Kawasan Wallacea, tepatnya di Pulau Halmahera, Maluku Utara, menjadi tempat hidup bagi satwa yang dijuluki “burung bidadari” atau weka-weka. Bernama ilmiah Semioptera wallacii, burung ini sangat ikonik dengan warna bulunya yang memesona.
Secara taksonomi, burung bidadari Halmahera diklasifikasikan sebagai berikut:
- Kingdom: Animalia
- Filum: Chordata
- Kelas: Aves
- Ordo: Passeriformes
- Famili: Paradisaeidae (Cendrawasih)
- Genus: Semioptera
- Spesies: Semioptera wallacii
Nama genus "Semioptera" berasal dari bahasa Yunani, "semeion" yang berarti panji atau bendera, dan "pteron" yang berarti sayap. Ini merujuk pada bulu sayapnya yang memanjang seperti bendera. Sementara nama spesies "wallacii" diberikan untuk menghormati Alfred Russel Wallace, naturalis legendaris Inggris yang pertama kali mendeskripsikan burung ini pada tahun 1858.
Dalam catatannya, Wallace begitu terpukau sehingga ia menyebutnya sebagai "one of the most beautiful and most wonderful of living things". Di masyarakat setempat, burung ini dikenal dengan nama "Weka-weka" atau "Bidadari Halmahera". Julukan "bidadari" secara langsung terinspirasi dari penampilan spektakuler sang jantan saat berkamuflase, di mana ia terlihat seperti makhluk surgawi yang turun ke bumi.
Menari-nari saat musim kawin
Burung bidadari Halmahera berpostur sedang, dengan panjang sekitar 28 cm. Bulu utama tubuhnya berwarna coklat zaitun, dengan dada berwarna ungu-krem. Namun, keindahan sejati terletak pada dua pasang bulu hiasan yang dimiliki sang jantan.
Pasangan pertama adalah sepasang bulu yang memanjang dari punggung bahunya yang berwarna ungu pucat. Pasangan kedua, dan yang paling ikonik, adalah sepasang bulu sayap yang tegak lurus, berwarna hijau zamrud dengan bintik-bintik berwarna seperti perak dan emas, yang dapat dikembangkannya seperti kipas atau mahkota.
Kaki burung bidadari Halmahera berwarna kuning. Betinanya memiliki warna yang lebih sederhana, didominasi coklat zaitun, tanpa bulu-bulu hiasan yang spektakuler, sebagai bentuk adaptasi untuk berkamuflase saat mengerami telur.
Keunikan utama burung ini terletak pada ritual kawinnya yang kompleks dan memesona, yang dikenal sebagai "lekking". Sebuah penelitian dalam jurnal Ibis (2002) yang mempelajari perilaku ini secara detail menjelaskan bahwa jantan akan berkumpul di lokasi tradisional yang disebut "arena" atau "lek".
Di sini, mereka akan bersaing untuk menarik perhatian betina dengan memamerkan keindahan bulu mereka. Ritual dimulai dengan si jantan melompat-lompat di dahan. Kemudian, saat betina mendekat, ia akan mengembangkan mahkota hijau zamrud-nya, membentuk kipas yang berkilauan di bawah sinar matahari yang menyelinap melalui kanopi hutan.
Sambil mengembangkan sayapnya, ia akan menari dengan gerakan bergetar dan berputar, menciptakan pemandangan teatrikal yang luar biasa. Tarian inilah yang menjadi alasan utama mengapa ia dijuluki bidadari, karena menampilkan kemegahan yang seolah-olah bukan dari dunia ini.
Penghuni Pulau Halmahera
Burung Bidadari Halmahera adalah spesies endemik. Artinya, burung ini hanya ditemukan secara alami di satu tempat di seluruh dunia, yaitu Pulau Halmahera, Maluku Utara, Indonesia. Menurut data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), persebarannya terbatas pada hutan hujan dataran rendah dan perbukitan di Halmahera.
Mereka menghuni kawasan hutan primer (yang masih perawan) dan hutan sekunder yang sudah tua, dengan ketinggian hingga sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Keberadaannya sangat bergantung pada kelestarian hutan ini, karena mereka membutuhkan pohon-pohon tinggi untuk arena ritual tarian dan sumber pakan.
Makanan utama burung bidadari terdiri dari buah-buahan, arthopoda, dan serangga kecil yang banyak ditemukan di lantai hutan yang lembab dan subur. Ancaman terbesar terhadap habitatnya adalah deforestasi akibat aktivitas penebangan dan konversi hutan menjadi lahan pertanian, yang mempersempit ruang hidup mereka.
Termasuk Satwa Dilindungi
Burung bidadari Halmahera (Semioptera wallacii) adalah satwa yang dilindungi oleh hukum Indonesia dan memiliki status konservasi global yang rentan. Burung ini tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Dengan masuk dalam daftar ini, segala bentuk perdagangan, penangkapan, dan pemburuan terhadap burung bidadari adalah tindakan ilegal dan dapat dikenai sanksi pidana. Secara internasional, IUCN memasukkan burung ini dalam kategori "Vulnerable" (Rentan) dalam Daftar Merahnya.
Status ini diberikan karena populasi burung bidadari diperkirakan mengalami penurunan yang cepat, terutama akibat hilangnya habitat hutan yang berlanjut. Selain itu, konvensi internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) juga mengaturnya untuk mencegah perdagangan internasional yang dapat membahayakan populasinya.
Upaya konservasi yang dilakukan termasuk menetapkan kawasan konservasi di Halmahera, seperti Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, yang secara khusus ditetapkan untuk melindungi habitat burung endemik, termasuk Burung Bidadari Halmahera. Edukasi kepada masyarakat lokal juga menjadi kunci untuk mengurangi tekanan perburuan dan mendorong partisipasi dalam menjaga burung bidadari Halmahera.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News