upayaku melestarikan tradisi kebudayaan dan lingkungan - News | Good News From Indonesia 2023

Upayaku Melestarikan Tradisi, Kebudayaan dan Lingkungan

Upayaku Melestarikan Tradisi, Kebudayaan dan Lingkungan
images info

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Namaku Temanku Lima Benua, lahir di Klaten, di lereng bukit Cakra Kembang Bayat Klaten, Aku tinggal bersama ibuku dan nenekku, tentu saja aku di manjakan oleh nenekku, dimana nenek selalu didekatku atau sebaliknya. Nenekku bangun setiap jam 3 pagi, setelah sholat malam, beliau selalu menyiapkan perlengkapan daganganya yaitu pecel, mulai memanaskan air untuk merebus sayurananya dari bayem, kenikir, kacang panjang, cenil, tokolan (toge) sampai dengan kembang turi. Menumbuk kacang untuk sambal pecel, dan aku selalu membantu menyiapkan kertas, daun dan jithing (potongan lidi yang digunakan untuk nusuk daun dan kertas), jam 5 pagi kita sudah siap, orang-orang sudah ngantri, beli untuk lauk sarapan. Nenek dan aku mulai beraksi, nenek melayani pembeli dan aku membuat gambar sketsa wajah pembeli yang datang ke tempat nenekku. Jika aku bosan menggambar aku membantu menghantar bungkusan ke pelanggan nenek yang ada di depan pasar, namanya lik Hasan, usianya diatas 60an tahun, dari kecil dia menjadi tukang parkir, naruh 20 bungkus di bronjong sepeda yu Tun, pedagang sayur keliling dan beberapa bungkus lagi ke lik Salim, mantri pasar yang berada di ujung pasar, orangnya kecil berkulit agak gelap, giginya putih dan orangnya suka melucu. Di ujung sebelah kanan, ke tempatnya pakdhe Sayuti, pedagang besek, anglo, keren dan perkakas dari tanah liat dan bambu, kalau senyum “cling” gigi emasnya terlihat jelas. Yang terakhir ke tempat pamanku yang bernama Majuni kerjanya mondar-mandir jalan bolak-balik dari belakang ke depan trus balik lagi, dia seorang pengaman pasar dan hansip kampung santri sebelah, dia juga kadang membantu mengantar bungkusan ke warung-warung pinggir jalan. Hampir semua orang pasar yang jumlanya ratusan aku kenal, karena semuanya pernah aku gambar. Kertas yang aku gunakan menggambar adalah bungkus pecel pilihan, warnanya agak gelap dan kertasnya sudah tua, yang warnanya sudah berubah menjadi agak coklat, karena pembeli tidak sudak dengan bungkus kertas yang tua, penginya dengan kertas yang putih bersih, kertas baru atau kertas sobekan majalah yang tidak bau tua. Sedangkan alatku untuk membuat sketsa atau menggambar adalah dengan sisa arang pilihan dari memasak air panas yang digunakan untuk merebus sayuran, arang vaforitku adalah arang dari ranting manga muda “tali jiwa”, selain warna hitam dari arang aku juga menggunakan warna putih dengan “injet” yang didapat dari nenek-nenek tetangga nenekku yang suka “nginang”, yang bibirnya bisa merah merona tidak kalah dengan bibir artis Hollywod.

Di Klaten tempatku tinggal ada bukit Petrum yang berada di pereng Jimbung lor Krakitan Bayat, dari daerah itulah kakekku berasal. Bukit Petrum letaknya berhdapan dengan Bukit Cakra Kembang tempat nenekku berasal. Di bukit Petrum tersebut ada bukit gamping dan binatang-binatang kerang terpendam, diatas batu gamping yang terkikis ada rumah yang terkenal sampai ke Perancis, dan Eropa. Di daerah ini ada juga tradisi Sawalan yang menceritakan panglima Sido Gurogro, dimana dia berbaris berjajar bersama prejurit-prajuritnya yang bejumlah ratusan, saat ini digambarkan dengan barisan hasil panen dan rombongan pembawa kue apem yang akan menjadi rebutan saat tradisi sawalan dilaksanakan, suasananya seru. Pelakon Panglima Sido Guroguro dan prajuritnya yang jumlahnya ratusan menggunakan make-up dari jelaga, langes atau arang hitam yang ditumbuk dicampur dengan mentega, untuk warna putih menggunakan batu gamping injet pilihan yang juga dicampur dengan mentega, agar tidak panas di kulit. Prajuritnya jadi terlihat serem-serem tapi imut, ditambah dengan gaya mereka berekspresi, kita bisa terpingkal-pingkal melihat cara jalanya, tradisi ini dinamakan “Grebek Sawalan”.

