Masyarakat Muslim di Provinsi Gorontalo memiliki tradisi Me'eraji atau ritual menyambut Isra Mi'raj yang biasanya digelar setiap 27 Rajab. Pada momen ini, masyarakat akan membaca naskah aksara Arab yang ditulis dengan bahasa Gorontalo.
Dipaparkan dari Liputan6, naskah yang harus dibaca pada sepertiga malam itu menceritakan perjalanan Isra Mi'raj Rasulullah Muhammad SAW. Tradisi ini sudah ada di Gorontalo seiring dengan masuknya Islam ke wilayah tersebut.
“Pembacaan naskah ini harus selesai dibaca sampai sepertiga malam. Proses pembacaannya dilakukan secara bergantian oleh para petuah,” kata Rostin Tanif salah satu tokoh agama.
Dijelaskan oleh Rostin, masyarakat mengenal tradisi ini sebagai pertanda bahwa bulan Ramadhan akan segera tiba. Lantunan Me'eraji ini yang membuat suasana gembira bagi masyarakat yang mendengarnya.
Ujon Daun menyebut tradisi Me'eraji tidak bisa dilakukan secara sembarangan, pelaku ritual harus menyiapkan kemenyan, bara api, meja kecil, kain putih sebagai penutup kepala, dan segelas air putih.
“Dalam naskah yang dibacakan itu terkandung pesan-pesan moral yang mendalam, pelajaran agama, dan etika, yang mengajak, pelajaran agama, dan etika, yang mengajak semua masyarakat berbudi luhur terhadap sesama makhluk Allah,” ucapnya.
Me'eraji sebagai penolak bala
Bagi masyarakat, Me'eraji tidak hanya sekadar tradisi, namun juga dipercaya sebagai ritual penolak bala yang melanda satu negeri. Seperti wabah penyakit virus corona dan juga bencana alam.
“Tradisi ini juga dianggap akan mendatangkan rezeki bagi orang yang percaya dan sebagai penolak bala, apalagi negeri saat ini lagi sakit akibat corona,” katanya.
Menurut Ketua Dewan Adat Desa Keramat, Yamin Husain menuturkan perjalanan nabi, perayaan Me'eraji juga dilakukan untuk mendoakan negeri. Apalagi isi dalam naskah tersebut menurutnya memiliki fungsi sebagai pembinaan budi luhur bagi masyarakat.
Naskah Me'eraji juga merupakan salah satu kesusastraan yang sering digunakan dalam melakukan syair Islam. Olehnya pembacaan Me'eraji dilakukan rutin sekali setahun yang dilaksanakan di masjid ataupun pada rumah-rumah warga.
Disebutkan oleh Yamin, dahulunya naskah itu hanya tersedia dalam aksara arab pegon, sekarang orang sudah bisa membacanya dalam tulisan latin dalam bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia.
Perubahaan naskah tersebut menurutnya terjadi karena pemilik naskah memperbaruinya, kemudian naskah yang lama dimusnahkan. Pada sisi lain, naskah tersebut dianggap akan mendatangkan rezeki bagi orang yang memilikinya.
“Hal itulah yang menyebabkan naskah tua Me'eraji sukar untuk diperoleh,” katanya.
Me'eraji mulai tak diminati
Guru Besar sekaligus akademisi Universitas Negeri Gorontalo dan penulis buku Me'eraji, Karmin Baruadi menyebut orang Gorontalo dahulu sering pergi ke Masjid atau ke rumah-rumah tetangga untuk mendengarkan Me'eraji.
Hal ini karena pada waktu itu hanya Me'eraji satu-satunya media hiburan bagi orang Gorontalo. Tetapi kini orang-orang Gorontalo tidak lagi mau mengikuti proses Me'eraji sampai dengan selesai.
“Sayang disayangkan, banyak masyarakat yang mulai tidak tertarik lagi dengan Me'eraji ini. Padahal ini tradisi yang secara tahun ke tahun dilaksanakan, dan banyak sekali informasi yang perlu diketahui dalam pelaksanaan Meeraji tersebut,” jelasnya.
Mengenal Tradisi Molonthalo dalam Menyambut Kelahiran Bayi di Gorontalo
Padahal keterlibatan pendengar merupakan hal yang penting dalam Me'eraji, karena pada saat itulah nilai-nilai dalam Me'eraji tersampaikan dengan baik. Karena itulah para tokoh masyarakat mulai fokus mengenalkannya pada anak muda.
“Sehingga kita harus punya konsep baru tentang Me'eraji, serta bagaimana konsep yang baru ini dibuat dan bisa diterima pada semua kalangan terutama pada kalangan remaja,” paparnya.
Baca juga:Cara-cara Unik Masyarakat Indonesia Rayakan Isra Mi'raj
Sumber : https://www.liputan6.com/amp/5210297/tradisi-meeraji-ritual-tua-isra-mikraj-di-gorontalo-yang-masih-dipertahankan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News