budaya dodo pembentukan karakter sosial dan kaitannya dengan prinsip pendidikan unesco - News | Good News From Indonesia 2023

Budaya Dodo: Pembentukan Karakter Sosial dan Relevansinya dengan Prinsip Pendidikan UNESCO

Budaya Dodo: Pembentukan Karakter Sosial dan Relevansinya dengan Prinsip Pendidikan UNESCO
images info

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Manusia sebagai makhluk hidup memiliki kearifan lokal sebagai aspek kebudayaan. Kebudayaan memengaruhi kehidupan seseorang yang menjadi bagian dari masyarakat. Nuraeni & Alfan (2012) mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan serta pengalamannya, kemudian menjadi pedoman bagi tingkah lakunya.

Oleh karena itu, kebudayaan memengaruhi tindakan manusia yang terjadi dalam rangka mempertahankan diri demi kelangsungan hidupnya. Kebudayaan di Manggarai merupakan hasil olah pikir oleh kelompok etnis Manggarai itu sendiri, yang mencerminkan identitas diri dan kelompok sebagai pembeda dengan budaya kelompok lainnya.

Orang Manggarai merupakan kelompok masyarakat budaya yang tersebar di Flores Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki kearifan lokal sebagai aspek kebudayaan. Secara umum bentuk-bentuk kearifan lokal dalam suatu kelompok masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, adat-istiadat, kebiasaan, hukum adat, dan aturan-aturan. Salah satu bentuk kearifan lokal yang membentuk pola prilaku masyarakat Manggarai adalah kebiasaan dodo.

Dodo adalah sistem kebiasaan kerja masyarakat Manggarai dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang dilakukan secara bergantian melalui semangat gotong royong (Jebaru dan Tejawati, 2019).

Sistem kerja tersebut biasanya diterapkan pada kelompok kerja yang sudah dibentuk dan telah menyepakati jenis pekerjaan apa yang akan dikerjakan. Jenis pekerjaan yang dimaksud seperti membuka lahan baru, membabat rumput di kebun, menanam dan memanen padi, kopi, cengkeh, dan sebagainya.

Jenis pekerjaan yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh mata pencaharian masyarakat Manggarai yang sebagian besar bercocok tanam di ladang dan di sawah.

Berdasarkan konsep di atas, terdapat unsur-unsur yang terkandung dalam budaya dodo yaitu, pertama, unsur orang atau pelaku dodo itu sendiri. Pelaku yang terlibat di dalam dodo biasanya berjumlah dua orang atau lebih. Pelaku-pelaku tersebut adalah pria dan wanita dewasa yang masuk dalam kategori usia kerja.

Kedua, unsur pekerjaan. Artinya, di dalam dodo terdapat pekerjaan yang harus diselesaikan oleh anggota kelompok dodo itu sendiri. Adapun jenis-jenis pekerjaan yang disepakati yaitu seperti mengolah sawah, membuka lahan baru, membabat rumput di kebun, dan sebagainya.

Ketiga, unsur pedoman. Unsur tersebut berkaitan dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota kelompok. Keempat yaitu unsur tujuan. Dalam hal ini, terdapat tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam dodo.

Tujuan-tujuan tersebut yaitu keefektifan, keefisienan, dan produktivitas. Keefektifan dodo berarti dodo memiliki nilai guna bagi setiap anggota kelompok yang terlibat. Nilai guna tersebut yaitu mempermudah dan memperlancar pekerjaan.

Keefisienan dodo berarti bahwa meskipun dodo memanfaatkan sumber daya yang sedikit, namun bisa menyelesaikan pekerjaan dalam jumlah yang banyak. Sementara itu, produktivitas dodo berarti kemampuan setiap anggota kelompok menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang singkat dengan hasil yang maksimal.

Oleh karena itu, penulis menemukan sejumlah sikap karakter sosial yang terkandung di dalam dodo. Merujuk pada konsep “human relationship” dari Erich Fromm (via Tetep, 2017), bahwa karakter sosial berkaitan erat dengan interaksi antara satu individu dengan individu lainnya.

Artinya seseorang dapat bersatu dengan orang lain dalam semangat cinta dan kerjasama apabila ia dapat berbaur menyesuaikan diri dalam kelompok masyarakatnya. Budaya dodo dalam hal ini merupakan upaya dari masyarakat Manggarai dalam mengimplementasikan budaya gotong royong.

