Kanker kolorektal, atau kanker usus besar dan rektum, umumnya dikenal sebagai penyakit yang menyerang populasi lansia di atas 50 tahun. Namun, beberapa tahun terakhir, trennya mengalami pergeseran yang sangat mengkhawatirkan.
Kasus kanker kolorektal dini atau Early Onset Colorectal Cancer (EOCRC) kini melonjak tajam, bahkan sudah menyerang generasi milenial dan generasi Z (Gen Z).
Peningkatan ini bukan sekadar pergeseran statistik biasa. Hal yang lebih mengejutkan lagi, banyak pasien muda ini didiagnosis pada stadium lanjut, bahkan hingga stadium 4. Fenomena ini telah membuat para pakar kesehatan di seluruh dunia merasa terkejut dan khawatir.
Pergeseran Tren yang Mencemaskan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kasus kanker pada usia muda kini semakin sering ditemukan, dengan kanker kolorektal menjadi salah satu jenis kasus kanker yang paling menonjol.
Keterlambatan diagnosis pada kelompok usia ini sering kali terjadi karena gejala-gejala awal—seperti perubahan pola buang air besar atau darah pada feses—kerap dianggap sepele atau disalahartikan sebagai kondisi minor layaknya wasir atau sembelit biasa.
Akibatnya, ketika diagnosis akhirnya ditegakkan, kanker sudah berada pada stadium lanjut (metastatik) dan sel kanker telah menyebar ke organ tubuh lain.
Sebuah laporan yang diterbitkan Times of India juga menyoroti kasus seorang pemuda berusia 21 tahun yang didiagnosis menderita kanker kolorektal stadium 4. Diagnosis stadium 4 bagi dewasa muda tentunya memiliki dampak yang signifikan karena akan menurukan kualitas hidup penderitanya.
Faktor Gaya Hidup sebagai Pemicu Utama

Junk Food dan Gaya Hidup Sedenter adalah Beberapa Faktor Pemicu Kanker Usus | Foto: Freepik
Meskipun faktor genetik, seperti sindrom Lynch dan Poliposis Adenomatosa Familial (FAP), memainkan peran, sebagian besar kasus EOCRC bersifat sporadis atau tidak terkait dengan sindrom turunan yang jelas. Para peneliti menduga perubahan lingkungan dan gaya hidup modern berperan besar dalam peningkatan kasus ini.
Beberapa faktor risiko gaya hidup yang paling sering dikaitkan dengan peningkatan kasus EOCRC meliputi:
Pola Makan "Barat"
Pola makan tinggi daging olahan, daging merah, makanan cepat saji, karbohidrat olahan, dan rendah buah, sayuran, serta serat diduga memicu peradangan (inflamasi) kronis dalam saluran cerna yang, dalam jangka panjang, dapat mendorong pertumbuhan sel abnormal.
Gaya Hidup Sedenter
Kurangnya aktivitas fisik dan banyak menghabiskan waktu duduk, terutama pada masa remaja dan dewasa muda, sangat berperan dalam peningkatan risiko kanker usus dan rektum.
Obesitas dan Kelebihan Berat Badan
Obesitas, khususnya yang terjadi sejak usia dini atau remaja, telah dikaitkan dengan peningkatan insiden EOCRC. Kelebihan berat badan dapat mengubah kadar hormon dan fungsi kekebalan tubuh sehingga membuat penderitanya rentan terhadap kanker.
Menurut dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR), dr. Annisa Zahra Mufida Sp.PD, peningkatan kasus EOCRC terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Ia juga menekankan bahwa gaya hidup tidak sehat adalah pemicu utama kasus kanker usus pada Gen Z.
Pentingnya Deteksi Dini bagi Gen Z
Mengingat tingginya kasus kanker usus di kalangan milenial maupun Gen Z, tidak ada salahnya bagi Kawan GNFI yang masih muda untuk mengenali gejala-gejalanya untuk berjaga-jaga. Jangan pernah abaikan tanda-tanda peringatan dini seperti
- perubahan pola buang air besar (diare atau sembelit yang berkepanjangan);
- adanya darah dalam feses (tercampur di tinja, bukan hanya di permukaan atau tisu);
- nyeri atau kram perut yang berkepanjangan;
- penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas; dan
- kelelahan yang berlebihan akibat anemia (kekurangan darah).
Deteksi dini sangat penting untuk mencegah kondisi semakin parah. Jangan menunggu hingga kamu berusia 50 tahun untuk mulai peduli dengan kesehatan usus. Jika Kawan GNFI memiliki riwayat keluarga pengidap kanker kolorektal, skrining kolonoskopi sebelum usia 40 tahun sangat direkomendasikan.
Jaga tubuhmu dengan jadi lebih peduli dan proaktif memeriksakan kesehatan secara rutin. Segera konsultasi ke tenaga medis profesional jika sudah ada gejala-gejalanya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News