Kabupaten Gunungkidul tidak hanya populer dengan pantai dan perbukitan yang cantik dan memesona. Di balik lereng-lerengnya, Desa Tegalrejo menyimpan kisah tentang tangan-tangan terampil yang membawa harapan kembali ekonomi desa lewat sehelai kain batik dengan kisah tentang harapan, ketahanan, dan semangat untuk bisa bangkit kembali.
Desa Tegalrejo sendiri sejak 2017 telah menjadi bagian dari Kampung Berseri Astra (KBA), sebuah inisiatif yang menggerakkan para masyarakat melalui empat pilar: pendidikan, lingkungan, kesehatan, dan kewirausahaan, di mana kewirausahaan menjadi sektor utama yang paling hidup di desa ini.
Dari Buruh ke Pengrajin Mandiri
Awalnya, para warga Tegalrejo perlu menempuh perjalanan jauh ke desa lain untuk menjadi buruh batik. Saat itu, mereka hanya bisa mencanting dan melukis malam panas di atas kain putih tanpa tahu ke mana hasil karya yang telah mereka buat akan pergi.
Kemudian, keadaan berubah setelah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Yogyakarta datang memberi pelatihan. Di sana para para warga bukan hanya belajar soal membatik, tetapi juga belajar bagaimana mengolah warna alami dan mengembangkan motif khas mereka sendiri. Saat itulah lahir Batik Tegalrejo dengan motif unik seperti gedang (pisang), srikaya, dan bambu—motif-motif tersebut dianggap menjadi motif alam yang dekat dengan kehidupan masyarakatnya.
Ujian dan Semangatnya dalam Bertahan
Walaupun sempat terhambat pandemi COVID-19 di mana membuat bisnis Desa Tegalrejo seperti tempat wisata dan penjualan batik menurun drastis, para warga Desa Tegalrejo menolak untuk menyerah dan tetap bertahan dengan produksi kecil-kecilan, saling mendukung, dan menjaga asa.
Terbukti, usaha itu tak sia-sia. Secara perlahan, ekonomi Desa Tegalrejo berjalan dengan pulih. Dukungan dari Astra melalui berbagai promosi dan pelatihan membantu batik Tegalrejo kembali dikenal.
Batik yang Ramah Alam dan Ramah Masa Depan
Lebih dari soal kain, Batik Tegalrejo adalah wujud tanggung jawab terhadap bumi. Lewat SMKN 2 Gedangsari pada laboratorium mini zat pewarna alamnya, Astra membantu masyarakat memahami pentingnya produksi ramah lingkungan. Sehingga, batik tidak hanya untuk dipandang, namun juga untuk dijadikan sebagai sahabat alam.
Tak hanya itu, masyarakat juga membangun bank sampah dan aktif menjaga lingkungan. Mereka mengedukasi warga tentang pengelolahan limbah rumah tangga dengan mengurangi penggunaan plastik. Langkah kecil ini dapat berdampak besar bagi desa dan alam di dunia ini.
Desa yang Menghidupkan Nilai
Sekarang, Tegalrejo bukan hanya destinasi wisata. Desa Tegalrejo telah menjadi laboratorium hidup tempat budaya, pendidikan, dan ekonomi yang tumbuh bersama. Program-program menghibur dan mengedukasi seperti Famtrip, Walking Tour, dan Edutrip mampu mengundang wisatawan untuk belajar langsung tentang proses membatik dan permainan tradisional setempat.
Desa Tegalrejo berpotensi menjadi model desa yang bersahabat dengan alam, mandiri, dan berbasis kearifan lokal serta teknologi. Keberhasilan yang didapatkan oleh Desa Tegalrejo menunjukkan bahwa jika program pendampingan harus diberikan secara menyeluruh, berkelanjutan dan berbasis kebutuhan lokal. Sehingga, desa dapat tetap berdiri sendiri dan bukan hanya sekadar program janji kosong.
Dari perajin hingga pelajar dan dari lembar kain hingga warna alam, setiap sudut Tegalrejo menyimpan pesan bahwa sebuah kemandirian itu bisa tumbuh dari kolaborasi dan cinta terhadap tanah sendiri. Para warga tidak hanya membatik kain, namun juga membatik masa depan yang lestari dan berdaya.
Semoga kisah Desa Tegalrejo dapat memberikan pesan-pesan positif dan inspiratif terhadap desa-desa lain untuk terus tumbuh dengan tetap menjaga jati diri, kelestarian alam, dan kemandirian.
#kabarbaiksatuindonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News