menapaki jejak literasi di pedesaan bali - News | Good News From Indonesia 2023

Menapaki Jejak Literasi di Pedesaan Bali

Menapaki Jejak Literasi di Pedesaan Bali
images info

Berbicara mengenai Bali tentu tidak akan bisa terlepas dari sisi pariwisatanya. Siapa sangka kekhasan kehidupan sosial-budaya masyarakat Bali dapat menjadi magnet kuat bagi para wisatawan. Bahkan di banyak kasus, orang mancanegara justru lebih mengenal Bali daripada Indonesia itu sendiri.

Fakta tersebut tentu menghadirkan pemahaman baru mengenai seberapa istimewa Pulau Bali. Kemudian citra yang kuat itu dapat membuat masyarakat di luar Bali tidak menyadari, bahwa sebenarnya ada bagian Bali yang belum diceritakan. Terutama di desa atau kampung yang perhatiannya tidak seheboh di kota.

Dia adalah Gede Andika, seorang pria yang sadar akan permasalahan sosial yang membayangi kampung halamannya di desa Pemuteran, Buleleng, Bali.

Pada awalnya, Andika tentu tidak pernah menyangka dengan begitu banyak hal baik yang datang lewat adanya program ini. Salah satunya adalah ketika ia dinobatkan menjadi penerima SATU Indonesia Awards Astra pada tahun 2021. Dalam hal ini KREDIBALI terpilih dalam kategori pejuang tanpa pamrih.

Berawal dari masa Covid-19 di tahun 2020, Andika menyadari bahwa minat sekolah anak-anak di desanya menjadi sangat berkurang. Mereka lebih memilih bekerja daripada sekolah, terlebih proses pembelajaran kala itu dilakukan secara daring.

Selain hal tersebut, sampah plastik rumah tangga juga menjadi permasalahan yang sulit untuk diselesaikan. Produksi sampah plastik yang meningkat tidak dibarengi dengan usaha pengelolaan sampah yang tepat. Apabila terus dibiarkan, dampak ke depannya tentu menjadi tidak baik.

Hal inilah yang menginisiasi Andika untuk menciptakan sebuah program bernama KREDIBALI yang merupakan kependekan dari Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan. Diluncurkan pada bulan Mei 2020, program ini menjaring anak SD dan SMP untuk belajar bahasa Inggris. Alih-alih ditukar dengan uang, Andika ingin pembelajaran mereka ditukar dengan sampah plastik yang dibawa mereka dari rumah masing-masing.

Dalam pelaksanaannya, pemerintah desa setempat mendukung adanya program ini dengan tangan terbuka. Andika bercerita, kepala desa bahkan meminjamkan balai desa untuk menjadi tempat anak-anak menimba ilmu.

Andika berpendapat, pengambilan subjek bahasa Inggris ini dapat sejalan dengan potensi wisata yang ada di daerah mereka. Sehingga harapannya ilmu ini dapat memberikan manfaat jangka panjang untuk diri anak-anak ke depannya.

Hingga September 2020, KREDIBALI memiliki 75 siswa. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh berlakunya pembatasan kegiatan kemasyarakatan (PPKM) pada masa itu. Namun saat masyarakat dapat lebih bebas seperti sekarang, pembelajar dalam program ini melonjak menjadi lebih dari 275 anak.

Pengumpulan sampah yang dilakukan program ini tidak hanya berhenti sampai di situ. Melainkan KREDIBALI telah bekerja sama dengan Plastic Exchange sehingga sampah yang ditabung dapat ditukarkan menjadi beras.

Selanjutnya, beras-beras tersebut akan disalurkan kepada lansia kurang mampu yang ada di desa tersebut. Demikian alur program ini yang memiliki manfaat begitu kompleks sehingga banyak pihak dapat merasakannya.

Total sampah yang telah terkumpul selama program ini berjalan yaitu 781 Kg dan telah ditukarkan menjadi 320 Kg beras. Beras tersebut kemudian telah disalurkan kepada 127 lansia kurang mampu.

Andika juga menambahkan, bahwa literasi lingkungan mengenai sampah plastik ini jauh lebih efektif apabila disampaikan lewat anak-anak. Dalam hal ini, secara tidak langsung anak-anak akan menunjukkan kepada orang tua mereka di rumah bahwa sampah plastik juga memiliki nilai yang berharga.

Kemudian masyarakat akan lebih mudah menuruti perkataan anak mereka daripada diberikan sosialisasi dengan metode seminar seperti yang umum dilakukan. Hasilnya, pengendalian sampah plastik pun semakin mudah dilakukan.

Hingga saat ini, KREDIBALI telah melebarkan sayapnya dengan membentuk kegiatan yang serupa di desa Batur, Bangli, Bali. Sebab permasalahan yang dialami desa ini berbeda, maka luaran yang dihasilkan pun berbeda.

Desa Batur dihadapkan pada permasalahan hutan lindung, sehingga alat tukar yang digunakan dalam kelas ini berupa kepemilikan pohon dari masing-masing anak. Bukan dalam arti memiliki secara harfiah, namun setiap anak diwajibkan untuk bertanggung jawab terhadap satu pohon yang harus disiram sebelum mengikuti kelas.

Dengan demikian, dapat tumbuh pula kesadaran anak-anak desa Batur terhadap kelestarian hutan lindung di desa mereka.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DK
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.