengan mengamati air di setiap sungai yang ada untuk mencari air toleh.
Pencarian ini dilakukan mulai dari sore untuk menandai lokasi air toleh, dan pada malam harinya, air tersebut akan dibawa ke dalam rumah. Air toleh adalah air yang bergerak berputar berlawanan arah dengan arus sungai.
Air ini diibaratkan seperti orang yang menoleh, sehingga dinamakan air toleh. Untuk melihat arusnya, digunakan bantuan daun kering.
Jumlah air yang diperoleh bisa menjadi pertanda cuaca ketika banyak air yang diperoleh berarti pertanda hujan banyak atau jika air yang diperoleh sedikit berarti hujan juga sedikit. Proses ini menunjukkan kearifan lokal dalam memahami alam dan lingkungan sekitar.
Tradisi Tahun Baru Islam di Sulawesi, Beli Ember dan Gayung untuk Cari Berkah
Zainal, sebagai penjaga Dusun Carabaka, memiliki peran penting dalam mencari air suci ini. Pengambilan air suci dilaksanakan menjelang petang, tengah malam, atau dini hari.
Setiap tahun, intensitas air toleh yang diambil bisa berbeda-beda. Masyarakat percaya bahwa jumlah air yang diambil memiliki pertanda tertentu. Proses pengambilan air suci ini terkadang menghadapi kendala, seperti gangguan oleh makhluk halus atau serangga.
Air suci yang digunakan harus berasal dari air toleh untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, seperti wadah air yang tiba-tiba rusak. Ada perbedaan dalam pelaksanaan pajimatan dulu dan sekarang, seperti penggunaan pisang yang diganti dengan ketan. Perubahan ini menunjukkan adaptasi tradisi terhadap perubahan zaman. Namun, tetap mempertahankan esensi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Secara keseluruhan, pajimatan bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga cerminan dari kekayaan budaya, sejarah, dan spiritualitas masyarakat Dusun Carabaka. Tradisi ini memperlihatkan bagaimana masyarakat setempat menjaga hubungan harmonis dengan alam, leluhur, dan sesama manusia, serta bagaimana mereka menyalurkan nilai-nilai tersebut kepada generasi berikutnya.
Tradisi Malam Satu Suro dalam Kepercayaan Masyarakat Jawa Beserta Mitosnya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News