Tradisi Iki Palek yang dianggap mengerikan oleh sebagian orang sebenarnya memiliki makna yang sangat dalam, yuk simak artikel berikut !
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas banyak provinsi yang kaya akan kebudayaan. Salah satu provinsi yang sarat kentalnya kebudayaan adalah Papua. Papua terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang mempunyai keunikan tradisi masing-masing, diantaranya yaitu suku Dani. Suku yang mendiami wilayah Lembah Baliem di Pegunungan Tengah, Papua Pegunungan ini memiliki tradisi unik yang ektrim, biasa disebut Iki Palek.
Iki Palek merupakan tradisi memotong ruas jari yang dilakukan oleh suku Dani untuk melambangkan kedukaan. Hal ini wajib dilakukan seseorang jika salah seorang kerabat dekatnya meninggal dunia seperti ayah, ibu, kakak, dan lain-lain. Banyaknya ruas jari yang dipotong menandakan banyaknya jumlah keluarga yang telah pergi. Bagi suku Dani menangis tidak cukup untuk menggambarkan kesedihan, rasa sakit dari memotong jari dianggap mewakili hati dan jiwa yang tercabik-cabik karena kehilangan. Memotong jari dianggap sebagai doa untuk mencegah terulang kembali malapetaka yang merenggut nyawa keluarga. Selain itu, alasan mereka memutuskan untuk melakukan tradisi iki palek adalah karena jari dianggap sebagai simbol harmoni, persatuan, dan kekuatan. Jari yang lengkap dianggap sebagai perlambangan keluarga yang utuh dan menjalani fungsinya dengan baik, sedangkan jari yang tidak lengkap menandakan bahwa berkurangnya fungsional keluarga dalam suku Dani.
Pemotongan dilakukan terhadap semua jari, kecuali ibu jari. Adapun bagian yang dipotong pun tidak satu jari utuh, tetapi panjangnya dua ruas jari jika yang meninggal orang tua dan satu ruas jari jika yang meninggal sanak saudara. Tradisi iki palek dilakukan secara turun - temurun sejak nenek moyang mereka.
Biasanya yang melakukan tradisi ini adalah wanita, namun tak sedikit juga pria yang melakukan tradisi ini sebagai penghormatan terakhir kepada keluarga yang telah pergi tadi. Pemotongan ruas jari ini biasanya menggunakan kapak atau pisau tradisional. Terkadang mereka juga langsung menggigit jari tersebut. Rasa sakit yang mereka rasakan memang tak terkira, tapi inilah cara yang bisa mereka lakukan untuk mengekspresikan kesetiaan.
Proses ini dimulai dengan melilitkan benang dijari orang yang akan di iki palek yang bertujuan untuk mematikan rasa jari tersebut, setelah itu tetua adat membacakan mantra - mantra. Beberapa lama kemudian, jari mulai dipotong baik menggunakan kapak, pisau, ataupun digigit sendiri. Setelah itu, luka tadi akan ditutupi dengan daun-daunan, lalu dibiarkan sembuh sendirinya.
Selain iki palek, kaum laki - laki juga menjalani tradisi yang berbeda untuk mengungkapkan rasa kesedihannya. Tradisi ini dilakukan dengan memotong kulit telinga mereka atau disebut dengan nesu palek. Prosesi ini cukup menyakitkan dimana daun telinga laki - laki tersebut dijepit dengan menggunakan dua bilah bambu tajam hingga terpotong dan mengeluarkan darah. Biasanya laki- laki ini melakukakannya sendiri atau dibantu oleh tetua sekitar.
Kemudian, untuk melengkapi proses berduka, suku Dani akan melakukan prosesi lainnya, yaitu mandi lumpur. Proses ini pun memiliki makna yang cukup mendalam, yakni bahwa semua yang hidup akan kembali ke tanah.
Saat ini tradisi iki palek dan nesu palek sudah jarang ditemukan, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun kita masih dapat melihat bukti nyata dari tradisi ini, hal ini terlihat dari jari orang - orang yang sudah tua dan berumur, bahkan tak sedikit dari mereka yang sudah kehilangan seluruh jari dan kulit telinganya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News