habis gelap terbitlah risna cahaya untuk perempuan di desa kobrey - News | Good News From Indonesia 2025

Habis Gelap Terbitlah Risna: Cahaya untuk Perempuan di Desa Kobrey

Habis Gelap Terbitlah Risna: Cahaya untuk Perempuan di Desa Kobrey
images info

Habis Gelap Terbitlah Risna: Cahaya untuk Perempuan di Desa Kobrey


Tampaknya sudah tak asing lagi ketika mendengar ungkapan tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Lebih dari sekadar ungkapan, kalimat tersebut bermakna pentingnya menuntut ilmu tanpa terhalang batas ruang dan waktu. Bukan hanya sebatas kata, pendidikan menunjukkan simbol dan aset penting bagi masa depan setiap insan.

Jika kawan GNFI menonton film Laskar Pelangi, pastinya Kawan GNFI tahu bahwa film tersebut menggambarkan perjuangan putra-putri di Belitung untuk dapat mengenyam pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada. Perjuangan juga datang dari sosok Bu Halimah, seorang guru yang bertekad dan berani mengabdikan dirinya di daerah pelosok demi menggali potensi putra-putri Belitung di SD Muhammadiyah Gantong.

Dirinya hadir sebagai satu-satunya sumber ilmu dan pengharapan. Baginya, menjadi guru adalah panggilan jiwa dan guru yang bijak adalah yang dibutuhkan oleh murid-muridnya.

Tak hanya Bu Halimah, sosok pahlawan tanpa tanda jasa pun hadir dari ujung timur Indonesia, tepatnya di Desa Kobrey, Kabupaten Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Papua Barat. Bermula dari keinginan untuk membuktikan kondisi nyata di Papua yang selama ini hanya didengarnya melalui media, tahun 2014 Risna Hasanuddin berangkat ke Papua melalui program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Sesampainya di Desa Kobrey, Risna melihat fenomena bahwa anak-anak usia enam tahun hingga remaja (terutama perempuan) cenderung menghabiskan waktunya di rumah dan bermain sepanjang hari. Melihat banyaknya perempuan yang awam dengan pendidikan, Risna mendirikan Rumah Cerdas Komunitas Perempuan Arfak pada bulan September 2014 sebagai langkah awal perjuangannya.

Nah, itu sebenarnya wadah yang saya buat untuk menghimpun masyarakat di komunitas Kampung Kobrey. Asalnya itu saya hanya merespons bagaimana kebutuhan ibu-ibu. Nah, karena saya lihat motivasi untuk membangun itu adalah perempuan sebenarnya. Tapi tidak tahu wadahnya itu apa, nah saya bersepakat nama yang pas adalah Rumah Cerdas Komunitas Perempuan Arfak”, ujar Risna dalam acara Kick Andy yang ditayangkan pada kanal YouTube Kick Andy Show.

Dalam menjalankan pengabdiannya, Risna menggaet seorang tokoh lokal, Ibu Yosina Saiba, untuk bersama-sama memajukan pendidikan kaum perempuan di Desa Kobrey. Awal mula ketulusannya tidaklah mudah, orang tua yang ia cintai sempat melarangnya pergi mengabdi di tanah Papua. Kondisinya semakin pelik ketika Risna kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan terutama dari para pemuda di Desa Kobrey–mulai dari kekerasan fisik, seperti diseret jatuh dari motor dan dilempari batu, hingga percobaan pemerkosaan.

Akan tetapi, perempuan asal Banda Neira, Maluku Tengah tersebut memiliki dedikasi tinggi yang mengalahkan rasa takutnya di tengah intimidasi yang datang bertubi-tubi. Menurutnya, kendala adalah seni perjuangan. Risna memegang teguh bahwa intimidasi terhadap kaum perempuan dapat terjadi di mana pun, tak terkecuali di Desa Kobrey, sehingga ini bukan alasan bagi dirinya untuk menyerah.

