hari sumpah pemuda lahir dari warisan leluhur dibesarkan oleh kaum terpelajar - News | Good News From Indonesia 2025

Hari Sumpah Pemuda: Lahir dari Warisan Leluhur, Dibesarkan oleh Kaum Terpelajar

Hari Sumpah Pemuda: Lahir dari Warisan Leluhur, Dibesarkan oleh Kaum Terpelajar
images info

Hari Sumpah Pemuda: Lahir dari Warisan Leluhur, Dibesarkan oleh Kaum Terpelajar


Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Perayaan ini lahir untuk merefleksikan gagasan persatuan yang diinisiasi oleh anak-anak muda Indonesia pada tahun 1928.

Namun, sumpah pemuda tidak hanya sekadar seruan untuk bersatu, melainkan panggilan pada seluruh anak muda dari berbagai suku dan agama, untuk melihat nasib bangsa Indonesia yang dijajah oleh Belanda. Hanya ada satu kata yang hendak dicapai, yaitu merdeka. 

Sebelum itu, mari kita menjejalah bacaan ini untuk melihat asal muasal gagasan persatuan dan anti kolonialisme ini hadir. Selamat membaca!

baca juga

Lahirnya “Gagasan Persatuan”

Semangat untuk menyatukan Indonesia sebagai suatu bangsa sebenarnya telah dimulai sejak era Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.

Di dalam buku yang berjudul, “Sumpah Pemuda, Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional” yang dikeluarkan oleh Museum Sumpah Pemuda, mengungkapkan tekad Kerajaan Sriwijaya untuk menyatukan Indonesia.

Hal ini terlihat dari seruan para raja untuk melakukan pengintegrasian wilayah melalui sumpah dan kutukan yang tercatat dalam Prasasti Persumpahan, seperti prasasti Kota Kapur pada tahun 686 Masehi.

Memasuki era Kerajaan Majapahit, tentunya Kawan tidak asing dengan Sumpah Palapa yang pernah diikrarkan oleh Patih Gadjah Mada. Dalam sumpahnya, beliau mengungkapkan akan beristirahat dari perjuangannya jika Nusantara telah bersatu. Hal ini dibuktikan melalui penaklukkan wilayah yang dimulai di Bali Tahun 1343 dan berakhir di Dompo pada Tahun 1357.

Berlangsung sejak lima abad sebelumnya, sumpah-sumpah itu tetap tertanam di dalam jiwa anak muda Indonesia, sebagaimana ungkapan Muhammad Yamin yang menganggap sumpah pemuda sebagai bagian dari serangkaian sumpah yang telah dicetuskan oleh para pendahulunya.

Namun, ikrar ini tidak akan terwujud dalam suatu perjanjian konkret dalam Sumpah Pemuda jika tidak dimulai dari kebangkitan kaum terpelajar yang dimulai pada abad awal abad ke-20, setelah Ratu Wilhelmina di depan Staten General (Parlemen) mengungkapkan pentingnya kemakmuran dan perkembangan sosial di Indonesia. Hal inilah yang mendorong gelombang politik etis dan pertama kalinya mata dunia tertuju pada kesejahteraan Pribumi. 

Lahirlah sekolah-sekolah besar, seperti School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA, sekolah kedokteran) yang kelak menjadi cikal bakal pertumbuhan pergerakan nasional.

Besarnya akses pengetahuan memantik kesadaran para pelajar untuk membuka mata akan keadaan sosial sebangsanya. Ide-ide pembaruan mulai bermunculan dari tokoh-tokoh besar, misalnya dr. Wahidin Soedirohoesodo yang melalui pidato-pidatonya telah melahirkan organisasi kepemudaan Indonesia, yaitu Boedi Oetomo pada tahun 1908.

Kelahiran organisasi kepemudaan ini memantik semangat pembentukan berbagai organisasi besar lainnya, termasuk Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia), Sarekat Islam, Muhammadiyah, hingga Indische Partij.

Kongres Pemuda: Dambakan Persatuan hingga Lahirnya Sumpah Pemuda

Gagasan akan persatuan organisasi pemuda di Indonesia sebenarnya telah dimulai oleh Jong Java dan Jong Sumatranen Bond pada Tahun 1921, walaupun pada akhirnya menemui kegagalan dalam diskusi.

Dahaga akan persatuan akhirnya terpenuhi pada tahun 1925, saat Muhammad Tabrani yang merupakan seorang wartawan muda dan anggota organisasi Jong Java, memanggil perwakilan dari beberapa organisasi untuk mendiskusikan Kongres Pemuda Pertama yang akan berlangsung pada 30 April—2 Mei 1926 di Jakarta.

