Apakah jamu kunyit asam benar-benar aman dan bermanfaat secara medis, atau justru berpotensi membahayakan kesehatan? Artikel ini menyajikan ringkasan ilmiah mengenai manfaat dan risiko jamu kunyit asam selama menstruasi, agar pembaca dapat menggunakannya dengan bijak.
Menstruasi merupakan bagian alami dari siklus reproduksi perempuan yang sering disertai nyeri haid (dismenore), kram, dan ketidaknyamanan fisik maupun emosional. Di Indonesia, banyak perempuan menggunakan jamu, terutama kunyit asam, sebagai alternatif untuk meredakan gejala tersebut.
Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi kebiasaan rutin, baik melalui jamu tradisional yang dijajakan di pasar maupun produk kemasan modern (Sugiharti dan Febriana 2021).
Sejarah dan Tradisi Jamu untuk Menstruasi
Jamu telah menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia sejak zaman prasejarah. Penemuan arkeologis berupa lumpang, alu, dan pipisan dari batu di Jawa menunjukkan penggunaan ramuan herbal untuk kesehatan sejak mesoneolitikum. Penggunaan jamu juga tercatat pada prasasti abad ke-5 M dan tergambar pada relief Candi Borobudur, Prambanan, dan Penataran (abad ke-8–9 M).
Istilah djamoe mulai dikenal pada abad ke-15–16 M melalui naskah primbon di Kartasura. Uraian lengkap jamu terdapat dalam Serat Centini karya Kanjeng Gusti Adipati Anom Mangkunegoro III (1810–1823). Secara etimologi, djamoe berasal dari djampi (doa atau obat) dan oesodo/husada (kesehatan), sehingga bermakna ramuan atau doa untuk meningkatkan kesehatan. Tahun 1850, R. Atmasupana II mencatat lebih dari 1.700 ramuan jamu yang digunakan masyarakat Jawa (Andriati dan Wahjudi 2016).
Walaupun jamu populer dan banyak dikonsumsi masyarakat, penerimaan di kalangan medis belum merata karena keterbatasan bukti ilmiah. Beberapa dokter mengkhawatirkan efek samping serius, seperti perforasi lambung atau gagal ginjal, terutama akibat jamu yang tercampur bahan kimia obat (BKO) (Purwaningsih 2013). Namun, bila disiapkan secara tradisional dan higienis, jamu tetap menjadi pilihan alami untuk mengurangi nyeri haid.
Manfaat Jamu Kunyit Asam
Jamu kunyit asam (kunir asem) merupakan ramuan cair yang populer di masyarakat Jawa, terbuat dari kunyit (Curcuma domestica Val.) dan asam jawa (Tamarindus indica L.) (Jalil et al. 2021). Kunyit mengandung kurkumin yang berfungsi sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antioksidan.
Senyawa ini membantu menurunkan kontraksi berlebihan pada rahim dan mengurangi produksi prostaglandin, sehingga nyeri menstruasi dapat berkurang. Selain itu, kurkumin juga bersifat antimikroba dan mendukung kesehatan pencernaan (Umma et al. 2021).
Asam jawa kaya akan flavonoid, tannin, alkaloid, anthocyanin, dan asam sitrat. Flavonoid memiliki efek antiinflamasi, tannin dan alkaloid bersifat analgesik, anthocyanin bertindak sebagai antipiretik, sedangkan asam sitrat membantu menurunkan produksi vasopresin, sehingga mengurangi nyeri haid. Asam jawa relatif aman dan tidak menimbulkan efek samping serius (Saadah et al. 2017).
Selain meredakan nyeri, kombinasi kunyit dan asam jawa dipercaya membantu melancarkan pencernaan dan mengurangi bau menstruasi, menjadikannya bagian penting dari rutinitas perempuan Indonesia selama haid.
Risiko dan Perhatian Penggunaan
Meskipun bermanfaat, jamu tetap memiliki potensi risiko. Variasi dosis bahan aktif, kualitas bahan yang berbeda, dan kemungkinan pencampuran BKO dapat menimbulkan efek samping, seperti mual, diare, alergi, hingga gangguan lambung atau ginjal. Perempuan dengan kondisi medis tertentu, seperti gangguan hati, ginjal, atau anemia, harus lebih berhati-hati (Sugiharti dan Febriana 2021).
Langkah-langkah untuk meminimalkan risiko meliputi:
- Memilih jamu dari produsen terpercaya atau membuat sendiri secara higienis.
- Mengikuti aturan dosis yang disarankan atau rekomendasi tenaga kesehatan.
- Berkonsultasi dengan dokter jika nyeri haid berat atau ada kondisi kesehatan khusus.
Dengan memperhatikan langkah-langkah ini, manfaat jamu dapat diperoleh sambil meminimalkan risiko bagi kesehatan.
Integrasi Tradisi dan Ilmu Pengetahuan
Pemanfaatan jamu mencerminkan keseimbangan antara tradisi dan pendekatan ilmiah. Dari perspektif budaya, jamu merupakan warisan turun-temurun yang memberikan manfaat fisik dan psikologis. Dari sisi ilmiah, bukti awal menunjukkan efek positif kunyit asam terhadap nyeri haid, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan dosis yang optimal dan keamanan jangka panjang.
Pendekatan integratif dapat meliputi regulasi, standarisasi produk, dan edukasi masyarakat tentang penggunaan jamu yang tepat. Dengan demikian, jamu tetap dapat dimanfaatkan secara aman dan efektif, sekaligus melestarikan warisan budaya.
Kunyit asam sebagai jamu tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi cara alami untuk mengurangi nyeri haid. Dengan pemakaian yang tepat dan bahan yang terjamin kualitasnya, perempuan dapat merasakan manfaatnya dengan aman. Hal ini menunjukkan bahwa kearifan budaya dan praktik kesehatan modern dapat saling melengkapi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News