Dalam penerapanya, dodo tentunya melibatkan anggota kelompok masyarakat yang telah meyepakati sistem kerja sama yang ditetapkan. Jadi, sikap karakter sosial yang terkandung di dalam dodo adalah sikap gotong royong, kebersamaan, dan kepedulian terhadap sesama.

Ketiga sikap karakter sosial tersebut sejalan dengan sikap-sikap sosial yang dijabarkan oleh Tetep (2017), yang mengatakan bahwa karakter sosial merupakan perwujudan kepribadian yang melambangkan kualitas karakter bangsa yang baik seperti mewujudkan sikap toleransi, menghormati, menghargai, kebersamaan, gotong-royong serta kepedulian dan kepekaan terhadap sesama.

Ketiga sikap tersebut merupakan pilar utama dalam penerapan dodo. Sikap-sikap tersebut berangkat dari rasa persaudaraan yang muncul berdasarkan sikap sosial tanpa pamrih dari setiap individu dalam suatu kelompok.

Tujuannya adalah untuk meringankan beban atau memudahkan pekerjaan yang ada, serta berharap akan mendulang hasil yang cukup dengan memaksimalkan seluruh potensi yang ada.

Praktek gotong royong, kebersamaan, dan kepedulian terhadap sesama yang terkandung di dalam dodo diyakini sebagai tradisi kehidupan bermasyarakat yang merupakan salah satu bentuk pengamalan sila ketiga Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”. Sila tersebut mengandung arti bahwa seseorang tidak dapat menjalani kehidupan tanpa bantuan orang lain.

Di pihak lain, pendidikan merupakan proses pembudayaan. Melalui pendidikan, nilai-nilai budaya dapat dilestarikan, dikembangkan, dan didayagunakan untuk menciptakan generasi berkarakter. UNESCO di bawah kepemimpinan Jecques Delors (1996), mengusulkan empat pilar yang menjadi landasan pendidikan. Keempat pilar tersebut diantaranya: belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do), belajar untuk hidup bersama (learning to live together), dan belajar untuk menjadi sesuatu (learning to be). Keempat pilar ini menjadi dasar dalam pendidikan.

Masing-masing berhak mendapat perhatian yang sama dan membentuk satu kesatuan yang akan memandu pendidikan sepanjang masa hidup manusia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengidentifikasi dua pilar pendidikan yang terkandung dalam budaya dodo masyarakat Manggarai, yaitu belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do) dan belajar untuk hidup bersama (learning to live together).

Di dalam pembelajaran karakter yang diterapkan di sekolah, dodo dapat bernilai edukatif. Dodo dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan yang kontektekstual dan bermakna. Pilar learning to do mengharuskan peserta didik dapat mengaitkan pelajaran dengan kompetensi yang ada. Selain itu, peserta didik mampu mengaplikasikan pemahamannya dan bertindak secara kreatif ketika berada di tengah masyarakat.

Sementara itu, pilar learning to live together mengajarkan peserta didik bagaimana menerapkan nilai-nilai kebersamaan dan memiliki kemampuan bertindak dalam hidup bersama. Jadi, dodo dalam hal ini dapat dijadikan sebagai model pembelajaran yang berbasis kearifan budaya Manggarai. Hal tersebut didukung oleh kedua pilar pendidikan yang terkandung dalam dodo yang juga dapat menjadi acuan bagi peserta didik dalam bertindak baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.

Daftar Pustaka

Delors, Jecques. 1996. Learning: the treasure within; report to UNESCO of the International Commission on Education for the Twenty-first Century. Scientific and Cultural Organization: United Nations Educational

Jebaru dan Tejawati. 2019. Dodo Sebagai Bentuk Kearifan Lokal Untuk Memelihara Solidaritas Sosial Masyarakat Desa Meler Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai. Vol. 07, No. 2 September 2019

Nuraeni dan Alfan. 2012. Studi Budaya di Indonesia. Pustaka Setia: Bandung

Tetep. 2017. Menggali Nilai-Nilai Karakter Sosial dalam Meneguhkan Kembali Jati Diri Ke-Bhineka-an Bangsa Indonesia, Prosiding Konferensi Kebudayaan Kewarganegaraan III, 11 November 2017, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YU
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.