12 Agustus, 2023 merupakan salah satu momen bersejarah bagiku. Bukan karena aku mempunyai kekuatan super secara tiba-tiba, atau mungkin nobel sastra yang telah tergenggam ditanganku. Namun, tak menutup kemungkinan akupun mengharapkan hal itu, hahaha.
Baiklah, mari kita lanjut, teman. Pagi itu hari sedikit mendung ditemani kabut yang cukup menyakitkan mata. Niat hati ingin melangkah sekadar memutus rasa bosan sembari berolahraga ringan. Rasa semangat untuk mencuci mata dan mencuci mulut dengan ragam makanan yang ditawarkan di pinggiran-pinggiran jalan.
Kukantongi ponsel dan sejumlah uang dan mulai berjalan ke luar gang kecil tempat di mana aku tinggal. Harusnya aku izin terlebih dahulu pada kakakku. Namun, saat itu rumahku sedang tidak orang. Orang tuaku pergi ke pasar dan kakkaku sedang ada tugas. Entahlah tugas apa, yang kulihat dari status media sosialnya hanya ngobrol seru saja. Barangkali tugasnya tugas komunikasi.
Langkah kakiku terayun dengan santai dan damai. Mataku juga menikmati pemandangan sekitar. Lambat laun, kakiku berjalan semakin cepat dan sekitar sepuluh menit setelahnya, aku baru menyadari bahwa aku sudah berlari santai. Tentu saja sebagai kaum rebahan hal itu merupakan rekor tersendiri yang perlu dibanggakan dan diingat selalu. Tak lama setelah menyadari, aku kembali menjalankan kakiku seperti biasa. Di lain sisi, perutku sudah berontak meminta untuk diisi.
Tak tahan akan hal tu, aku berniat menghentikan langkahku di salah satu stand makanan. Tapi niatku kugagalkan kala melihat seorang anak yang sedang membawa sebuah kantong besar sembari berteriak menjajahkan jualannya. “KACANG GORENGGG,” ujar anak tersebut dengan posisi berdirinya tidak jauh dari tempatku berdiri.
Hatiku sedikit iba dengan pakaiannya yang terlihat kumuh dan sudah dipenuhi bolong-bolong. Entah kenapa, rasa simpatiku seakan datang secara berombongan hingga suara panggilan terhadap anak tersebut akhirnya berhasil kukeluarkan.
“DEEKKK, BELI SINII,” panggilku dengan melambaikan tangan kanan ke arahnya. Dia menoleh, mata kami bertatapan. Siluet gembira dapat kurasakan, Namun, entah kenapa, rasa sedih menyelimutiku. Keadaan kami seakan berbanding terbalik.
Dalam diam, kutatap dia yang berlari-lari kecil ke arahku.
“Kak, beli ya? Berapa kak?” Tanyanya dengan berbinar.
“Iya, dek. Beli 5.” Aku menjawab cepat sampai tidak terpikir untuk bertanya mengenai harganya.
“Beli apa kak? Kacang apa roti?” Dia bertanya lagi.
“Oh? Jual roti juga ya dek?” Tanyaku lagi.
“Iya, kak.”
“Yaudah, beli lima roti lima kacangnya dek,” balasku memberikan keputusan. Tangan kecilnya dengan cepat mengambilkan pesananku. Melihat keadaannya yang sepertinya masih anak sekolah dasar, aku jadi penasaran untuk bertanya mengenai pendidikannya.
“Masih sekolah, dek?” Dia menoleh sesaat lalu mengangguk.
“Iya kak, masih SD.” Kan, benar dugaanku.
“Kelas berapa? Kok jualan?”
“Kelas 4 SD, kak. Jualan buat biaya sekolah sama nabung.”
“Nabung buat apa?” Barangkali ini sudah terlalu dalam, tapi entah kenapa aku merasa sangat penasaran.
“Buat sekolah tinggi, Kak. Aku mau jadi dokter biar bias ngobatin orang gratis. Soalnya, kakakku gak bisa bangun lagi karena gak ada uang.”
Aku terdiam. Tangannya memberikan pesananku begitupun aku memberikannya uang berwarna hijau.
“Sebentar ya kak, mau cari kembaliannya dulu.” Dia berkata sembari bersiap mencari tempat yang bisa menukar uang tersebut jadi lebih kecil. Namun, aku lebih dulu menahannya, “Udah gapapa, kembaliannya ambil aja. Semangat sekolahnya ya, semangat juga gapai cita-citanya.”
Dia mengucapkan terima kasih berulang kali. Aku tersenyum kecil. Segera kulangkahkan kakiku dari hadapannya sembari menahan dengan kuat butiran air yang siap menetes membasahi pipi. Rasa haru begitu besar. Semoga cita-citamu tercapai, dik dan buatlah kabar baik tentang Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News