Kata “Gus” menjadi panggilan atau sapaan yang cukup populer di kalangan pesantren. Secara umum, sebutan ini sama halnya dengan sapaan “Mas” dalam masyarakat Jawa atau panggilan “A” dalam masyarakat Sunda.
Akan tetapi, ada berbedaan mendasar penggunaan panggilan “Gus”, “Mas”, dan “Aa” dalam masyarakat. Jika “Mas” dan “Aa” dapat ditujukan kepada siapapun, dalam hal ini seluruh lapisan masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki. Panggilan “Gus” dalam Islam justru memiliki peraturan dan ketentuan yang ketat dalam penggunaannya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, panggilan “Gus” secara umum merujuk pada nama julukan atau nama panggilan untuk anal laki-laki. Artinya, panggilan “Gus” dapat digunakan secara umum seperti “Mas”, dan “Aa”. Namun, pada definisi selanjutnya, KBBI menjelaskan secara khusus penggunaan sapaan tersebut.
“Gus” merupakan nama panggilan untuk ulama, kiai, atau orang yang dihormati. “Gus” juga jamak digunakan sebagai panggilan untuk anak lelaki yang merupakan putra kiai atau pemilik pesantren.
Di wilayah Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, gelar “Gus” disematkan oleh masyarakat kepada anak kiai sejak ia baru lahir.
Pemberian gelar “Gus” di kalangan pesantren atau masyarakat luas tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Mudir (Pemimpin) Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang, Kiai Ahmad Roziqi dalam NU Online menegaskan bahwa orang yang memiliki gelar “Gus” harus bernasab dan bersanad.
Bernasab artinya sosok yang memiliki gelar “Gus” harus memiliki garis keturunan yang jelas dari tokoh agama Islam. Hal ini tentu sesuai dengan definisi “Gus” yang menyatakan sebutan tersebut digunakan kepada seseorang yang merupkaan anak dari kiai.
Sementara itu, bersanad artinya orang yang menyandang gelar “Gus” harus memiliki kapasitas keilmuan Islam yang mumpuni.
"Malah kalau standar Gus Baha (KH Ahmad Bahauddin Nursalim) lebih ekstrem lagi. Nama Gus tidak hanya bernasab, tapi juga ada syarat standar keilmuan," jelasnya, Kamis (4/8/2022).
Seperti yang diketahui, Gus Baha merupakan salah satu kiai dari ponpes Rembang yang cukup populer di kalangan masyarakat. Selain Gus Baha, tokoh dengan gelar “Gus” yang sangat terkenal bahkan terkenang bagi masyarakat ialah K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan Presiden ke-4 Republik Indonesia.
KH Mustofa Bisri atau biasa dikenal sebagai Gus Mus, menjelaskan lebih lanjut bahwa sebutan “Gus” biasanya diberikan kepada putra kiai yang belum pantas disebut kiai. Oleh karena itu, seorang Gus dapat disebut sebagai kiai muda.
Meski demikian, Kiai Ahmad Roziqi mengungkapkan bahwa penggunaan gelar “Gus” saat ini mulai jamak dan tidak sekonservatif seperti zaman dulu.
Ia menambahkan bahwa panggilan “Gus” saat ini bisa dimaknai sebagai “kakak”. Selain itu, dalam beberapa kasus anak kiai juga tidak memiliki gelar “Gus”. Sebab, gelar “Gus” memang diberikan oleh masyarakat sehingga seseorang tidak dapat mendeklarasikan dengan menyebut dirinya sebagai “Gus”.
"Tetap ilmu dan keshalehan lah yang menjadi tolak ukur kehormatan seseorang. Jangan terkecoh," tegasnya.
Salah satu tokoh NU, KH Salmanudin Yazid Al Hafidz yang merupakan Ketua PCNU Jombang 2017-2022 bahkan mengungkapkan bahwa di keluarganya, sapaan “Mas” lebih populer daripada “Gus”.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


