Bali sedang bersiap mengambil langkah besar demi menjaga harmoni alamnya. Mulai 2025, lahan produktif seperti sawah tidak lagi bisa dialihfungsikan menjadi hotel, restoran, atau bangunan komersial lain.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menegaskan bahwa aturan ini dibuat setelah melihat maraknya konversi lahan yang ikut memperparah risiko banjir. “Tidak akan ada lagi izin baru untuk penggunaan lahan sawah sebagai kepentingan komersial,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Langkah ini bukan hanya reaksi jangka pendek. Aturan tersebut sejalan dengan Haluan Pembangunan 100 Tahun Bali, yang menempatkan perlindungan lahan produktif sebagai prioritas utama pembangunan berkelanjutan. Dengan begitu, Pulau Dewata diharapkan tetap memiliki ketahanan pangan, keseimbangan lingkungan, sekaligus menekan risiko bencana alam.
Berdasarkan draf aturan yang disiapkan, pembangunan di atas lahan sawah nantinya hanya diperbolehkan bagi warga pemilik lahan dan itu pun terbatas untuk rumah tinggal pribadi, bukan hotel atau restoran.
Kebijakan ini juga mendapat dukungan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang menilai langkah tersebut sejalan dengan upaya nasional dalam melindungi ekosistem sekaligus mencegah bencana.
Bali dikenal dunia dengan sawah bertingkatnya yang memesona. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, hamparan hijau itu perlahan berkurang, tergantikan oleh deretan bangunan modern. Jika dibiarkan, bukan hanya identitas Bali yang hilang, tetapi juga keseimbangan alamnya.
Dengan aturan baru ini, pemerintah berharap pariwisata Bali tetap tumbuh tanpa mengorbankan alam yang menjadi daya tarik utamanya. Sawah yang lestari, banjir yang berkurang, dan warga yang tetap bisa hidup dari tanah mereka, itulah masa depan yang ingin dijaga.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News