menggaungkan kembali seni genjring kesenian khas kuningan - News | Good News From Indonesia 2023

Menggaungkan Kembali Seni Genjring,Kesenian Khas Kuningan

Menggaungkan Kembali Seni Genjring,Kesenian Khas Kuningan
images info

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional2023

#IndonesiaMelumbungUntukMelambung

Salah satu kesenian yang populer di Kuningan dan sekitarnya adalah seni tabuh genjring, meski tidak sepopuler wayang golek atau jaipongan, keberadaan genjring relatif menyebar di desa desa yang berada di kabupaten Kuningan.

Genjring kurang afdol bila tidak dipadukan dengan Rudat kedua seni khas Kuningan seakan seiring sejalan.Bila Genjring merupakan musikalisasi pengantar Rudat untuk beratraksi. Genjing alat tabuh seperti rebana, namun mempunyai “kecrek”, kepingan logam di bagian pinggir Genjring.

Wilayah di Kuningan yang memiliki tradisi Genjring adalah Kecamatan Subang,Kecamatan Darma, Kecamatan Cilimus,Kecamatan Mandirancan, Kecamatan Pasawahan dan Kecamatan Pancalang. Meski sama sama berada wilayah Jawa Barat, berbahasa Sunda. Bentuk kesenian maupun dialek bahasa berbeda dengan daerah Priangan.

Kuningan memiliki beberapa kesenian khas, seperti Pesta Dadung,Seren Taun,Kawin Cai,Sintren, Tari Buyung, dan tentu saja Genjring. Bahkan dalam berbagai kesempatan,Pemerintah Daerah Kuningan memberikan kesempatan kesenian Genjring untuk berkembang, bahkan Bupati Kuningan, H Acep Purnama SH MH,memiliki skill mumpuni bermain genjring.

Generasi milenial meminati bermain genjring(sumber poto Fery Irmahda)
info gambar

Seni Genjring dan Rudat bukan melulu berada di Kabupaten Kuningan, bahkan seni Rudat adalah bagian dari budaya suku Sasak di Provinsi Nusa Temggara Barat, alat tabuhnya pun identik dengan Genjring dari Kuningan. Pada dasarnya Genjring dengan syairnya, merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, serta puji pujian kepada Nabi Muhammad.

Seni pertunjukan termasuk warisan budaya tak benda, mengutip katadata.co.id, hingga tahun 2020 ada 378 kategori seni pertunjukan sebagai warisan budaya. Zaman telah berubah, meski saat ini era digital, seni pertunjukan seperti Genjring dan Rudat jangan sampai surut.

Kenangan Gaya Flamboyan Abah Wahid Memainkan Rudat

Orang orang dahulu jago memainkan genjring, ada kwartet Abah Wahid, Abah Djamhari,Abah Kartan dan Abah Bungsu, biasanya formasi genjring adalah empat pemukul genjring dan satu penabuh bedug, posisi penabuh bedug meski cuma satu orang namun harus menyelaraskan nada. Di tahun tahun sekitar 90an, bila mereka tampil,suasana terasa hidup.

Genjring akan semakin hot permainannya jika di iringi Rudat, adapun Rudat adalah olah seni yang dipadu dengan jurus jurus pencak silat. Tarian Rudat lebih mirip dengan tarian Saman dari Aceh, gerakannya bertumpu ketika bersimpuh dan menggerakan badan, seirama sehingga sedap dipandang mata.

Beruntung bagi penulis yang saat itu merupakan remaja di Desa Rajawetan, ketika ada acara hajatan. Menyaksikan secara langsung aksi Rudat Abah Wahid. Era 90an, ketika sebuah keluarga yang melaksanakan hajatan, entah itu pernikahan atau khitanan. Hiburan hajatan adalah Genjring dan Rudat.

“Pongbingpongdem....pongbingpongdem”.

Suara genjring di pukul bertalu talu,lantunan shalawat terdengar syahdu. Antara beduk dan genjring terdengar irama musik ritmis, pemain Genjring menggunakan tangan kiri untuk memegang alat musiknya dan tangan kanan memukul Genjring. Tak berapa lama kemudian Abah Wahid dengan percaya diri memainkan atraksi yang di nanti.

Memakai baju pangsi khas Sunda yang berwarna hitam,sarung yang di lilitkan ke pinggang.Mengikuti hentakan Genjring, seniman kampung bernama Abah Wahid mulai memainkan Rudat.Awalnya adalah memperagakan gerakan silat,kekuatan kuda kuda kaki dan juga ketangkasan tangan.