Tradisi Sawalan, ada setiap tahun, sebelum dan setelah grebek ada gelaran seperti pasar malem, dan permainan vaforitku adalah ombak banyu, berputar naik turun dan berpegangan hanya dengan satu tangan, tanpa tali pengaman atau pelindung, membuat jantung berdegup kencang, ibaratnya seperti panglima Sido Guroguro mau maju perang. Permainan ini mirip dengan yang ada di Ancol Jakarta, meskipun lebih tinggi ayunanya, atau lebih mahal tiketnya, tetapi menurut kami anak desa, tetap saja CUPU!, pakai pengaman, berpegangan dua tangan, kayak orang mau menyerah saja, kata anak generasi z, ini cuma canda.

Setelah jam setengah 7 saya dijembut mbak Wahyuni naik sepeda untuk berangkat sekolah, dagangan nenekku biasaya jam 7 sudah habis, setelah belanja untuk berdagang besok, jam 9 nenekku istirahat. Sepulang sekolah biasanya aku membatu nenek motong sayuran, sambil bercanda sesekali gambar bareng di atas tanah pawon gandok (dapur rumah belakang), dengan menggunakan jithik (kayu ranting), yang sesekali dihapung menggunakan tapak tangan atau kaki, dan kakekku suka nimbrung dengan membuatkan kayu yang lebih enang untuk mencorat-coret tanah, sekarang nenek dan kakekku sudah di surganya Tuhan, semoga nenek dan kakekku senang melihat hasil karyaku yang sekarang, yang tidak melupakan akar tradisi yang nenek kakek contohkan, “gunakan apa yang ada di sekitarmu, manfaatkan dengan kemampuanmu, berkarya tidak harus dengan barang mahal, bukan berati tidak bisa laku mahal, jangan pantang menyerah, karya jelek di omongin, karya bagus juga diomongin, sing penting ora nathoni liyan”.

Di Pekan Kebudayaan Nasional, penginku hanya ikut di tanggl 21 dan 22 Oktober 2023 seperti yang mereka janjikan, meskipun kenyataanya ditanggal yang sudah mendekati dilupakan dan tidak dibutuhkan. Tuhan maha adil dan mengetahui, aku di undang Sekretaris Dirjen Kebudayaan untuk datang di Pembukaan Pekan Kebudayaan Nasional pada tanggal 20 Oktober 2023 untuk meng-sketa tamu undangan, yang diberikan sebagai souvenir, dan membawa karya untuk bisa di pamerkan. Sesuai dengan passion, aku menggambar atau membuat sketsa wajah menggunakan material yang ramah lingkungan yaitu menggunakan kertas bakas dan daur, arang dan injet. Frame yang digunakan untuk membikai karyapun menggunakan kayu limbah jati yang lama terpendam. Ini salah satu karya sketsa wajah dengan frame KohLoWet : (terlampir)

Saat ini Jakarta mencapi 39º panasnya, mari bersama-sama kita menghambat kerusakan bumi, dengan menggunakan barang-barang yang ramah lingkungan, barang yang masih bisa digunakan, manfaatkanlah. Meskipun hanya sedetik yang bisa kita lakukan untuk menghambat lakukanlah. Ambil dan gunakan barang secukupnya, sesuai kebutuhan, ingat masa depan anak dan cucu kita kelak, jika pada masa-masaku generasi Z semuanya telah dihabiskan, apa yang akan didapat oleh generasi alpha dan generasi-generasi seterusnya. Bumi hanyalah titipan mari kita kembalikan bumi kepada yang empunya dengan keadaan yang semestinya, aman, nyaman dan tenteram. Udara yang segar, air yang jernih dan tanah yang subur.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

TL
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.