Menurut data dari UNESCO, Indonesia menempati peringkat kedua terbawah dari seluruh negara dalam hal literasi. Hanya 0,001% atau dengan kata lain, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Fakta tersebut sangat memprihatinkan dan menunjukkan bahwa masih banyak PR yang harus dilakukan untuk meningkatkan minat baca di Indonesia.
Padahal, seperti yang kawan GNFI ketahui, Presiden Jokowi menegaskan bahwa prioritas utama beliau bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin adalah membangun SDM Indonesia yang unggul. Sedangkan, SDM yang unggul tentunya memiliki kemampuan literasi yang baik. Oleh karena itu, untuk mencetak SDM yang unggul, budaya literasi harus semakin ditingkatkan.
Peningkatan pendidikan literasi merupakan langkah awal yang penting dalam membangun SDM Indonesia yang unggul. Dengan memiliki literasi yang baik, seseorang dapat mengakses pengetahuan, berpikir kritis, dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam berbagai bidang. Dengan demikian, literasi yang baik menjadi salah satu faktor kunci dalam membangun SDM Indonesia yang unggul.
Gede Andika, Menjadi Pahlawan Untuk Anak-Anak Di Desa Pemuteran
Every Child Matters
Peningkatan pendidikan literasi sebenarnya bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama. Untuk mulai membangun budaya literasi yang lebih baik, kawan GNFI dapat membiasakan diri membaca setiap hari meskipun hanya beberapa menit. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca berbagai jenis bahan bacaan, seperti buku, artikel, atau bahkan media sosial. Dan kabar baiknya, kawan GNFI yang sedang membaca artikel di GNFI sudah membiasakan diri untuk membaca atau bahkan sudah menjadi kebiasaan sejak lama. Keren sekali, kawan GNFI!
Kawan GNFI yang dapat mengakses berbagai jenis bahan bacaan dengan mudah harus memanfaatkannya dengan baik. Sayangnya, tidak semua anak memiliki akses yang sama dalam pemanfaatan teknologi. Terutama di wilayah 3T. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), provinsi dengan tingkat akses internet terendah adalah provinsi Papua, hanya berada di angka 26,32%. Padahal, tingkat akses internet memiliki pengaruh yang besar terhadap pendidikan dan tingkat literasi seseorang. Dengan akses internet yang baik, seseorang dapat mengakses berbagai sumber daya pendidikan sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka dalam berbagai subjek.
Tak hanya kurangnya aksesibilitas, terdapat masalah lainnya seperti kualitas sekolah dan fasilitasnya yang terbatas, keterbatasan tenaga pendidik, angka buta huruf yang sangat tinggi, dan tingginya tingkat siswa yang putus sekolah. Di sisi lain, standarisasi pendidikan yang lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas juga turut menjadi permasalahan utama di timur Tanah Air itu.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang besar untuk menanggulangi permasalahan di Papua tersebut. Selain upaya yang dilakukan oleh pemerintah, terdapat juga beberapa masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terdapat masalah tersebut. Seorang pemuda yang lahir dan tumbuh di Manokwari bernama Bhrisco Jordy Dudi Padatu, membuat komunitas yang secara khusus mengangkat isu literasi di daerah tertinggal di wilayah Papua Barat.
Mariana Yunita Hendriyani Opat: Sang Pejuang Hak Kesehatan Seksual Anak
Pada 2020, Jordy berkunjung ke Pulau Mansinam dan menemukan banyak anak-anak yang tidak bisa membaca atau menulis karena akses terbatas ke fasilitas pendidikan, kurangnya sumber daya literasi, dan kekurangan guru. Kondisi ekonomi juga turut berkontribusi pada terbatasnya akses pendidikan bagi anak-anak di Pulau Mansinam.
Terinspirasi dari apa yang dilihatnya, Jordy memutuskan untuk membantu meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak di Pulau Mansinam. Beliau membentuk sebuah komunitas di bidang pendidikan bernama Papua Future Project sejak Juli 2021 lalu. Komunitas ini secara khusus mengangkat isu literasi di daerah tertinggal di wilayah Papua Barat. Dengan moto "Every Child Matters", program ini bertujuan untuk memberikan akses pendidikan yang inklusif kepada anak-anak asli Papua yang tinggal di daerah dengan tingkat buta huruf yang tinggi. Program ini berfokus pada penyediaan bimbingan belajar literasi gratis dan donasi buku bacaan. Tujuannya adalah untuk memberikan akses pendidikan jangka panjang yang inklusif bagi anak-anak tersebut.

Papua Future Project memiliki tujuan utama untuk mencapai pendidikan yang berkelanjutan. Jordy dan para relawan berusaha mendukung pemerataan fasilitas pendidikan di daerah-daerah 3T. Dalam rangka mencapai tujuan ini, Jordy mengembangkan sebuah pojok membaca khusus untuk anak-anak di Pulau Mansinam. Tak hanya itu, Papua Future Project menggunakan metode lain untuk mengajarkan literasi membaca, salah satunya adalah melalui permainan ular tangga membaca.
Dengan cara ini, pembelajaran terasa lebih menyenangkan dan tidak membosankan bagi anak-anak. Melalui program literasi yang dilakukan oleh Jordy dan Papua Future Project, anak-anak di Pulau Mansinam berhasil meningkatkan kemampuan membaca dan menulis mereka. Dengan langkah demi langkah, program ini memberikan hasil yang positif bagi pendidikan dan literasi anak-anak di daerah tersebut.
Semangat Anak Muda Jaga Eksistensi Penghayat Parmalim di Sumut
Gerakan yang digagasi oleh Jordy ini menarik banyak perhatian dan dukungan. Salah satunya adalah dukungan dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2022. Jordy menjadi salah satu penerima penghargaan SATU Indonesia Award di bidang pendidikan. Dan kini, Papua Future Project sudah menjangkau 14 kampung di wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya yang tersebar di 8 kabupaten/kota. Harapannya program ini dapat terus memperluas dampak positifnya, memberikan akses pendidikan yang lebih luas bagi anak-anak di daerah tersebut, dan menjadi inspirasi kolaboratif berbagai pihak untuk meningkatkan pendidikan literasi di Indonesia sebagai langkah awal mewujudkan SDM Indonesia yang unggul (#kabarbaiksatuindonesia).
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News