Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti debat perdana calon wakil presiden (cawapres) terkait ekonomi ekstraktif yang masih menjadi pilihan untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kenyataannya, ekonomi ekstraktif telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan memperburuk kualitas lingkungan hidup.
Fakta pun menunjukkan bahwa model ekonomi ekstraktif telah menyebabkan krisis iklim akibat tingginya lepasan emisi ke atmosfer, konflik sosial, dan perampasan ruang hidup rakyat. Bahkan, melipatgandakan bencana ekologis yang mengancam ekonomi dan keselamatan rakyat.
BACA JUGA: Aliansi Sulawesi Tolak Rencana Cawapres tentang Hilirisasi Nikel
Corak ekonomi ekstraktif ini juga berdampak pada menyempitnya ruang demokrasi dengan tingginya kriminalisasi terhadap rakyat yang berjuang mempertahankan ruang hidupnya. Selama 20 tahun terakhir, emisi sektor energi di Indonesia pun telah meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan permintaan energi.
Dengan 600 juta ton karbon dioksida (CO2) dari sektor energi pada tahun 2021, Indonesia adalah penghasil emisi terbesar kesembilan di dunia. Hilirisasi pertambangan mineral kritis seperti nikel juga menyebabkan deforestasi hingga 25.000 Hektare (Ha) dalam 20 tahun terakhir. Hal itu akan terus meningkat mengingat pemberian luas konsesi pertambangan nikel di dalam kawasan hutan mencapai 765.237 Ha yang dapat menambah 83 juta ton emisi CO2.
Baca Selengkapnya