Kalimantan Timur berada diambang transformasi besar dengan rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke wilayah ini. Urgensi pemindahan ibu kota negara disampaikan oleh presiden Joko Widodo dan untuk mewujudkan upaya tersebut, maka telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara pada tanggal 15 Februari 2022.
Paralel dengan pertumbuhan dan perkembangan, wilayah ini juga menghadapi tantangan serius berupa over kapasitas signifikan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan). Situasi tersebut tidak hanya mengurangi efektivitas program rehabilitasi, tetapi juga menimbulkan risiko keamanan yang serius.
Sesuai dengan amanatnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, dalam rangka memperingati Hari Bakti Pemasyarakatan ke-60, Senin 29 April 2024 bertempat di lapangan upacara Kementerian Hukum dan HAM mengingatkan agar tetap berpegang pada prinsip yang diikrarkan dalam Konferensi Lembang tanggal 27 April 1964.
Ikrar tersebut tentang transformasi besar dari sistem kepenjaraan yang hanya ditujukan untuk mengurung narapidana menjadi Sistem Pemasyarakatan untuk mereformasi pelanggar hukum ke arah lebih baik.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna mengatakan bahwa masa depan sistem pemasyarakatan bukan hanya tentang memberikan hukuman yang adil, tetapi juga tentang memulihkan individu yang terlibat dalam pelanggaran hukum. "Hukum harus dianggap sebagai alat untuk mengubah sosial menuju kebaikan," ujarnya.
Lapas Suliki Patenkan Batik Tulis Motif Jeruji
“Keberhasilan Pemasyarakatan tidak hanya ditentukan oleh kekokohan tembok atau kekuatan jeruji besi, tetapi lebih pada usaha mengembalikan pelanggar hukum ke masyarakat,” tambahnya lagi.
Oleh karena itu, peran pemasyarakatan—dalam hal ini lapas— sangat vital sebagai ujung tombak dalam akhir sistem pemidanaan di indonesia untuk membina para pelanggar hukum sebelum kembali ke masyarakat.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No 22 tahun 2022 tentang pemasyarakatan pasal 1 ayat 10 “Pembinaan adalah kegiatan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Narapidana dan Anak Binaan”.
Agar berjalan efektif maka Lapas dibentuk di kabupaten atau kota, hal ini juga tercantum dalam pasal 35 ayat 2 “Lapas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk di kabupaten/kota.”
Data Narapidana dan Tahanan di UPT Pemasyarakatan Kalimantan Timur
NO | SATUAN KERJA | JUMLAH NARAPIDANA DAN TAHANAN | KAPASITAS | % KAPASITAS |
1. | Lapas Kelas IIA Samarinda | 755 | 270 | 280% |
2. | Lapas Kelas IIA Balikpapan | 807 | 567 | 142% |
3. | Lapas Kelas IIA Tenggarong | 1419 | 350 | 405% |
4. | Lapas Kelas IIA Bontang | 1707 | 470 | 363% |
5. | Lapas Narkotika Kelas IIA Samarinda | 1020 | 400 | 255% |
6. | LPP Kelas IIA Tenggarong | 283 | 252 | 112% |
7. | LPKA Kelas II Samarinda | 69 | 150 | 46% |
8. | Rutan Kelas IIA Samarinda | 1257 | 480 | 262% |
9. | Rutan Kelas IIB Balikpapan | 1075 | 186 | 578% |
10. | Rutan Kelas IIB Tanah Grogot | 689 | 160 | 431% |
11. | Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb | 624 | 195 | 320% |
JUMLAH | 9705 | 3480 | 279% |
Sumber: LKjIP Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Timur Tahun 2023 dan diolah dari berbagai sumber
Dari data di atas bisa dilihat bahwa Lapas dan rutan di Kalimantan Timur mengalami over kapasitas yang parah. Misalnya, Lapas Kelas IIA Tenggarong mengalami over kapasitas hingga 405%, dengan jumlah narapidana mencapai 1419, padahal kapasitasnya hanya 350.
Situasi serupa terjadi di hampir semua lapas dan rutan di Kalimantan Timur, mencerminkan kondisi yang tidak hanya berdampak negatif terhadap kondisi hidup narapidana, tetapi juga pada proses pembinaan dan rehabilitasi mereka.
Melihat Lebih Dalam, Mengungkap Akar Konflik di Balik Dinding Lapas
Dengan rencana pemindahan ibu kota, diharapkan akan terjadi peningkatan jumlah penduduk dan potensi kegiatan ekonomi, yang dapat memicu peningkatan tindak kriminal. Hal ini memperkuat argumentasi untuk pembangunan infrastruktur pemasyarakatan yang memadai di Kalimantan Timur, khususnya di empat kabupaten yang belum memiliki lapas atau rutan, yakni Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kutai Barat (Kubar), Penajam Paser Utara (PPU), dan Mahakam Ulu (Mahulu).
Lebih lanjut, keberadaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) juga hanya ada satu, yakni di Tenggarong Kutai Kartanegara. Itu mengindikasikan bahwa anak binaan di luar daerah yang jauh bisa saja digabung dengan narapidana dewasa karena keterbatasan akomodasi untuk memindahkannya. Jelas hal ini bertentangan dengan UU No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak pasal 85 ayat 1 “Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di LPKA.”
Sebagai langkah awal, sangat penting untuk membangun fasilitas pemasyarakatan baru di kabupaten yang belum memiliki lapas dan rutan tersebut. Hal ini tidak hanya akan membantu mengurangi beban over kapasitas pada fasilitas yang ada. Namun, juga memastikan bahwa lapas dan rutan tersebut dapat memenuhi standar pembinaan yang lebih baik.
Selain itu, penting juga untuk mengimplementasikan kebijakan yang lebih ketat dalam pengelolaan kapasitas lapas untuk mencegah masalah over kapasitas pada masa yang akan datang.
Pembangunan infrastruktur pemasyarakatan yang memadai di Kalimantan Timur bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan dasar keamanan. Namun, juga tentang menciptakan sistem yang lebih efektif untuk rehabilitasi dan reintegrasi narapidana. Dalam jangka panjang, keberhasilan sistem pemasyarakatan akan sangat ditentukan oleh kemampuan kita untuk memandang hukum tidak hanya sebagai alat hukuman, tetapi sebagai sarana untuk pembinaan karakter dan reintegrasi sosial yang efektif.
Pemerintah dan masyarakat harus mendukung inisiatif ini, memastikan bahwa perpindahan ibu kota baru tidak hanya membawa pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, juga kemajuan dalam penegakan hukum dan pemasyarakatan. Mari kita dukung upaya pemerintah dalam transformasi ini, demi keadilan sosial yang lebih luas dan masyarakat yang lebih harmonis.
Fort Willem I; Benteng Belanda yang Kini Jadi LAPAS
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News