Sejak negara Indonesia masih bernama Nusantara, ketika wilayahnya masih dikuasai oleh berbagai kerajaan, dimulai dari Kerajaan Kutai yang menjadi kerajaan tertua di Nusantara (sekitar abad ke-4 Masehi), Nusantara saat itu sudah banyak dipengaruhi oleh penyebaran ajaran agama.
Pada awal zaman kerajaan, banyak kerajaan bercorak Hindu-Budha yang menyebarkan pengaruh agama mereka. Oleh karena itu, kedua agama ini menjadi agama yang paling tua atau agama yang pertama kali tersebar di Indonesia.
Seiring perkembangan zaman, agama Islam mulai menyebar di wilayah Nusantara. Tepatnya sejak munculnya Kerajaan Samudera Pasai di wilayah Aceh sebagai Kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia.
Selain itu, penyebaran agama Islam di Nusantara juga dipengaruhi oleh perjalanan sejarah dunia akibat banyaknya pedagang dari Timur Tengah yang datang.
Masuk zaman kolonial, penjajah Portugis yang mulanya berniat untuk berdagang saat tiba di wilayah Nusantara mulai memperkenalkan semboyan 3G, yaitu Gold, Glory, dan Gospel.
Meskipun tidak berjalan cukup lancar, tetapi semboyan mereka, Gospel, yang artinya penyebaran agama telah mereka lakukan sejak saat itu juga. Adapun ajaran agama yang mereka sebarkan saat itu adalah Katolik.
Berbicara tentang sejarah Indonesia, memang tak akan bisa terlepas dari adanya sejarah masuknya pengaruh berbagai ajaran agama ke dalamnya.
Agama merupakan tata kaidah yang mengatur tentang hubungan spiritual, kepercayaan dan peribadatan manusia dengan Tuhan.
Sewaktu Indonesia masih bernama Hindia Belanda, di bawah jajahan Belanda, topik tentang agama ini sudah banyak dibahas oleh para founding father kita. Tak akan pernah hilang dari ingatan, betapa krusialnya sejarah Indonesia berkaitan dengan perubahan sila pada Pancasila.
Pancasila sila pertama di dalam Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia Sembilan pada masa reses tahun 1945, tertulis “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Secara spesifik, sila tersebut menyebutkan tentang agama Islam di dalamnya. Hal ini secara tidak langsung mengartikan bahwa pengaruh agama Islam memang sangat kuat dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia hingga dijadikan sebagai salah satu sila dalam ideologi negara. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Penetapan sila pertama yang dibentuk dalam sidang BPUPKI, secara tidak langsung berkaitan dengan tokoh pejuang bangsa Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam.
Hal ini tidak terlepas dari adanya pengaruh penyebaran ajaran agama Islam di Indonesia oleh Walisongo, terutama di Pulau Jawa, melalui pendekatan budaya dan tradisi di wilayah Jawa.
Lambat laun, pengaruh itu dapat diterima oleh budaya masyarakat Jawa, menyebabkan pengaruh Islam semakin kuat di Indonesia dan mulai diturunkan dari generasi ke generasi.
Bahkan pengaruh ajaran agama Islam kala itu sampai bisa menggeser pengaruh ajaran agama Hindu-Budha yang telah tersebar terlebih dulu di wilayah Indonesia.
Baca juga: Islam Mudah Beradaptasi dengan Budaya Lokal?
Selama proses penyusunan Pancasila tepatnya pada sila pertama, terdapat banyak ketidaksetujuan terhadap pernyataan itu. Hal itu dikarenakan Pancasila yang sejatinya menjadi sebuah ideologi bagi seluruh bangsa Indonesia, justru hanya mengatur tentang ajaran agama Islam.
Salah satu tokoh yang tidak setuju dengan hal itu adalah Johannes Latuharhary asal Maluku. Tidak hanya beliau, 4 tokoh Islam lainnya, antara lain Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Teuku Moh. Hasan juga berpendapat supaya sila pertama tersebut diubah.
Pada akhirnya, seluruh ketidaksetujuan itu ditindaklanjuti oleh Mohammad Hatta dengan mengubah bunyi sila pertama Pancasila pada Piagam Jakarta menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada saat sidang PPKI.
Hal itu menjadi sangat masuk akal sebab sejarah panjang perjuangan Indonesia tidak akan terlepas dari adanya rasa persatuan dan kesatuan dari banyaknya pejuang dengan latar belakang, agama, budaya, maupun golongan yang berbeda dan bukan hanya dilakukan oleh para pejuang yang beragam Islam.
Sejak saat itu, agama menjadi hal yang paling penting di negara Indonesia. Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke 3, juga telah disebutkan bahwa keberhasilan bangsa Indonesia untuk merdeka tidak terlepas dari pertolongan Tuhan.
Hal ini berarti bangsa Indonesia mempercayai adanya pertolongan dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, Warga Negara Indonesia hanya akan diakui oleh negara jika menganut salah satu agama diantara agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu.
Kebebasan beragama dan pernyataan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berketuhanan juga tertuang di dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 1 dan pasal 29.
Seiring pertumbuhan penduduk di Indonesia yang terus meningkat dan pengaruh ajaran agama Islam yang semakin kuat, dilansir dari kumparan.com yang merujuk pada data oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri RI, merilis Data Kependudukan Bersih (DKB) Indonesia semester 1 tahun 2024 yang menyatakan bahwa agama Islam menjadi agama terbesar di Indonesia dengan 245.973.915 pemeluk atau sekitar 87,08% dari jumlah penduduk Indonesia.
Mengacu pada data yang dirilis kemenag.go.id pada tahun 2022, mayoritas pemeluk agama Islam adalah penduduk yang berasal dari pulau Jawa.
Hal itu menjadi saling berkaitan sebab banyak dari ajaran agama Islam yang dibawa oleh Walisongo, dapat diterima oleh budaya dan tradisi asli Jawa, menyebabkan ajaran Islam terus berkembang hingga saat ini.
Meski begitu, dengan banyaknya jumlah Warga Negara Indonesia yang beragam Islam, bukan berarti Indonesia menjadi negara yang agamis sebab didominasi oleh satu agama.
Negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang sistem pemerintahannya didasarkan pada prinsip-prinsip agama. Sampai kapanpun, Negara Indonesia tetaplah negara yang berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, bukan negara yang berdasarkan pada ketentuan agama spesifik.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News