Tujuan utamanya adalah memberantas buta huruf bagi kaum perempuan dan anak-anak. Uniknya, pendekatan awal yang dilakukannya justru dengan memberikan pengajaran mengenai tanda tangan, bukan pengajaran mengenal abjad. Hal ini dilakukan karena seringnya program pemerintah daerah yang membutuhkan tanda tangan, sedangkan selama ini ibu-ibu kerap menggunakan cap jempol.

Baru setelahnya, Risna memberikan pengajaran membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga kegiatan tersebut diimplementasikan melalui pembukaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kelompok bimbingan belajar anak-anak di bidang pendidikan dan kesehatan remaja, dan kelompok belajar ibu-ibu. Risna pun turut memberikan pengajaran terkait isu iklim dan lingkungan.

Risna percaya, jika terjadi kerusakan lingkungan, maka perempuan yang akan pertama kali merasakan dampaknya karena di tanah Papua perempuan adalah orang pertama yang bersentuhan dengan alam dan hutan.

Tak jarang setelah subuh, Risna harus menjemput peserta didiknya dari rumah ke rumah untuk dibawa ke lokasi pengajaran karena rendahnya tingkat pemahaman orang tua di Desa Kobrey untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Meskipun begitu, api perjuangan Risna tak pernah padam, sebab ia meyakini pendidikan adalah kunci perubahan.

“Karena saya masih yakin bahwa pendidikan itu adalah cara terbaik untuk berubah”.

Pemberdayaan potensi lokal turut dilakukan Risna dengan membantu memasarkan produk yang dihasilkan oleh ibu-ibu. Sebagaimana kawan GNFI ketahui, Papua dikenal dengan produk lokalnya, salah satunya tas noken.

Tas noken adalah tas rajut tradisional yang dibuat dengan menggunakan bahan-bahan alami, seperti kayu, kulit kayu, daun pandan, atau benang dari serat alami. Tak ayal, Desa Kobrey turut menjadi wilayah penghasil tas noken.

Risna membantu meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memperluas pemasaran tas noken melalui media sosial pribadinya. Salah satu alasan terbesarnya adalah karena budaya membuat noken mulai memudar di generasi muda Desa Kobrey, sehingga ia mengajak ibu-ibu untuk mengembangkan tas noken.

Harga tas noken yang awalnya hanya berkisar Rp50.000, kini meningkat hingga ratusan ribu. Risna pun melebarkan ruang lingkup pengabdiannya dengan memberikan pelatihan untuk melakukan restorasi dan pentingnya kepemimpinan perempuan di daerah aliran sungai.

Berkat kegigihan dan kerja kerasnya, kini anak-anak dan perempuan di Desa Kobrey memiliki kesadaran baru bahwa pendidikan itu penting dan harus dilakukan melalui aksi nyata. Untuk sampai di titik ini, Risna mengungkapkan karena passion-nya di bidang sosial yang membuat pengabdiannya ia jalani dengan bahagia. Risna pun menekankan pentingnya kolaborasi dengan stakeholders dan para pemuda karena semuanya tidak dapat berjalan lancar jika dikerjakan sendirian.

Buah dari perjuangannya membawa Risna mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Awards oleh ASTRA pada tahun 2015. Risna berpesan bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri dan jangan pernah merasa takut atau rendah diri karena sekecil apapun yang kita lakukan akan membawa perubahan.

Dari Risna kita belajar bahwa ketulusan dalam menebar ilmu tidak mengenal akhir. Risna adalah sosok nyata dari pernyataan Kartini, habis gelap terbitlah terang. Ia hadir sebagai cahaya yang menerangi masyarakat Desa Kobrey lewat ilmu yang diberikannya.

Risna membuktikan bahwa dalam pendidikan, ada hal yang lebih penting dari sekadar meja dan kursi, yaitu ketulusan dan semangat untuk berbagi ilmu.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.