Hari Raya Idul Adha menjadi momen masyarakat Muslim dunia untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Pada momen ini, umat Islam akan melakukan penyembelihan hewan kurban sebagai salah satu ritual.
Tetapi pada zaman Hindia Belanda, pemerintah kolonial memberikan beban pajak kepada umat Islam. Pemerintah kolonial Belanda mengutip pajak terhadap semua yang dilakukan pribumi, termasuk proses penyembelihan hewan kurban pun dikutip pajak.
Potensi Ekonomi Kurban 2024 Diperkirakan Tembus 28 Triliun Rupiah
“Begini lah hal yang paling keterlaluan dari ulah Belanda. Pemotongan hewan kurban saja harus bayar pajak,” ujar Sejarah asal Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Mansyur yang dimuat Kumparan.
Dirinya menyebut besaran pajak pemotongan hewan saat masa pemerintahan Hindia Belanda bervariatif. Hitungannya berdasarkan gulden (mata uang Belanda), berkisar dari 1/2 gulden hingga 2 gulden.
“Gulden ini tergantung banyaknya, bisa di bawah satu gulden, ada satuannya. Yang paling sering 1/2 gulden, 1 gulden hingga 2 gulden,” ujar Mansyur.
Ditolak NU
Saat itu pemerintah Kolonial Belanda beralasan pungutan pajak untuk demi kepentingan khususnya Nahdlatul Ulama (NU) pada umumnya umat Islam, terutama mereka yang berada di daerah Banjarmasin.
Tetapi saat itu, NU melihat adanya rasa ketidakadilan di masyarakat khususnya umat Islam yang ingin menyembelih hewan kurban. Karena itulah mereka mengirimkan surat untuk menolak pemberlakukan pajak itu.
Lihat Tradisi Unik Perayaan Idul Adha di Indonesia, Yuk!
“Untunglah organisasi NU melihat hal itu langsung berkirim surat agar ibadah kurban jangan lagi dikenakan pajak. Akhirnya dikabulkan pemerintah kolonial (pajak dihilangkan),” mansyur melanjutkan.
Dibatalkan
Karena protes dari umat Islam terutama NU, Pemerintah Kolonial Belanda pun menghilangkan pajak hewan kurban pada 29 April 1938. Terhitung sejak saat itu, pribumi yang hendak merayakan Idul Adha tanpa dikenakan pungutan pajak hewan kurban.
“Akan tetapi penyembelihan hewan kurban ini harus dilengkapi dengan surat keterangan dari Bestuur (pemerintah daerah Banjarmasin era kolonial),” kata Mansyur.
Melihat Peran Hewan Kurban dalam Tradisi Masyarakat Bajawa, Flores
Selanjutnya perwakilan dari Bestuur harus mengirimkan wakilnya untuk langsung hadir dalam proses penyembelihan hewan kurban. Sehingga nantinya ada yang mengawasi proses ibadah kurban.
“Jadi ada yang mewakili proses ibadah kurban pada saat itu,” tutupnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News