Tujuan diselenggarakannya kegiatan tersebut tak lain untuk mendorong semangat kerja sama di antara organisasi pemuda agar terwujudnya persatuan. Topik yang diangkat dalam kongres pun cukup beragam, mulai dari kebangsaan, keperempuanan, agama, hingga posisi bahasa dan kesusastraan Indonesia. 

Hasil dari kongres ini berhasil memunculkan konsep persatuan: “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa” yang kelak menjadi kerangka Sumpah Pemuda. Walaupun kesepakatan akan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang diusulkan oleh Muhammad Yamin tidak diterima oleh Muhammad Tabrani karena menganggap ketidaksesuaian dengan istilah “Indonesia” yang telah disepakati. 

Dua tahun berjeda, bukan berarti tidak ada kemajuan. Pertumbuhan organisasi makin menggeliat, termasuk berdirinya Pemoeda Indonesia, Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dan Partai Nasional Indonesia yang diinisiasi oleh Soekarno.

Pada tanggal 3 Mei 1928, gagasan akan Kongres Pemuda Kedua kembali dicanangkan oleh PPPI. Saat itu, dalam diskusi persiapan kongres, Soegondo Djojopoespito (PPPI) dan R.M. Djoko Marsaid (Jong Java) didapuk menjadi Ketua dan Wakil Ketua kongres.

Kongres Pemuda Kedua akhirnya dilaksanakan pada 27 dan 28 Oktober di tiga tempat yang berbeda dengan pembahasan perihal persatuan, kebangsaan, pendidikan, hingga arah pergerakan pemuda di masa depan. Di Kongres ini pula W.R. Supratman untuk pertama kalinya memainkan lagu Indonesia Raya menggunakan instrumen biola di hadapan peserta kongres dan menuai perhatian yang besar. 

Setelah melalui berbagai rintangan dan perdebatan selama pelaksanaannya, Kongres Pemuda Kedua akhirnya menghasilkan keputusan yang kelak dikenal sebagai Sumpah Pemuda, sebagai berikut:

“Pertama, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. 

Kedoea, Kami Peotera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.

Ketiga, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.”

Hasil putusan tersebut kelak dijadikan dasar persatuan oleh organisasi kepemudaan, seperti PPPI, Jong Java, Pemoeda Indonesia, Pemoeda Soematra, Jong Celebes, hingga Sekar Roekoen. Sebuah perkumpulan yang memiliki cita-cita persatuan dan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.

baca juga

Implikasi Sumpah Pemuda dan Harapan bagi Anak Muda Hari Ini

Kongres Pemuda Kedua tidak hanya berdampak terhadap persatuan organisasi pemuda di Indonesia, tetapi juga memberikan efek domino terhadap berbagai aspek di Indonesia. 

Salah satunya adalah arah tujuan pergerakan yang didasari semangat nasionalisme dan kerja sama dalam persatuan: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Hal inilah yang memantik setiap lapisan masyarakat untuk bergerak bersama, termasuk kaum perempuan, untuk mengambil peran dalam pergerakan nasional.

Selain itu, peristiwa Sumpah Pemuda juga membawa angin segar bagi Bahasa Indonesia dan lagu Indonesia Raya yang makin dikenal luas oleh masyarakat. Lagu Indonesia Raya telah dijadikan lagu resmi dalam kegiatan organisasi kepemudaan, sedangkan Bahasa Indonesia digunakan dalam setiap pertemuan resmi hingga media cetak.

Melihat dampak dari peristiwa ini dalam memantik semangat anak muda selayaknya tungku api yang menyalakan kesadaran mereka untuk merenungkan nasib sebangsanya sendiri.

Hal ini menjadi pelajaran bagi anak muda Indonesia hari ini, bahwa semangat yang membara, kedalaman pengetahuan, hingga kepekaan atas nasib bangsa adalah tiga modal yang perlu kita pupuk untuk kemajuan bangsa.

Jika pada akhirnya, Sumpah Pemuda hanya akan menjadi seruan seremonial dalam upacara resmi, maka hasil keringat dan perjuangan anak muda di Kongres Pemuda hanya akan tertinggal nama. 

Maka dari itu, mari kita kembali merefleksikan, memaknai, dan mengimplementasikan setiap elemen yang terkandung di dalam Sumpah Pemuda sebagai wujud nasionalisme kita terhadap Bangsa Indonesia. Selamat merayakan dan membakar kembali semangat sebagai anak muda yang berkesadaran!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NF
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.