Kemudian Abah Wahid duduk bersimpuh, dari mulutnya terdengar shalawat. Tangan lurus ke depan, sesekali direntangkan ke samping,acapkali beliau meliukan tubuhnya seiring nada Genjring. Dengan tangkas ia pun main Rudat, kadang merunduk namun tak lama kemudian berdiri dan meninju ke arah depan. Rudat ala Abah Wahid selalu seru untuk di tonton.

Generasi Abah Wahid yang ciamik mainkan Genjring dan Rudat, saat ini mereka telah berpulang. Namun apa yang telah ditinggalkan menjadi warisan berharga bagi generasi berikutnya. Tak bisa lagi menyaksikan kwartet legend Genjring Desa Rajawetan. Terakhir legend Genjring yang berpulang adalah Abah Basra.

Meski Senyap Regenerasi Pemain Genjring Masih Ada

Tradisi genjring di Rajawetan(sumber poto:Fery Irmahda)
info gambar

Generasi milenial yang kena gempur budaya Kpop,serta mudahnya mendapat akses hiburan dalam genggaman. Tadinya berpikir bahwa seni Genjring di Rajawetan telah berakhir.Beberapa kali pulang kampung, ada yang memainkan Genjring, meski pemainnya telah menua.

Anak milenial Desa Rajawetan rata rata mempunyai hape untuk alat komunikasi dan juga berselancar dengan internet sudah biasa dilakukan.Namun mereka mau meneruskan tradisi Genjring.

“Belajar otodidak untuk bermain Genjring, mengumpulkan duit dengan cara nyari tanaman Porang dan di jual, hasilnya buat membeli peralatan Genjring,” ungkap Feri Ardiansyah yang merupakan vokalis grup Genjring Irmahda

“Untuk manggung atraksi Genjring, alhamdulillah bisa menghasilkan cuan. Peralatan pun bisa dimiliki seperti darbuka, tam tam,bass hingga empat set Genjring.” Papar Ferri yang juga Ketua Irmahda.

Menurut Ferri Ardiasnysh, ada perbedaan diameter Genjring yang dimainkan orang orang dahulu, Genjringnya lebih besar, pengiring Genjring hanya berupa beduk. Sedangkan Genjring yang anak milenial mainkan,diameternya lebih keci. Ditambah Darbuk, Tam tam serta Genjring bass. Anak anak muda yang peduli seni budaya karuhun, pantas untuk mendapat apresiasi.

Saat ini Genjring Irmas Nurul Huda memiliki sembilan pemain, yakni Vano,Bintang,Fahril,Akbar dan Sendi memainkan Genjring.Samsudin memainkan Darbuka,Nugi memainkan Tam tam,Alif memainkan Bas dan Ferri Ardiansyah adalah vokalisnya.

Anak muda main Genjring keren euy, genjring mendapat tempat tersendiri di kalangan generasi milenial. Ada melanjutkan tradisi Genjring di Desa Rajawetan, gaung Genjring semoga tetap bergema,melintasi zaman dan tetap ada sebagai kekayaan seni atraksi kebanggaan Kabupaten Kuningan.

Malam Jumat Kliwon Bikin Hepi

Main genjring di segala usia(sumber poto:Sekdes Rajawetan)
info gambar

Film horor nasional yang beredar di tahun 80an dan 90an, malam yang paling ditakuti adalah malam Jumat Kliwon.Konon pada malam tersebut, segala makhluk halus akan keluar dan menggoda manusia, namanya juga mitos dan kebenarannya tentu tak bisa di pertanggung jawabkan.

“Anak anak Ikatan Remaja Masjid biasanya berlatih Genjring ketika malam Jumat Kliwon,” imbuh Triadi Susianto Sekdes Rajawetan.

Memainkan Genjring di malam Jumat Kliwon tetap ada, masa kini pilihan berlatih saat malam Jumat Kliwon tetap dipertahankan. Entah alasan apa para orang tua dahulu memilih malam Jumat Kliwon di pilih sebagai waktu latihan.

Tradisi memainkan Genjring di Desa Rajawetan semoga terus tumbuh. Saatnya menyemarakan dan mempertahankan seni atraksi khas daerah agar tak punah begitu saja.Genjring harus tetap ada sebagai warisan tak benda.

Malam Jumat Kliwon dengan bermain Genjring, menjadi penanda bahwa kesenian jika di kelola dengan cinta, akan terus bertumbuh. Bersyukur masih ada anak muda yang mau memainkan kesenian tabuh yang menjadi tradisi dan budaya ikonik Kabupaten Kuningan.

“Semangat belajar memainkan Genjring,agar budaya warisan leluhur tetap lestari,” ujar Ferri Ardiansyah pemuda asal Desa Rajawetan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

TI
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.