Libur Natal dan Tahun Baru selalu datang dengan janji kebahagiaan. Jauh hari sebelumnya, orang sudah membayangkan waktu istirahat yang tenang, perjalanan menyenangkan, atau sekadar bangun siang tanpa rasa bersalah.
Namun ironisnya, ketika liburan benar-benar berakhir, sebagian orang justru merasa lebih lelah bukan secara fisik, tapi emosional.
Bangun pagi terasa berat. Rutinitas yang dulu biasa saja kini terasa menekan. Perasaan hampa muncul tanpa alasan yang jelas. Kondisi ini dikenal sebagai post-holiday blues, dan dalam psikologi, fenomena ini bukan hal yang aneh.
Di sini akan dijelaskan tentang hal apa saja yang memicu momen liburan menjadi biang stress bagi kebanyakan orang.
Ketika Liburan Usai dan MoodIkut Turun
Post-holiday blues menggambarkan kondisi penurunan suasana hati setelah masa liburan berakhir. American Psychological Association (APA) menyebut kondisi ini sebagai respons emosional sementara akibat perubahan drastis dari fase relaksasi ke rutinitas penuh tuntutan.
Psikolog klinis Dr. Deborah Serani menjelaskan bahwa setelah momen menyenangkan berakhir, otak sering kali menciptakan kontras psikologis yang tajam.
“The end of a pleasurable event often creates a psychological contrast that makes ordinary life feel heavier than it actually is.”
Artinya, bukan karena hidup tiba-tiba menjadi lebih buruk, tetapi karena otak masih berada dalam mode “liburan”, sementara realitas sudah kembali berjalan normal.
Dopamine Drop Setelah Euforia
Salah satu faktor utama di balik post-holiday blues adalah perubahan kimia dalam otak. Selama liburan, aktivitas menyenangkan memicu pelepasan dopamin, zat kimia yang berhubungan dengan rasa senang dan motivasi.
Menariknya, dopamin tidak hanya bekerja saat kita menikmati sesuatu, tetapi justru saat kita menantikan hal tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Robert Sapolsky, profesor neurobiologi dari Stanford University.
“Dopamine is less about pleasure itself and more about the anticipation of reward.”
Ketika liburan selesai, sumber antisipasi itu tiba-tiba menghilang. Akibatnya, otak mengalami penurunan dopamin secara mendadak. Inilah yang membuat seseorang merasa kosong, tidak bersemangat, atau kehilangan motivasi, meskipun tidak ada masalah besar yang terjadi.
Ekspektasi Liburan yang Terlalu Tinggi
Masalah lain datang dari ekspektasi. Liburan sering diposisikan sebagai solusi dari kelelahan setahun penuh. Kita berharap pulang dengan perasaan “utuh”, segar, dan bahagia.
Namun kenyataannya tidak selalu demikian. Perjalanan panjang, kemacetan, pengeluaran berlebih, hingga konflik kecil dengan keluarga justru sering terjadi. Ketika realita tidak seindah bayangan, kekecewaan emosional pun muncul.
Alih-alih mengisi ulang energi emosional, liburan justru bisa menambah kelelahan jika ekspektasi tidak realistis.
Transisi Rutinitas yang Terlalu Mendadak
Selama liburan, ritme hidup berubah: jam tidur lebih fleksibel, tanggung jawab berkurang, dan tekanan mental menurun. Ketika liburan berakhir, banyak orang langsung kembali ke jadwal padat tanpa masa penyesuaian.
Otak sebenarnya membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Tanpa jeda, kelelahan emosional menjadi sulit dihindari.
Media Sosial dan Tekanan Perbandingan
Setelah liburan, media sosial sering kali menjadi ruang perbandingan. Foto perjalanan orang lain, pencapaian akhir tahun, hingga resolusi hidup yang terlihat “sempurna” dapat memicu perasaan tertinggal.
Fenomena ini berkaitan dengan social comparison theory dari Leon Festinger, yang menyebut bahwa manusia secara alami menilai dirinya dengan membandingkan diri dengan orang lain.
Sayangnya, perbandingan ini jarang adil, karena yang ditampilkan biasanya hanya sisi terbaik. Tanpa disadari, hal ini memperparah post-holiday blues dan membuat seseorang merasa hidupnya tidak cukup baik.
Bukan Tanda Lemah atau Tidak Bersyukur
Penting untuk dipahami bahwa post-holiday blues bukan tanda kelemahan, apalagi kurang bersyukur. Ini adalah reaksi psikologis yang wajar terhadap perubahan emosional dan biologis setelah periode euforia. Seperti yang pernah dikatakan psikolog humanistik Carl Rogers:
“What is most personal is most universal.”
Apa yang dirasakan banyak orang setelah liburan adalah pengalaman manusiawi yang umum, meskipun jarang dibicarakan secara terbuka. Liburan memang berakhir, tetapi perasaan tidak harus langsung kembali stabil dalam semalam.
Memberi waktu untuk beradaptasi adalah bagian dari merawat kesehatan mental. Jika setelah liburan kamu merasa lebih pelan, lebih lelah, atau kurang bersemangat, itu bukan kegagalan. Itu hanya tanda bahwa emosi sedang menyesuaikan diri dan itu sepenuhnya normal.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


