OJK dan BEI memastikan kebijakan peningkatan porsi saham beredar di publik (free float) tidak akan dilakukan secara tergesa-gesa. Penguatan aturan ini tetap ditempuh secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan pasar dan daya serap likuiditas. Target implementasi awal kebijakan ini dijadwalkan mulai pada tahun 2026.
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Eddy Manindo Harahap, menjelaskan bahwa kebijakan ini adalah instrumen penting untuk pendalaman pasar modal. Namun, pelaksanaannya memerlukan perhitungan matang agar tidak menimbulkan dampak kontraproduktif terhadap minat korporasi untuk melakukan IPO.
“Arah kebijakannya sudah jelas bahwa kita akan meningkatkan free float kita yang saat ini lebih besar dan mungkin kita harapkan paling tidak di awal tahun 2026 ini sudah mulai ada hasilnya dan sudah mulai ada peraturan,” kata Eddy.
Penerapan kebijakan ini akan mencakup evaluasi terhadap peningkatan likuiditas, minat investor, serta besaran kapitalisasi pasar. OJK juga menimbang kemampuan pasar dalam menyerap tambahan saham yang dilepas ke publik agar stabilitas harga tetap terjaga.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menambahkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan kajian terkait kebijakan ini. Ia menekankan pentingnya melakukan perbandingan (benchmarking) dengan bursa global untuk membangun struktur pasar yang matang.
“Tapi memang kita perlu lihat tadi yang Pak Eddy sampaikan, bagaimana kita mengevaluasi dan melihat efektivitas. Tapi yang paling penting juga adalah bahwa kita melihat benchmarking, ini paling penting menurut saya teman-teman semua,” ujar Iman.
Kebijakan free float baru ini diharapkan mampu meningkatkan volume transaksi dan memberikan lebih banyak pilihan saham yang likuid bagi investor. Fokus utama otoritas saat ini adalah memastikan transisi aturan berjalan lancar tanpa mengganggu minat perusahaan domestik untuk melantai di bursa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
