Jatinegara Kaum punya cerita. Di sana, tersimpan sejarah mengenai Ahmad Jaketra dan keturunannya yang mendiami daerah tersebut hingga kini.
Secara resmi, Jatinegara Kaum adalah sebuah kelurahan yang berada di kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Sepintas, tak ada perbedaan mencolok antara Jatinegara Kaum dengan kelurahan lainnya di ibu kota. Namun, kawasan tersebut punya kekhasan tersediri, yaitu sejarah panjang yang membentuk masyarakat dengan identitas yang begitu menarik.
Dikatakan menarik karena orang-orang yang berasal Jatinegara Kaum menyebut diri mereka orang asli Jakarta. Namun, mereka juga tidak mau digolongkan sebagai orang Betawi, kelompok etnik yang dikenal luas sebagai penduduk asli Jakarta.
Nyatanya, orang Jatinegara Kaum memang punya budaya yang berbeda demgan orang Betawi. Salah satu perbedaan yang paling nyata adalah bahasa yang digunakan. Bukan Bahasa Betawi, orang Jatinegara Kaum menggunankan Bahasa Sunda sebagai bahasa lokalnya.
Mengapa bisa seperti demikian? Ternyata, ini terkait dengan asal-usul orang Jatinegara Kaum yang leluhurnya berasal dari Banten dan Cirebon.
Debat Sengit Aidit-Natsir: Sampai Ingin Lempar Kursi, tapi Jadi Teman Ngopi di Luar Sidang
Sejarah Jatinegara Kaum
Jatinegara Kaum awalnya adalah tempat di mana sejumlah petinggi Kesultanan Banten tinggal pada masa lampau. Pangeran Jayakarta alias Ahmad Jakerta adalah salah satuhya, yang mana ia merupakan wakil kesultanan untuk memegang kendali atas kota pelabuhan Jayakarta.
Singkat cerita, Jayakarta yang berstatus negara vasal atau bawahan Kesultanan Banten ditaklukkan Belanda. Pada 30 Mei 1619, Belanda menyerang Jayakarta hingga porak poranda. Bangunan kerajaan dan pemukiman penduduk pun dibumihanguskan.
Yasmine Zaki Shahab dalam Penelusuran Sejarah Peradaban Jakarta menjelaskan bahwa saat Jayakarta dikuasai oleh Belanda, Ahmad Jakerta tidak kembali ke Banten, melainkan, menyingkir ke bagian timur kota lalu membangun pemerintahan Jatinegara pada 1619. Di sana pula ia menjalankan aksi perlawanan terhadap Belanda.
Setelah sekian lama, keturunan Ahmad Jakerta tetap tinggal di Jatinegara Kaum dan jadilah kelompok masyarakat yang berada di sana.
Sebagai keturunan Ahmad Jakerta dari Banten dan Cirebon, tak mengherankan apabila orang Jatinegara Kaum menjadikan Bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Selain bahasa, perbedaan antara orang Jatinegara Kaum tampak pula dari nama-nama yang diberikan orang tua kepada anaknya.
Bagi orang Jatinegara Kaum, nama-nama seperti Tubagus, Ateng, dan Raden adalah hal yang lazim, yang mana itu adalah nama yang bernuansa Banten, demikian seperti dicatat Lisa Prihatin dalam Islam dan pengaruhnya di Jatinegara Kaum 1926-1955: Kajian Historis.
Di Jatinegara kaum, jejak-jejak sejarah juga masih bisa dilihat hingga saat ini. Salah satunya adalah makam Ahmad Jakerta beserta sanak keluarganya. Lokasi tepatnya adalah di samping Masjid Assalafiyah, Jalan Jatinegara Kaum.
Referensi:
- Shahab, Y. Z. (2018). Perkembangan Kependudukan di Jakarta. In Penelusuran Sejarah Peradaban Jakarta (pp. 23–74). Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
- Prihatin, L. (2005). Islam dan pengaruhnya di Jatinegara Kaum 1926-1955 : Kajian Historis. Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News