tugu chastelein bukti sejarah depok sebagai kota masyarakat protestan - News | Good News From Indonesia 2025

Tugu Chastelein, Bukti Sejarah Depok sebagai Kota Masyarakat Protestan Pertama di Indonesia

Tugu Chastelein, Bukti Sejarah Depok sebagai Kota Masyarakat Protestan Pertama di Indonesia
images info

Tugu Chastelein, Bukti Sejarah Depok sebagai Kota Masyarakat Protestan Pertama di Indonesia


Nama "Depok" ternnyata merupakan akronim dari bahasa Belanda. D.E.P.O.K merupakan singkatan dari De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen (berarti "Organisasi Kristen Protestan Pertama").

Akronim ini tidak sembarangan tercipta. Pasalnya, sejarah panjang kota Depok berasal dari seorang tuan tanah VOC bernama Cornelis Chastelein. Kota Depok, pada masa kolonial tidaklah bernama "Depok".

Awal Mula Berdirinya Depok

Peta wilayah sekitaran Batavia yang disebut Ommelanden | Wikimedia
info gambar

Peta wilayah sekitaran Batavia yang disebut Ommelanden | Source: Wikimedia


Wilayah Depok pada masa kolonial sejatinya bernama Ommelanden (berarti "negeri di sekitaran" Batavia). Cornelis Chastelein merupakan seorang misionaris Kristen yang hidup di era VOC.

Menurut studi Muhammad Afiat, di Jurnal Prodi Ilmu Sejarah UNY, Chastelein kemudian membeli tanah seluas 1244 hektar pada tahun 1696 di wilayah yang sekarang disebut Depok.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa Cornelis kemudian merekrut budak-budak dari Nusa Tenggara Timur, Bali, Banda, Timor, dan wilayah lain untuk dijadikan pekerja di tanah yang sudah dibelinya tersebut.

Mereka disyaratkan untuk wajib beragama Kristen Protestan. Sebagai jaminannya, Chastelein kemudian memberikan perlindungan dan hak-hak hidup yang layak dan demokratis.

Nama belakang mereka bahkan diberi marga khusus sebagai bentuk kepedulian Chastelein. Marga-marga tersebut, yaitu

  1. Leander
  2. Bacas
  3. Soedira
  4. Izakh
  5. Samuel
  6. Jonathan
  7. Loen
  8. Yacob
  9. Laurens
  10. Yoseph
  11. Tholense, dan
  12. Zadokh
baca juga

Menurut Alqiz Lukman dalam studinya di jurnal Amerta Vol. 38 tahun 2020, mereka mendapat perlakuan yang lebih sopan dan layak bila dibandingkan dengan budak-budak di Batavia.

Chastelein mengusulkan agar tenaga kerja pada lahan koloni diberi kebebasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam menciptakan situasi yang ideal dalam pengembangan wilayah koloni.

Setelah wafatnya Chastelein, harta warisannya dibagikan kepada 12 marga tersebut secara adil dan terbitlah istilah "Depok" sebagai simbolisme kota Protestan di wilayah koloni saat itu.

Studi Mulyanto dalam Prosiding Seminar Nasional Epigrafi (SENAFI 2020), mengungkapkan bahwa setelah meninggalnya Chastelein, budak-budaknya kemudian diberi gelar sebagai mardijker yang berarti "orang-orang yang merdeka".

Kasus Penggusuran Tugu Chastelein dan Sentimen Kolonialisme

Sejarawan J.J. Rizal dalam wawancara di Youtube | © Youtube Pribadi J.J. Rizal

Sejarawan J.J. Rizal dalam Wawancaranya di Channel Youtubenya | Youtube J.J. Rizal

Cornelis Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714 sekitar pukul 16:00. Pemimpin Depok saat itu, Johannes Mathijs Jonathans mendirikan Tugu Chastelein pada 28 Juni 1914 sebagai bentuk penghormatan dan kenang-kenangan

Letaknya berada di depan kantor Gemeente Depok (kotamadya era Kolonial) yang kini menjadi Rumah Sakit Harapan.

Setelah Indonesia Merdeka, Depok menjadi bagian dari Republik Indonesia. Setelah era Dekolonisasi, tepatnya tahun 1960-an, Tugu Chastelein dihancurkan karena anggapan bahwa tugu tersebut mengandung unsur kolonisasi dan tidak sesuai dengan kondisi Depok yang saat ini sudah menjadi bagian dari RI.

Versi lainnya juga menuturkan bahwa alasan penghancuran tugu Chastelein adalah bahwa lokasi sekitar tugu merupakan markas kepolisian daerah Depok dan tugu menghalangi mobilitas kendaraan.

baca juga

Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) pada tahun 2014 mengusung rencana pembangunan kembali tugu ini. Perjalanan YLCC dalam pendirian ulang Tugu Chastelein menghadapi berbagai tantangan dari Pemkot Depok.

Pemerintah Kota Depok mengeluarkan larangan melanjutkan pendirian tugu tersebut dengan alasan bahwa Cornelis Chastelein adalah anggota VOC yang dapat membangkitkan memori penjajahan.

Beberapa sejarawan Depok seperti Achmad Sunjayadi menyatakan bahwa pelarangan ini merupakan pengucilan terhadap sejarah masyarakat Depok Lama.

Dilansir dari Kompas.id, sejarawan publik J.J. Rizal juga menyatakan bahwa Chastelein telah menyatu dalam karakteristik Depok. Melarang pendirian ulang Tugu Chastelein, sama saja dengan "membunuh karakteristik Depok", tuturnya saat diwawancara. 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.